Rabu, 29 Juni 2011

DOA BUNTU

Tahukah Anda dead letter office (kantor surat buntu)? Sejak 1825
Kantor Pos Amerika Serikat menyediakan kantor surat buntu untuk
menampung surat yang tidak dapat dikirimkan. Surat buntu biasanya
karena alamat tujuan dan alamat pengirim tidak jelas, seperti surat
kepada Sinterklas. Pada 2006 saja jumlah surat buntu mencapai 90
juta. Untuk melindungi privasi konsumen, surat tanpa identitas jelas
itu dihancurkan, kecuali lampiran berharganya yang diambil untuk
dilelang.

Kalau ada surat buntu, apakah ada doa buntu? Apabila yang
dimaksudkan adalah doa-doa yang tidak terjawab, firman Tuhan
menjawabnya secara tegas: Ada. Rasul Yakobus menyebutkan salah satu
penyebabnya. Kita berdoa, bisa jadi dengan tekun dan
bersungguh-sungguh, namun kita salah arah. Bisa salah permintaan,
bisa juga salah motivasi. Doa kita egois, hanya berfokus pada
kepentingan diri. Kita meminta sesuatu untuk memuaskan kesenangan
pribadi. Atau, tanpa meminta petunjuk Allah, kita sudah menyusun
rencana tertentu, dan dengan berdoa kita berharap Dia akan menerakan
cap persetujuan-Nya tanpa campur tangan lebih jauh. Seperti surat
buntu yang dihancurkan, doa buntu berujung pada kesia-siaan.

Doa bukanlah sarana untuk memelintir tangan Allah agar mengikuti apa
saja keinginan kita. Sebaliknya, doa adalah kesempatan untuk
menyelaraskan langkah kita agar seiring dengan langkah Tuhan. Kita
berdoa dengan meneladani Anak Allah di Getsemani, penuh kerelaan
untuk merendahkan diri dan berserah, "Bukan kehendakku, tetapi
kehendak-Mulah yang terjadi." Bagaimana Allah dapat menolak doa yang
seperti itu? --ARS

DOA BUKAN UNTUK MENGENDALIKAN KEHENDAK TUHAN
MELAINKAN UNTUK MENGENDALIKAN KEHENDAK KITA

Yakobus 4:1-3

--
Sending from Thunderbird
http://hosana11.blogspot.com
twitter @ubalduseddy

Tidak terkungkung oleh tradisi

"Menghina tempat kudus dan hukum Taurat" adalah dakwaan yang diajukan
oleh musuh-musuh iman Stefanus untuk memperhadapkan dia ke depan
Mahkamah Agama.

Kita telah membaca bahwa Stefanus adalah seorang yang memiliki
kerohanian yang baik dan sangat dihormati di kalangan gereja di
Yerusalem Ia telah dipilih menjadi diaken karena memiliki kualitas
kerohanian yang tinggi. Tangan Tuhan beserta Stefanus dalam cara
yang sangat istimewa sehingga ia seperti kedua belas murid yang
lain dapat melakukan mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda. Khotbahnya
juga memiliki kuasa sehingga tidak ada seorang pun yang sanggup
membantah dia.

Tuduhan yang diajukan mengenai penghinaan terhadap Bait Allah (tempat
kudus) dan hukum Taurat membuat Stefanus membukakan panorama
berbagai kisah dalam Perjanjian Lama. Panorama itu dimulai dari
kisah pemanggilan Abraham oleh Allah ketika ia masih tinggal di
Mesopotamia. Pilihan untuk menjadikan Abraham sebagai titik mula
pembuka kisah merupakan pilihan yang tepat. Kita tahu bahwa orang
Yahudi sangat membanggakan diri sebagai keturunan Abraham, bapa
orang beriman. Meski demikian, kisah ini dipakai oleh Stefanus
bukan semata-mata demi pembelaan dirinya. Ia ingin menyatakan
kebenaran tentang Tuhan Yesus melalui pendekatan yang mudah
dipahami oleh orang-orang yang ada di situ. Dengan memaparkan
kisah Abraham, Stefanus ingin menunjukkan bahwa mereka begitu
membanggakan diri sebagai "anak-anaknya", tetapi tidak memiliki
iman dan ketaatan seperti Abraham.

Mengutamakan kebanggaan-kebanggaan tertentu, walau terkesan bersifat
rohani. sesungguhnya bersifat fana. Ada orang-orang tertentu yang
membanggakan bahwa ayah atau kakeknyalah yang mendirikan gereja,
atau bahwa dirinya adalah penyandang dana terbesar untuk berbagai
pelayanan gereja. Kebanggaan semacam ini semu, karena bukan itu
yang penting. Iman kepada Kristuslah yang terutama, yang membuat
kita memiliki hak untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga.

Kisah Para Rasul 7:1-8

--
Sending from Thunderbird
http://hosana11.blogspot.com
twitter @ubalduseddy

Selasa, 28 Juni 2011

PERTOBATAN SEJATI

Apa bedanya bertobat dan menyesal? Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa penyesalan adalah pengakuan yang menyatakan bahwa
kita telah salah langkah. Sementara itu, pertobatan adalah pengakuan
ditambah sikap rela memperbaiki kesalahan, dengan cara kembali
tunduk pada perintah-perintah Allah. Pertobatan tanpa kesediaan
untuk memperbaiki diri bukanlah pertobatan, melainkan baru
penyesalan.

Untuk lebih memahami perbedaan keduanya, mari kita menyimak kisah
yang ditulis dalam Ulangan 1 ini. Allah memerintahkan bangsa Israel
untuk pergi dan menduduki pegunungan Amori (1:7), tetapi mereka
menolaknya. Walaupun bangsa Israel memiliki alasan (1:28), jelas
bahwa hal ini merupakan pemberontakan terhadap Allah, Sang Pemberi
perintah. Dan, pemberontakan tersebut akhirnya mendatangkan
penghukuman bagi mereka. Akan tetapi, ternyata berita penghukuman
dari Allah tersebut tidak membawa mereka pada pertobatan, tetapi
hanya sampai pada titik penyesalan. Mereka mengaku salah dan dengan
emosional menyatakan hendak memperbaiki kesalahan dengan menyatakan
diri siap untuk berperang. Akan tetapi, kali ini Allah melarang
mereka untuk maju berperang. Ironisnya, sekali lagi mereka tidak mau
mendengar dan taat pada perintah Allah.

Pertobatan tanpa disertai kesediaan untuk taat kepada Allah adalah
pertobatan yang semu. Jadi, pertobatan bukanlah sekadar mengaku
perbuatan-perbuatan salah lalu dengan emosional berupaya memperbaiki
kesalahan tersebut. Pertobatan yang sejati hanya terjadi apabila
kita bersedia merendahkan dan menundukkan diri kita kembali di
hadapan Allah --RY

BERHATI-HATILAH DENGAN PERTOBATAN YANG EMOSIONAL
KARENA JANGAN-JANGAN PERTOBATAN ITU PALSU

Ulangan 1:41-46

--
Sending from Thunderbird
http://hosana11.blogspot.com
twitter @ubalduseddy

Siap dan kuat

Bukti nyata bahwa seseorang sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus
serta sudah mendapatkan keselamatan dan karunia Roh Kudus ialah
hidupnya penuh Roh Kudus dan berbuah bagi Tuhan. Ia akan berusaha
menjadi berkat bagi siapa pun.

Stefanus termasuk orang yang demikian karena pelayanannya melampaui
tugas diakonianya di gereja. Ia juga terlibat dalam penginjilan
yang disertai mukjizat agar orang lain percaya kepada Tuhan Yesus.
Penginjilan Stefanus menghadapi tantangan dari satu kelompok
Yahudi, yang menyebut dirinya Libertini. Mereka bersama orang
Yahudi lain berdebat dengan Stefanus, tetapi tidak dapat
menandingi hikmatnya dan kuasa Roh yang menyertainya (10). Namun
mereka bukannya mengakui kebenaran yang ada, malah memikirkan cara
untuk membunuhnya.

Untuk memuluskan rencana, mereka menghasut orang-orang untuk memfitnah
Stefanus bahwa dia telah menghujat Musa dan Allah. Padahal
memfitnah tanpa bukti lebih kejam daripada membunuh. Mereka juga
melakukan kekerasan terhadap Stefanus yang tidak seideologi dengan
mereka. Selain itu mereka menghadapkan Stefanus ke pengadilan
agama yang berat sebelah, ditambah saksi-saksi palsu yang
menyatakan bahwa Stefanus telah menghina agama dan kitab suci
orang Yahudi. Orang Yahudi menuduh Stefanus telah menghina Bait
Suci dan hukum Taurat. Tuduhan mereka jelas tidak benar karena
justru mereka sendiri yang mencemarkan Bait Suci dan melanggar
hukum Taurat oleh perbuatan dosa dan kejahatan mereka. Yesus juga
telah menggenapi hukum Taurat dan membawa orang percaya masuk pada
zaman baru yang akan menyembah Allah dalam roh dan kebenaran.

Tuduhan palsu dan penistaan yang dialami Stefanus juga dialami oleh
beberapa jemaat/gereja di Indonesia. Sangat menyakitkan dan
menyedihkan. Namun kita harus berdoa agar orang Kristen/gereja
siap dan kuat menghadapi tekanan tersebut. Doakan juga agar
gereja/orang Kristen sendiri tidak menjadi penghambat pemberitaan
Injil.

Kisah Para Rasul 6:8-15

--
Sending from Thunderbird
http://hosana11.blogspot.com
twitter @ubalduseddy

Minggu, 26 Juni 2011

PEMBUNUH RAKSASA

Permainan tradisional anak-anak "main sut" masih punya pesan yang
bagus sampai kini. Caranya, dua anak saling beradu gerakan jari
tangan. Telunjuk mewakili orang. Kelingking mewakili semut. Ibu jari
mewakili gajah. Telunjuk menang melawan kelingking, tetapi
kelingking mengalahkan ibu jari. Sedang ibu jari menang atas
telunjuk. Prinsipnya, tak ada jari yang akan menang terus. Tak ada
pemenang mutlak.

Hidup manusia juga begitu. Siapa yang unggul atas siapa, akan silih
berganti. Kita tahu Goliat si raksasa Filistin tewas di tangan Daud
(1 Samuel 17:48-50). Kita mengenal Daud sebagai pembunuh raksasa.
Namun, Alkitab juga punya kisah lain. Di kemudian hari, Daud pernah
nyaris dibunuh raksasa Filistin bernama Yisbi Benob, karena sangat
letih berperang. Syukurlah Tuhan menolongnya melalui Abisai yang
membunuh raksasa itu (ayat 16). Selanjutnya, pembunuh raksasa
Filistin berganti-ganti. Sibkhai membunuh Staf (ayat 18). Elhanan,
orang Betlehem, menewaskan Lahmi, saudara Goliat (ayat 19-1 Tawarikh
20:5). Dan, satu lagi raksasa Filistin binasa di tangan Yonatan,
kemenakan Daud (ayat 20, 21). Ternyata pembunuh raksasa Filistin
bukan hanya Daud.

Di dalam hidup ini, tidak ada peran tunggal. Orang satu sama lain
saling membutuhkan. Sekarang saya kuat, bisa jadi esok malah
melemah. Kini saya mampu memberi, lusa saya perlu menerima dari
orang lain. Kini ia berprestasi, lain kali orang lain yang tampil
cemerlang. Kita dipanggil untuk saling menopang. Saling bergantian
memikul tanggung jawab. Keunggulan perlu diraih, diperjuangkan, dan
dinikmati bersama. Sedangkan yang tetap jadi pemeran utama hanya ada
satu: Tuhan! --PAD

KITA TIDAK PERLU BERSIKAP SEPERTI "PEMAIN TUNGGAL" DALAM HIDUP INI
KARENA TUHAN MERANCANG HIDUP SEBAGAI "PERMAINAN TIM"


2 Samuel 21:15-22

Mobilisasi jemaat

> Gereja merupakan suatu organisme yang hidup dengan orang-orang yang
> percaya kepada Tuhan Yesus sehingga dapat menyembah, bersekutu,
> bertumbuh, melayani, dan menginjili. Namun gereja yang hidup,
> dinamis, dan berkembang juga membutuhkan organisasi yang tertib
> supaya dapat berjalan baik. Bila tidak, kehancuran bisa terjadi.
>
> Inilah yang dihadapi jemaat mula-mula dalam tahun-tahun permulaan
> gereja. Pada saat jemaat masih kecil dan urusan belum banyak, para
> rasul masih dapat menangani banyak hal. Namun ketika gereja
> bertumbuh menjadi besar, perkara gereja pun bertambah. Apalagi
> bila jemaat berasal dari multi etnis dengan latar belakang bahasa
> dan budaya yang berbeda, seperti jemaat mula-mula. Tidak heran,
> ada kebutuhan jemaat yang terabaikan seperti para janda Yahudi
> yang berasal dari luar wilayah. Mungkin karena ada diskriminasi di
> lapangan atau ketidaksengajaan para rasul karena harus fokus
> memberitakan Injil, sehingga lalai dalam memperhatikan kebutuhan
> mereka. Menghadapi situasi demikian, mereka segera menyelesaikan
> dengan bijaksana sehingga tidak memberi tempat bagi Iblis untuk
> menghancurkan kesatuan gereja. Atas permintaan mereka, jemaat
> memilih tujuh orang berkualitas (3) yaitu punya karakter baik,
> penuh iman, (kuasa dan karunia) Roh, dan hikmat, untuk membantu
> mereka melaksanakan tugas pelayanan diakonia gereja. Inilah syarat
> utama bagi para pelayan Tuhan. Demikianlah, para pemimpin tidak
> bisa sendiri dalam melakukan segala hal, melainkan perlu
> memobilisasi anggota jemaat untuk terlibat dalam segala bidang
> pelayanan sesuai karunia masing-masing. Semua harus bekerja sama
> sambil tetap fokus pada pelayanan masing-masing agar Injil terus
> tersebar dan banyak orang percaya kepada Yesus.
>
> Bagaimana dengan sikap kita dalam melayani? Apakah hanya mau
> mengerjakan segala sesuatu sendirian karena sulit memberikan
> kepercayaan kepada orang lain? Ingatlah, kemampuan dan waktu kita
> terbatas. Maka libatkan orang lain agar kita bersama dapat
> melakukan pekerjaan yang besar bagi Tuhan di dunia ini.
>
> Kisah Para Rasul 6:1-7

MELIHAT TUHAN

Setiap Minggu Eko beribadah, tetapi hatinya tetap terasa jauh dari
Tuhan. "Saya tidak mendapat apa-apa, " katanya. Semula hal itu ia
kira terjadi karena khotbah dan nyanyian ibadah yang tidak
menyentuh. Ia pun berpindah-pindah gereja, menyimak khotbah para
pengkhotbah ternama. Namun, hasilnya sama saja. Akhirnya ia sadar,
rasa jauh itu muncul karena hatinya yang tidak lurus. Sikap suka
mencela, suka mengkritik, merasa "sudah tahu" dan sombong rohani
membuatnya tidak puas saat beribadah di mana pun!

Menurut Yesus, hanya orang yang suci hatinya bisa melihat Allah.
Kata "suci" berarti murni. Bersih. Tidak bercampur dengan apa pun.
Hati yang suci mempunyai motivasi murni. Tidak mendua. Semata-mata
ingin memuliakan Tuhan. Apabila orang beribadah dengan hati suci dan
murni, ia pasti akan mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara
pribadi. Entah lewat firman, nyanyian, bahkan ketika berdiam diri
sekalipun. Sebaliknya, tanpa kesucian hati, ibadah menjadi sia-sia.
Lihatlah Ananias dan Safira. Keduanya memberi persembahan istimewa.
Menjual tanah untuk Tuhan, tetapi tidak dengan hati suci. Mereka
memberi sambil pamer diri. Para rasul bahkan dibohongi soal jumlah
yang dipersembahkan. Akibatnya, mereka tidak melihat Tuhan, malah
dihukum Tuhan!

Apakah Anda sering merasa tidak puas ketika beribadah di gereja?
Daripada menyalahkan apa dan siapa, periksalah diri sendiri.
Sudahkah Anda beribadah dengan kesucian hati? Jika "ya", Anda tidak
memerlukan khotbah hebat atau tata ibadah yang luar biasa untuk bisa
bertemu Tuhan. Baru saja masuk ke rumah Allah, Anda sudah akan
disapa dan berjumpa dengan-Nya! --JTI

JAGALAH KEMURNIAN HATI
MAKA ALLAH TAK AKAN LAGI TAMPAK BERSEMBUNYI

Kisah Para Rasul 5:1-10

Tuhan pemberi kemenangan

Beberapa penafsir melihat Mazmur 21 sebagai mazmur yang merayakan
penobatan raja. Allah telah menyatakan anugerah-Nya dengan memilih
dan memberkati raja untuk memimpin umat-Nya; kasih setia Allah
beserta raja (2-8). Allah akan menyingkirkan musuh raja dan
berperang bagi dia (9-13). Mazmur ini ditutup dengan seruan pujian
kepada Allah (14).

Penafsir lain melihat Mazmur 21 sebagai respons syukur terhadap hasil
doa yang telah diungkapkan di Mazmur 20. Syukur ini diungkapkan
lewat ibadah. Terhadap permohonan agar Tuhan memberikan kemenangan
kepada raja (Mzm. 20:10), mazmur ini menjawab dengan sukacita
bahwa raja sudah menang perang (2). Apa yang menjadi keinginan
raja (lihat Mzm. 20:5) telah Allah penuhi (3). Karena raja
memercayai Allah, bukan bersandar diri sendiri (Mzm. 20:8-9), ia
pun mengalami penyertaan kasih setia Tuhan sehingga
kepemimpinannya pun stabil (8). Kemenangan demi kemenangan melawan
musuh dialami raja. Semua itu adalah karya Allah melalui dirinya.

Ungkapan syukur Mazmur 21 ini bukan untuk menutup mata terhadap
kegagalan beberapa raja Israel yang akhirnya membuahkan kehancuran
bangsanya. Ungkapan syukur ini justru menegaskan bahwa
keberhasilan raja adalah hanya oleh anugerah Tuhan. Saat raja
merespons anugerah Allah dengan bekerja keras menjadi berkat buat
rakyatnya, Tuhan memberkati kerajaan Israel.

Bisakah kita melihat tangan Tuhan memberkati bangsa kita melalui
pemerintah kita? Memang masih banyak PR bagi pemerintah dalam
menegakkan keadilan dan kesejahteraan. Salah satu yang urgen
adalah pemberantasan korupsi yang jalan di tempat. Namun jangan
menutup mata terhadap keberhasilan pemerintah yang didukung data
dan fakta. Yang penting adalah mendoakan pemerintah, mengkritisi
tindakan yang salah, mendorong perubahan ke arah yang baik, dan
menjadi agen perubahan itu.

Mazmur 21

Minggu, 19 Juni 2011

JIKA TUAN MAU

Penderita kusta pada zaman Yesus sungguh menderita. Ia dikucilkan,
juga wajib selalu membawa bel kecil yang ia bunyikan sambil
berteriak, "Najis, najis!" agar orang yang berjumpa dengannya jangan
sampai menyentuhnya. Jangankan bersentuhan, mengenai bayangannya
saja membuat orang lain najis dan harus mentahirkan diri. Sungguh
menyedihkan ketika si kusta harus meneriakkan kepada orang lain
bahwa dirinya najis hingga orang lain patut menjauhinya. Lebih
menyakitkan lagi, jika ia tahu ada sumber pertolongan, tetapi ia
tidak diperbolehkan datang dan meminta kesembuhan.

Akan tetapi, si kusta yang satu ini berbeda. Ia nekat menerobos
masuk ke kota tempat Yesus berada, karena ia yakin Yesus
satu-satunya Pribadi yang mampu mengubah hidupnya. Dengan penuh
harap, ia memohon belas kasihan Yesus: "Tuan, jika tuan mau, tuan
dapat mentahirkan aku". Ia yakin Yesus mampu, tetapi ia sadar tidak
punya hak apa pun untuk memaksa Yesus memedulikannya, kecuali Dia
mau. Ternyata Yesus memang mau. Bahkan, Yesus melakukannya dengan
menyentuh tubuh si kusta yang dianggap najis itu.

Anda dan saya sebagai orang berdosa tak lebih dari si kusta yang
membutuhkan belas kasihan Allah. Namun, kerap kali kita tidak
menanti kemauan Allah terjadi atas hidup kita, tetapi menyodorkan
banyak kemauan kita untuk Dia restui. Memaksakan kehendak kita agar
menjadi kehendak-Nya. Mari belajar meletakkan diri kita secara benar
di hadapan Allah. Kita boleh membawa setiap kebutuhan kita
kepada-Nya, tetapi biarlah kehendak-Nya yang jadi atas hidup kita
--SST

SERAHKAN KEPADA TUHAN APA YANG KITA INGINKAN
DIA JAUH LEBIH TAHU APA YANG KITA PERLUKAN

Lukas 5:12-16

PERSEMBAHAN YANG HIDUP

Seekor induk ayam tiba-tiba berkotek-kotek tidak keruan. Ia
memanggil anak-anaknya, berputar-putar sambil celingak-celinguk ke
sana kemari. Suaranya nyaring, gelagatnya gelisah. Matanya
terus-terusan melihat ke langit. Ternyata, seekor elang sedang
terbang. Kelihatannya elang itu hendak menyambar anak-anak ayam
tersebut. Melihat bahaya yang pasti datang dan mengancam, induk ayam
tidak mau ambil risiko. Ia meneriakkan tanda bahaya pada
anak-anaknya.

Isi surat Paulus dalam Roma 12 ini bernada seolah-olah ia tengah
berteriak-berseru dan mengingatkan jemaat Tuhan untuk waspada.
Paulus meminta perhatian jemaat Roma untuk memperhatikan ancaman
bagi kehidupan jemaat Tuhan yang berasal dari dunia (ayat 2).
Ancaman itu begitu nyata dan jelas, bahkan berbahaya, sehingga
Paulus perlu memberikan peringatan dini untuk waspada. Isinya
pesannya jelas, yaitu tubuh ini harus digunakan untuk memuliakan
Tuhan (ayat 1). Keduniawian bisa begitu menggoda hingga kita
mengabaikan pentingnya memberikan tubuh sebagai alat rohani bagi
Tuhan dalam dunia ini. Dan, itu bagaikan "elang" yang mengancam
kehidupan anak-anak Tuhan.

Sekarang ini, konsep keduniawian seperti itu kerap memengaruhi cara
berpikir kita. Kita menjadi orang kristiani yang taat hanya pada
hari Minggu. Kita juga menganggap bahwa beribadah hanya pada saat di
rumah Tuhan. Kita mengabaikan bahwa kita adalah anak Tuhan kapan
pun, di mana pun, dan dalam kondisi apa pun. Paulus mengingatkan
supaya kita menjadikan hidup kita sebagai persembahan yang hidup
dalam segala aspek hidup dan setiap waktu kita --FZ

JADIKANLAH HIDUP KITA SEBAGAI DUPA
YANG HARUM DAN MENYENANGKAN HATI TUHAN
Roma 12:1-2

Mendoakan pemimpin

Pernahkah kita mendoakan para pemimpin kita? Baik pemimpin negara,
masyarakat, atau gereja? Mari kita mendoakan mereka dengan
menggunakan mazmur ini.

Doa ini dipanjatkan dalam ibadah sebelum raja berangkat berperang
melawan musuh. Tugas raja adalah menyejahterakan rakyatnya dan
menjaga bangsanya dari musuh yang mengancam kedaulatan wilayahnya.
Keduanya saling berkaitan. Aman dari musuh adalah konteks untuk
pembangunan kesejahteraan rakyat.

Seorang imam mungkin melantunkan ayat 2-5, disusul dengan seruan
jemaat di ayat 6, lalu kembali imam (7-9), dan diakhiri secara
bersama-sama (10). Kesatuan doa ini terlihat. Ungkapan yang senada
memulai (2a) dan mengakhiri (10b) doa ini. Nama Allah (2b, 6b, 8b)
menjadi sandaran yang kokoh bagi kemenangan raja (6a, 7a, 10a).
Kekuatan raja berasal dari surga (3, 5) karena Allah telah memilih
dan mengurapi dia (7). Raja telah menjaga relasi kudusnya dengan
Allah (4) serta tidak bersandar pada kekuatan pasukan perangnya
(8a), padahal itulah yang lazim dijadikan pegangan raja-raja yang
tidak mengenal Allah! Kemenangan pasti menjadi milik orang yang
bersandar penuh kepada Allah (9).

Bagaimana mendoakan pemimpin kita? Konteks sekarang bukanlah
peperangan melainkan kesejahteraan rakyat. Kita harus yakin bahwa
para pemimpin kita adalah mereka yang Allah pilih untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang adil dan menyejahterakan
rakyat. Ingat, kita ikut andil memilih mereka dalam pemilu yang
lalu. Kita perlu mendoakan agar Allah berbelas kasih pada mereka
dan mereka hidup takut akan Tuhan sehingga menjalankan tugas
dengan benar. Doa pemazmur merefleksikan kepercayaan dan dukungan
rakyat terhadap rajanya. Siapkah kita memberi kepercayaan dan
dukungan, sambil tetap bersikap kritis (8) kepada pemimpin kita?

Mazmur 20

Apa pun risikonya

Dengan mata, manusia dapat melihat segala sesuatu. Namun mata rohani
yang tertutup dosa sulit melihat kebenaran. Dalam kondisi
demikian, orang jadi lebih suka menolak dan menindas kebenaran.

Inilah yang terjadi pada pemimpin agama Yahudi. Mereka mengalami
kebutaan rohani sehingga mata hati mereka begitu gelap hingga tak
bisa melihat karya Allah yang sedang bekerja di tengah-tengah
mereka. Mereka tidak melihat dan bahkan menolak fakta kebenaran
dan kuasa murid-murid Yesus dalam bersaksi, karena mereka hanya
orang biasa dan tidak terpelajar (13). Para pemimpin agama Yahudi
juga menolak fakta yang tidak terbantahkan dan yang jelas
terbentang di depan mereka, yaitu bahwa orang yang lumpuh sejak
lahir itu telah sembuh total secara ajaib. Padahal semua fakta itu
menunjukkan bahwa Yesus hidup dan saat itu bekerja melalui Roh
Kudus-Nya.

Kebencian terhadap Yesus, kekerasan hati, dan kebutaan mata rohani
menghalangi mereka untuk melihat kebenaran itu. Akibatnya, mereka
hanya bisa terheran-heran akan kuasa dan keberanian Petrus dan
Yohanes dalam melakukan mukjizat. Bukannya menerima kebenaran,
mereka malah memberikan intimidasi agar kebenaran tentang Yesus
tidak tersebar semakin luas (17).

Menghadapi intimidasi Mahkamah Agama, Petrus dan Yohanes memilih untuk
menaati Allah, apa pun risikonya. Karena tidak mungkin bagi mereka
untuk tidak bersaksi tentang apa yang mereka telah lihat dan
dengar mengenai Tuhan Yesus, yang menyelamatkan orang yang percaya
kepada-Nya.

Pilihan untuk menaati Allah di tengah lingkungan yang tidak mengenal
Kristus memang tidak mudah. Bisa jadi malah mengundang risiko.
Namun kita harus teguh pada iman kita karena hidup kita sudah
ditebus dan harganya telah lunas dibayar oleh curahan darah
Kristus di kayu salib. Karena itu kita sudah menjadi milik Kristus
sepenuhnya. Maka seharusnyalah tak ada kompromi dan tak ada lagi
pikir-pikir bila pilihannya adalah meninggalkan Kristus. Meski
nyawa risikonya, Kristuslah yang harus kita pilih, bukan yang
lain!

Kisah Para Rasul 4:13-22

Kamis, 16 Juni 2011

Lebih dari yang diminta

Apakah yang bisa diperbuat oleh seorang laki-laki yang lumpuh -sejak
lahir- untuk menghidupi dirinya? Hanya mengemislah cara yang
paling mudah. Terlebih pada zaman para rasul, mungkin belum ada
yang terpikir untuk memfasilitasi orang cacat dalam menggali dan
mengembangkan potensi dirinya agar ia mampu hidup mandiri, tanpa
mengharapkan belas kasihan orang lain.

Orang lumpuh dalam perikop ini menempati posisi yang strategis untuk
meminta-minta, yaitu dekat pintu gerbang Bait Allah (2). Di situ
ia akan dilihat dan dilalui oleh orang-orang yang akan masuk dan
keluar Bait Allah. Tentu tidak sedikit dari antara orang yang lalu
lalang itu berharap mendapat belas kasihan Allah bila mereka
memberi sedekah kepada orang miskin.

Petrus dan Yohanes yang datang ke Bait Allah menjelang waktu
sembahyang (1) juga menjadi sasaran si orang lumpuh itu (3).
Sempat terbersit harapan di hati si orang lumpuh bahwa kedua orang
yang datang ke Bait Allah itu akan memberikan sedekah kepada dia
(4-5). Namun kedua orang itu justru mengatakan bahwa mereka tidak
memiliki harta.

Apa yang terjadi kemudian ternyata melebihi harapan si orang lumpuh
itu. Bila sebelumnya ia hanya mengharapkan uang sedekah dari
Petrus dan Yohanes, tetapi ternyata ia menerima sesuatu yang jauh
lebih baik, yaitu kesembuhan (6-8)! Sungguh menakjubkan. Tentu tak
terlintas sedikit pun di dalam pikirannya, bahwa suatu saat ia
akan bisa bangkit, berdiri, lalu melompat-lompat (8). Mungkin tak
pernah ada harapan itu. Ia hanya bisa pasrah dengan keadaannya dan
hidup berdasarkan fakta yang menyakitkan itu.

Situasi dan kondisi yang menekan kadang kala membuat kita tak berani
berharap. Akibatnya kita hidup dalam keadaan pasrah yang pasif,
menerima keadaan tetapi tanpa iman dan pengucapan syukur. Padahal
Tuhan menyediakan dinamika dan sukacita hidup yang luar biasa,
bila kita mau berjalan dalam iman. Karena itu jangan takut meminta
kepada Tuhan. Bukan tidak mungkin Ia akan memberikan jawaban yang
jauh lebih indah daripada yang kita harap dan doakan.

Kisah Para Rasul 3:1-10

LATIHAN GANDA

Untuk menurunkan berat badan dan menjaga kebugaran, orang biasanya
memadukan dua latihan. Latihan pasif: menahan diri dengan mengikuti
pola makan tertentu. Latihan aktif: berolahraga untuk membakar
kalori dan lemak yang berlebihan.

Begitu juga dengan ibadah atau disiplin rohani. Ada yang aktif,
yaitu disiplin keterlibatan, sesuatu yang kita lakukan; dan ada yang
pasif, yaitu disiplin berpantang, sesuatu yang kita hindari. Ini
berkaitan dengan jenis dosa yang kita hadapi. Ada dosa pelanggaran,
yaitu secara aktif melanggar perintah Tuhan (1 Yohanes 3:4). Ada
dosa pengabaian, yaitu secara pasif melalaikan perbuatan baik yang
semestinya kita lakukan (Yakobus 4:17).

Bagaimana disiplin rohani itu dapat bermanfaat bagi kita? Secara
umum, menurut John Ortberg, ketika kita bergumul dengan suatu dosa
pengabaian, kita akan tertolong melalui disiplin keterlibatan.
Sebaliknya, ketika kita bergumul dengan suatu dosa perbuatan, kita
akan tertolong melalui disiplin berpantang. Sebagai contoh, jika
kita cenderung murung, kita akan tertolong dengan berlatih merayakan
kehidupan ini. Apabila kita bergumul melawan keserakahan, kita akan
tertolong dengan berlatih memberi. Sebaliknya, jika kita rentan
bergosip, kita akan tertolong dengan berlatih menutup mulut. Apabila
kita suka melebih-lebihkan sesuatu, kita akan tertolong dengan
berlatih berbicara secara jujur.

Disiplin rohani tidak lain ialah sarana untuk mencapai tujuan.
Tujuannya: kehidupan rohani yang sehat sehingga kita menjadi bugar;
baik dalam hidup yang sekarang maupun dalam hidup yang akan datang
--ARS

JANGAN MENCOBA MELAWAN KEGELAPAN
TANPA MENYALAKAN TERANG

1 Timotius 4:6-10

Rabu, 15 Juni 2011

BUTUH DUA ORANG

Selalu dibutuhkan dua orang untuk bertengkar", demikian kata
sebuah pepatah lama. Benar, ketika ada dua pihak yang sama-sama
berniat memperebutkan "kemenangan pribadi", maka pertengkaran pun
"sukses" diciptakan. Padahal, jika salah seorang mau menyadarkan
dirinya untuk berhenti memusatkan perhatian pada masalah dan
mengarah pada pencarian solusi, maka pertengkaran takkan berpanjang
umur. Sebuah fakta yang kerap "tertutupi" saat dua orang terlibat
adu argumentasi atau perselisihan.

Para gembala ternak Abraham dan Lot juga pernah bertengkar dan
berkelahi karena ladang dan air untuk menggembala tidak cukup bagi
mereka (ayat 6, 7). Maka, masalah itu diteruskan kepada Lot dan
Abraham. Sangat wajar jika kemudian mereka "meneruskan" pertengkaran
tersebut, sebab masing-masing bisa merasa punya hak yang patut
dipertahankan. Syukurlah, Abraham mampu mengendalikan dirinya dan
melihat bahwa kekerabatannya dengan Lot-lah yang harus dipertahankan
(ayat 8). Itu sebabnya ia memilih untuk segera menghentikan
pertengkaran dengan cara mengalah.

Kita belajar dari Abraham bahwa saat hamba-hambanya bertengkar,
Abraham tak berpikir pesimis, "Ah, mungkin hubunganku dengan Lot
harus berakhir di sini." Sebaliknya, ia melihat bahwa Lot tetaplah
kerabatnya sampai kapan pun. Itu sebabnya ia menujukan pikirannya
pada "apa yang bisa dilakukan supaya hubungannya dengan Lot tak
sampai terputus". Maka, keputusan dan tindakannya bukan lagi
didasarkan pada emosi sesaat, melainkan pada kebijaksanaan yang
bermanfaat. Kiranya Tuhan memberi kita hikmat seperti ini, ketika
sebuah pertengkaran diperhadapkan pada kita --AW

KETIKA BERTENGKAR, JANGAN BERPIKIR MENGAKHIRI HUBUNGAN
PIKIRKAN SEGALA CARA UNTUK MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN

Kejadian 13:1-9

Gereja yang bertumbuh

Gereja yang sehat adalah gereja yang bertumbuh secara kuantitas dan
kualitas. Secara kuantitas, gereja mula-mula hanya 120 orang (Kis.
1:15), setelah Pentakosta jumlah mereka bertambah 3000 jiwa (Kis.
2:41).

Kita akan belajar ciri-ciri gereja yang bertumbuh. Pertama, penekanan
terhadap firman Tuhan (42). Mereka bertekun dalam pengajaran
rasul-rasul. Jemaat mula-mula menempatkan firman Tuhan (pengajaran
rasul-rasul) sebagai fondasi dari kehidupan mereka berjemaat.
Gereja tidak akan mengalami pertumbuhan jika mimbar hanya
berisikan ajaran moral atau kata-kata motivasi dari manusia.

Kedua, adanya persekutuan yang indah (42). Persekutuan jemaat
mula-mula ditunjukkan dengan sering berkumpul (42), bersatu,
saling menolong (44-45), dan makan bersama (46). Mereka melakukan
semua ini dengan gembira, tulus hati, dan sambil memuji Allah
(46). Tanpa persekutuan, gereja tidak bisa bertumbuh. Di dalam
persekutuan kita dapat saling memberi dan menerima karena ada
banyak orang yang membutuhkan kasih dan perhatian kita.

Ketiga, mengadakan Perjamuan Kudus (42, 46). Istilah "memecah-mecahkan
roti" bisa menunjuk pada makan roti biasa (Luk. 24:30), tetapi
bisa juga menunjuk pada Perjamuan Kudus (Luk. 22:19; Kis. 20:7).
Keempat, bertekun dalam doa (42). Tanpa persekutuan doa, gereja
tidak mungkin bisa maju, karena Tuhan yang memberi pertumbuhan.
Tanpa doa berarti kita mengandalkan kekuatan kita sendiri. Dan apa
yang dilakukan gereja perdana menghasilkan dampak, mereka disukai
semua orang dan gereja bertumbuh (47).

Bagaimana dengan gereja kita? Apakah memiliki ciri yang sama dengan
gereja mula-mula? Ingat, kehidupan bergereja tidak cukup hanya
dengan '4-D' (datang, duduk, diam -dengar firman Tuhan-, dan
duit-persembahan). Sangat baik jika kita menyediakan waktu untuk
berbagi hidup dengan saudara seiman sebelum dan sesudah kebaktian.
Akan lebih baik bila kehadiran gereja membawa dampak yang baik
bagi masyarakat.

Kisah Para Rasul 2:41-47

Selasa, 14 Juni 2011

IMAN YANG BESAR

Dapatkah Anda membayangkan bagaimana rasanya dikagumi oleh orang
besar, misalnya seorang presiden? Wah, tentu kita merasa sangat
tersanjung! Lalu, bagaimana jika Allah Sang Putra Yesus Kristus
mengagumi manusia? Rasanya belum pernah terdengar, bukan?

Perhatikan kisah ini. Ada perwira Romawi yang menjadi penguasa di
Kapernaum. Ia baik hati, suka berderma, dan memperhatikan
kesejahteraan rakyat yang dijajahnya. Sekalipun menurut orang Yahudi
ia dianggap kafir, ia bermurah hati membangun rumah ibadah Yahudi.
Ketika pembantunya sakit keras, ia sangat gelisah. Padahal, pembantu
pada zaman itu identik dengan budak dan biasanya bukan warga Romawi.
Diutusnya para pemuka Yahudi untuk memohon pertolongan Yesus hingga
mereka pun memaksa Yesus menolong si perwira, sebab ia penguasa yang
berjasa.

Perwira ini menyadari ketidaklayakannya. Karena itu, ia yakin bahwa
jika Yesus mau menyembuhkan, Dia tak perlu datang ke rumahnya.
Sebab, dari jauh Yesus bisa memerintahkan kuasa-Nya untuk
menyembuhkan (ayat 6-8). Mungkinkah perwira ini meyakini bahwa Yesus
adalah Mesias, penguasa surga yang sedang melawat dunia? Ketika umat
Israel masih memperdebatkan apakah Yesus utusan Allah atau penyesat,
perwira ini membuat Yesus tercengang. Yang dianggap kafir justru
memiliki iman yang jauh lebih besar daripada orang yang menganggap
dirinya umat pilihan Allah.

Milikilah iman sang perwira. Ia merendahkan diri, menyadari
ketidaklayakannya di hadapan Yesus. Namun, ia sangat meyakini
ketuhanan dan kebesaran Yesus. Ia mempercayai Yesus dengan sepenuh
hatinya. Tuhan senang melihat iman seperti ini --SST

BERIMAN KEPADA YESUS BERARTI MENYADARI KETIDAK LAYAKAN KITA
DAN MEMERCAYAI KEBESARAN-NYA YANG NYATA

Lukas 7:1-10

Merespons firman Tuhan

Ada banyak respons ketika jemaat mendengar kebenaran firman Tuhan. Ada
yang marah, tersinggung, acuh tak acuh, atau merasa tertusuk
hatinya hingga tidak mau ke gereja lagi. Namun ada juga yang
menerima firman dengan kerendahan hati.

Perikop hari ini merupakan lanjutan dari khotbah Petrus.Di dalam
khotbahnya, Petrus menyinggung dosa orang banyak terhadap Yesus.
Sambil menunjuk orang banyak itu, Petrus dua kali berkata dengan
tegas, "Yesus dari Nazaret... telah kamu salibkan dan kamu bunuh"
(22-23) dan "...Yesus, yang kamu salibkan itu, ..." (36). Petrus
bukan hanya menekankan dosa, ia juga memberitakan kabar baik bahwa
Yesus adalah Tuhan dan Mesias sehingga yang percaya kepada-Nya
akan diselamatkan.

Bagaimana respons orang banyak? Positif. Hati mereka terharu (35).
Kata 'terharu' lebih tepat jika diterjemahkan dengan
'tertusuk/tersayat/teriris'. Petrus telah membukakan mata mereka
akan dosa mereka, yaitu menyalibkan Yesus yang adalah Mesias.
Mereka pun menjadi sedih dan kesedihan akan dosa adalah awal
pertobatan.

Kedua, taat terhadap firman Tuhan. Mereka bertanya: "Apakah yang harus
kami perbuat...? (37). Pertanyaan ini adalah respons mereka
terhadap suara Roh Kudus. Orang banyak itu menerima dan menaati
firman Tuhan. Mereka ingin berbuat sesuatu sebagai bentuk ketaatan
terhadap firman Tuhan yang mereka dengar.

Petrus kemudian memberi perintah dan janji. Mereka harus bertobat
(38), memberi diri untuk diselamatkan (40b) dan dibaptis dalam
nama Yesus Kristus (38). Sesuai janji Tuhan Yesus, mereka akan
menerima pengampunan dosa dan karunia Roh Kudus (38).

Kebenaran firman Tuhan memang keras buat hati yang berdosa. Namun saat
diterima dengan penyesalan dan pertobatan, firman Tuhan membawa
kedamaian dan sukacita. Buat kita yang merasa ditegur oleh firman
Tuhan, jangan marah kepada yang memberitakan firman. Jangan juga
berontak, melainkan bertobatlah. Juga jangan ragu memberitakan
firman kepada orang lain agar mereka pun beroleh kesempatan
ditegur dosanya dan bertobat.

Kisah Para Rasul 2:29-40

Senin, 13 Juni 2011

Fitnah dibalas kebenaran

Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Fitnah adalah pembunuhan
karakter. Pernahkah Anda difitnah orang? Bagaimana merespons
fitnahan? Marah, ingin balas dendam, atau tetap dengan kasih,
tetapi tegas mengatakan kebenaran? Pilihan terakhirlah yang
diambil oleh Petrus dan para rasul.

Kadang kala memang berdiam diri tidak menjawab fitnahan itu lebih
baik, seperti yang dicontohkan Tuhan Yesus. Namun jika tuduhan itu
bisa merusak berita Injil, maka kita tidak boleh berdiam diri.
Petrus menyatakan bahwa dirinya dan para rasul yang lain tidak
mabuk (15). Petrus juga menyatakan bahwa yang terjadi pada mereka
adalah penggenapan nubuat nabi Yoel (16-21) tentang janji
pencurahan Roh Kudus kepada semua orang percaya.

Kebenaran berikut yang dipaparkan Petrus adalah Injil (22-28). Dengan
hikmat Tuhan, Petrus menggunakan fitnahan atau tuduhan itu sebagai
kesempatan untuk menyampaikan kebenaran Injil kepada orang banyak.
Ini menunjukkan bahwa Petrus mengasihi mereka. Dua hal penting
yang Petrus tekankan dalam pemberitaan Injil adalah tentang dosa
dan tentang Yesus. Petrus membeberkan dosa-dosa yang telah mereka
perbuat, yaitu menyalibkan dan membunuh Yesus yang tidak bersalah.
Orang banyak itu pasti merasa bersalah terhadap fakta yang
disampaikan Petrus. Namun Petrus tidak membiarkan mereka terus
hidup di dalam rasa bersalah. Petrus menyampaikan kabar baik
kepada mereka, bahwa jika mereka mau bertobat, yaitu berseru
kepada nama Yesus maka mereka akan diselamatkan (21). Petrus lalu
menjelaskan tentang siapa Tuhan Yesus. Yesus yang dimaksudkan
Petrus adalah Yesus dari Nazaret, bukan Yesus yang lain (22).
Yesus yang mati, tetapi kemudian bangkit mengalahkan kuasa maut
(23-24) seperti yang telah dinubuatkan oleh Daud (25-28).

Fitnah dapat menjadi kesempatan bagi kita untuk mengatakan kebenaran
sekaligus untuk berbagi kebenaran Injil. Yang penting adalah kita
memiliki sikap hati untuk mengasihi orang berdosa dan kerinduan
untuk memenangkan jiwa mereka.

Kisah Para Rasul 2:14-28

SEKOLAH PADANG GURUN

Eric Wilson, seorang dosen, ingin hidup lebih bahagia. Berbagai
cara dicobanya. Ia membaca berbagai buku, mencoba banyak tersenyum,
mengucapkan kata-kata positif, dan menonton film komedi. Semuanya
tidak menolong. Akhirnya, ia mengarang buku berjudul Against
Happiness (Melawan Kebahagiaan). Menurutnya, kebahagiaan tidak bisa
dikejar atau dibuat. Ia akan muncul sendiri setelah kita berhasil
menghadapi persoalan sulit, ketidakpuasan, bahkan penderitaan. Jadi,
jalan untuk mencapai kebahagiaan ialah harus melalui kesulitan!

Musa menghabiskan masa mudanya di istana Firaun. Hidupnya nyaman,
tetapi tidak bahagia. Suatu saat, datanglah jalan yang sulit.
Setelah membunuh seorang Mesir, Musa ketakutan lalu melarikan diri
ke padang gurun. Hidupnya berubah drastis. Dulu serbaada, kini serba
tidak punya. Anak raja Mesir itu kini hanyalah seorang pendatang di
gurun Midian. Namun, di padang gurun itu justru Musa belajar banyak
tentang kesendirian; tentang kerasnya kehidupan gurun; tentang
susahnya menghadapi orang sulit. Tanpa sadar, Tuhan menempatkan dan
menempanya di sekolah padang gurun itu untuk mempersiapkannya
menjadi pemimpin umat. Musa akhirnya berjumpa Tuhan dan menemukan
kebahagiaan ketika menjalani panggilannya.

Kebahagiaan muncul ketika kita berjuang, lalu berhasil. Oleh sebab
itu, jangan menggerutu jika Anda sedang ditempa oleh Tuhan dengan
melewati "sekolah padang gurun". Berjuanglah. Syukurilah tiap
pengalaman hidup yang sulit. Belajarlah sesuatu dari sana dengan
terus meyakini bahwa setelah "lulus" nanti, kebahagiaan menanti!
--JTI

TANPA PERJUANGAN, TIDAK ADA KEBAHAGIAAN

Keluaran 2:10-15

Minggu, 12 Juni 2011

DIMETERAI

Meterai adalah sebuah tanda yang menunjukkan kepemilikan yang sah.
Bahwa segala sesuatu yang dimeterai merupakan milik sah dari sang
pemberi meterai. Tidak ada pihak lain yang berhak merebut dan
memilikinya. Dan, sejak meterai itu diberikan, maka sang empunya
berhak, sekaligus bertanggung jawab, atas apa yang dimilikinya itu.

Ketika kita sungguh-sungguh menyatakan percaya bahwa Yesus adalah
satu-satunya Penyelamat jiwa kita, maka Tuhan memeteraikan kita
dengan Roh Kudus (ayat 13). Dengan meterai ini, kita "ditandai"
sebagai milik sah Yesus Kristus, yang berhak atas segala hal yang
disediakan Tuhan bagi kita (ayat 14). Juga yang akan menerima
pimpinan Roh untuk makin mengenal Tuhan dengan benar (ayat 17).
Bahkan diizinkan untuk melihat dan mengalami betapa hebat kuasa-Nya
(ayat 19)!

Benar, oleh meterai Roh Kudus posisi kita sudah pasti kita adalah
anak Allah! (Roma 8:16). Oleh meterai Roh Kudus, Dia tidak
membiarkan seorang pun merebut kita dari tangan-Nya (Yohanes 10:28).
Oleh meterai Roh Kudus, Tuhan memberi kita kekuatan untuk tahu
membedakan yang baik dan yang jahat agar kita hidup senantiasa
menyenangkan Dia (Galatia 5:16). Oleh meterai Roh Kudus, Tuhan
menolong kita dalam kelemahan (Roma 8:26). Oleh meterai Roh Kudus,
kita diberi Penghibur dan Pengajar yang sejati (Yohanes 14:26).

Begitu indahnya hidup yang dimeterai oleh Allah! Punya tujuan pasti,
disertai di sepanjang perjalanan, dan berujung pada akhir yang mulia
bersama-Nya. Maka, yakinilah kepemilikan-Nya. Harapkan semua yang
dijanjikan-Nya. Hiduplah sesuai kemauan-Nya --AW

HIDUP KITA DIMILIKI OLEH ALLAH
MAKA JANGAN HIDUP SEMAU SENDIRI, TETAPI SEMAU ALLAH

Efesus 1:13-19

Penekanan Pentakosta

Pentakosta pada zaman Perjanjian Baru adalah hari turunnya Roh Kudus
pada hari ke-50 setelah Paskah (kebangkitan Yesus). Pentakosta
dalam bacaan hari ini adalah Pentakosta Perjanjian Lama, yaitu
hari ke-50 setelah Paskah Israel (Ul. 16:1). Mereka memperingati
pemberian 10 Hukum Tuhan dan perayaan syukur karena panen gandum
(Ul. 16:10; Kel. 34:22). Pada hari itu orang Israel tidak boleh
bekerja (Im. 23:21; Bil. 28:26). Pentakosta Perjanjian Lama
menjadi Pentakosta Perjanjian Baru karena apa yang terjadi dalam
perikop hari ini.

Pertama, janji Tuhan digenapi, yaitu pemberian Roh Kudus (Kis. 1:4, 5,
8). Roh Kudus turun dan memenuhi umat-Nya (4). Bukan hanya
rasul-rasul yang menerima Roh Kudus, semua orang percaya juga
menerima Roh Kudus.

Kedua, penekanan dari Pentakosta adalah pemberitaan Injil. Tidak
sedikit gereja atau hamba Tuhan yang memaknai Pentakosta dengan
bahasa roh. Padahal Kisah Para Rasul 1:8 menegaskan bahwa Roh
Kudus diberikan supaya mereka memiliki kuasa untuk menjadi saksi
Kristus. Roh Kudus yang menyebabkan para rasul itu bisa berbicara
dalam bahasa-bahasa asing, bertujuan supaya para pendatang dapat
mendengar berita Injil mengenai perbuatan besar yang dilakukan
Allah (11). Setelah mereka mendengar Injil dan kembali ke negara
masing-masing, mereka menyebarkan Injil yang telah mereka dengar.

Ketiga, dalam memberitakan Injil kita harus siap terhadap reaksi
negatif pendengar (13). Ada sebagian yang bukan saja menolak
Injil, tetapi juga mengejek orang yang memberitakan Injil.

Saat memperingati Pentakosta kini, kita tidak lagi menantikan Roh
Kudus datang, tetapi mengucap syukur atas kehadiran-Nya dalam
hidup kita. Dia hadir untuk membimbing kita dalam memenuhi
panggilan kita, yaitu memberitakan Injil. Maukah kita taat pada
panggilan-Nya dan dengan kuat kuasa-Nya pergi memberitakan Injil?

Kisah Para Rasul 2:1-13

Jumat, 10 Juni 2011

Gak Nyambung..

Ucup dan Acep baru punya handphone.

Ucup : "Cep ngapain lho megangin pager rumah?"
Acep : "Ini Cup, gw lagi mau isi pulsa..."
Ucup : "Eh, ape hubunganye nempel di pager ama isi pulsa Cep? Telpon operator aje. Susah amat sih."
Acep : "Itu die masalahnye,dari tadi gue disuruh operator tekan pager, nah gue sudah tekan pager berkali-kali kok kagak bisa juga. Ampe bonyok neh jempol gue."
Ucup : "Gue lebih parah coy."
Asep : "Emang elu kenape?"
Ucup : "Gue malah disuruh mencet bintang."

------------------
Sending from My Genio Corby..Gbu
What colour is your life?
hosana11.blogspot.com
GO GREEN
\(^o^)/

Kamis, 09 Juni 2011

TAK AKAN BERKEKURANGAN

Sekitar tahun 1964, perekonomian Indonesia mengalami keterpurukan.
Meski demikian, sepasang suami istri masih mengulurkan tangan untuk
menolong orang yang lebih tak berpunya. Di rumah kontrakan mereka
yang sangat sederhana, mereka masih menampung sebuah keluarga untuk
sama-sama tinggal di situ. Sampai-sampai, mereka sendiri harus tidur
berdesakan dengan sepuluh anak mereka dalam sebuah kamar. Namun,
Tuhan memelihara mereka. Dan kini, setelah berpuluh tahun kemudian,
anak-anak mereka memiliki kehidupan ekonomi yang jauh lebih baik.

Pada zaman Elia, Tuhan bertitah tidak akan menurunkan hujan ke tanah
Israel selama 3 tahun 6 bulan. Air di sungai pun menjadi kering. Tak
heran, si janda Sarfat hanya memiliki sedikit tepung dan minyak
untuk ia dan anaknya. Namun, karena ketaatannya kepada Tuhan dengan
memberikan makanan bagi Elia, sang nabi, Tuhan memelihara hidup sang
janda dan anaknya selama masa kekeringan.

Kita terkadang berpikir bahwa kita mesti menjadi kaya lebih dulu
untuk dapat menolong orang lain. Namun, banyak orang sulit merasa
dirinya cukup sehingga ia dapat menolong orang lain, sebab pada
dasarnya manusia selalu merasa tidak puas dan berkekurangan.
Sebaliknya, hati yang mau memberi dan menolong orang lain
sesungguhnya tidak pernah bergantung dari berapa banyak yang
dimiliki. Sebab tindakan ini lahir dari hati yang mau taat dan
mengasihi Tuhan. Dan jangan khawatir, Tuhan akan memelihara
orang-orang yang mengasihi Tuhan sedemikian dalam sehingga kita tak
akan berkekurangan --VT

MEMBERI BUKAN HANYA KARENA KITA SUDAH BERLEBIH
NAMUN KARENA KASIH TUHAN SELALU HARUS DIBAGI

1 Raja-raja 17:8-16

Kesempatan untuk menjadi saksi

Philip Yancey, dalam bukunya "Bukan Yesus yang Saya Kenal", mencoba
menjawab pertanyaan tentang yang dilakukan Yesus setelah naik ke
surga. Mungkin kita akan menjawab bahwa Yesus naik ke surga untuk
menerima kemuliaan dan duduk kembali di takhta suci-Nya. Itu
benar, tetapi menurut Yancey, tak hanya itu. Kenaikan Yesus
memberikan kesempatan bagi orang percaya untuk menjadi saksi-Nya.

Dalam perikop ini kita belajar tentang tugas, kuasa, dan jangkauan
seorang saksi Tuhan. Tugas saksi Tuhan adalah memberitakan
kebenaran tentang Tuhan Yesus. Bukan tentang gereja, tentang diri
sendiri, atau tentang keunggulan faham teologis yang yang kita
anut. Tugas menjadi saksi merupakan tugas semua orang Kristen,
bukan hanya rohaniwan. Jemaat pun harus memberitakan Injil (lihat
Kis. 8:1b, 4).

Tugas menjadi saksi tidaklah mudah. Maka Tuhan Yesus memberikan
'kuasa' (Yunani: dunamis, yang berarti kekuatan yang besar). Kuasa
itu berasal dari Roh Kudus. Jadi kemampuan dalam bersaksi bukan
berasal dari kefasihan berbicara atau metode yang kita pakai.

Jangkauan seorang saksi adalah seluruh pelosok bumi. Para murid
menganggap bahwa kerajaan Allah terbatas untuk bangsa Israel atau
orang-orang Yahudi saja, hal ini terlihat dari kata-kata 'kerajaan
bagi Israel' (6). Tuhan Yesus mengoreksi kesalahan mereka dengan
mengatakan bahwa mereka harus menjadi saksi, bukan hanya di
Yerusalem dan Yudea saja, tetapi juga di Samaria, dan sampai ke
ujung bumi (8). Urut-urutan tersebut menunjukkan bahwa pemberitaan
Injil tidak dibatasi hanya pada daerah-daerah tertentu, tetapi
dimulai dari tempat kita masing-masing sampai ke seluruh pelosok
bumi ini, sehingga semua orang mendengarkan Injil.

Sudahkah kita menggunakan setiap kesempatan yang Tuhan berikan untuk
bersaksi? Mari kita mulai dari 'Yerusalem' kita masing-masing,
yaitu keluarga, tempat kerja, sekolah/kampus atau lingkungan kita.
Ingat, keberhasilan dalam pemberitaan Injil bukan pada kemampuan
kita dalam berbicara, sepenuhnya bergantung kepada kuasa Roh
Kudus.

Kisah Para Rasul 1:6-11

HARTA TAK TERNILAI

Kenalan dekat saya, seorang pengusaha sukses, merintis usaha baru,
yakni persewaan alat berat pertambangan. Ia begitu menggebu dengan
usaha baru ini sebab di situ ia bagai mendulang emas. Akibatnya,
yang lama jadi tak terurus. Sayang, beberapa waktu kemudian banyak
tagihan tak dibayar, bahkan seluruh alat beratnya ditelan mitra
bisnis. Meski menang perkara, tetapi surat keputusan hakim tak punya
kekuatan menghadapi preman. Ia pun frustrasi, menyesal, marah.

Saya mengingatkannya akan masa kecilnya yang miskin dan tak punya
apa-apa. Bagaimana ia merintis bisnis dari nol. Saya juga
mengingatkan janji Tuhan dalam Mazmur 37:6. Baru kemudian ia
menyadari, ada harta lebih besar yang ia sia-siakan selama ini,
yakni kekuatan dan penyertaan Tuhan. Ia sadar bahwa menangisi apa
yang sudah dirampok orang hanya akan "menghabiskan" seluruh
hidupnya. Maka, ia bangkit merintis pekerjaan lamanya, mengangsur
utang di bank, dan melupakan kepahitan hatinya. Kini ia kembali
berjaya, walau dengan perjuangan. Bertahun-tahun kemudian terungkap
bahwa orang yang menipunya dulu, kini dipenjarakan sebagai koruptor
besar uang negara.

Harta dunia adalah titipan Tuhan. Ketika berkat datang, kita
bersukacita. Akan tetapi, ketika rugi, tertipu, bangkrut,
bagaimanakah sikap kita? Kiranya kita meneladani Ayub saat
menghadapi kemalangan, "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan
ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya, Tuhan
yang memberi, Tuhan yang mengambil" (Ayub 1:21). Janganlah hati kita
melekat pada harta. Mari berpaut pada Sang Sumber berkat, maka kita
takkan berkekurangan --SST

APABILA BERKAT DATANG, BIARLAH KITA MENJADI PENYALUR BERKAT
APABILA KEMALANGAN DATANG, PERCAYALAH TUHAN SELALU ADA DEKAT

Mazmur 37:1-24

Berita benar, sikap benar

Kebenaran objektif di dalam kekristenan bukanlah suatu spekulasi dari
keyakinan yang buta, melainkan melalui pembuktian yang sudah
dilakukan oleh ribuan bahkan jutaan orang. Alkitab memuat banyak
kebenaran objektif. Demikian juga ketika dokter Lukas menyampaikan
kebenaran Injil kepada Teofilus.

Dari perikop ini kita dapat mempelajari tiga prinsip dalam
memberitakan kebenaran objektif dari Injil. Pertama, fokus berita
Injil yang benar adalah Kristus, bukan diri si pemberita. Lukas
memaparkan segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Tuhan
Yesus (1), yang mencakup ajaran-Nya, mukjizat-Nya, tindakan
kasih-Nya, serta kematian dan kebangkitan-Nya. Berita Injil yang
diberitakan Lukas berpusat kepada Pribadi Kristus dan karya-Nya.

Kedua, isi berita Injil yang benar adalah Yesus yang telah mati dan
bangkit. Lukas memaparkan fakta bahwa Yesus sunguh-sungguh hidup
(3). Selama 40 hari Dia berulang-ulang menampakkan diri dan
berbicara tentang Kerajaan Allah kepada para murid. Bahkan Ia juga
makan bersama-sama mereka. Kematian dan kebangkitan Yesus penting
dalam pemberitaan Injil karena fakta inilah yang membedakan Yesus
dari para pemimpin dunia/agama lainnya.

Ketiga, sikap pemberita Injil yang benar adalah taat. Murid-murid
disuruh menantikan janji Bapa karena sebentar lagi mereka akan
berjuang dalam tugas pemberitaan Injil (4). Tuhan Yesus menyuruh
mereka menunggu supaya kesatuan mereka bisa terlihat dengan
menerima Roh Kudus bersama-sama. Di samping itu dengan menunggu,
murid-murid diajar taat. Ketaatan adalah penting bagi pemberita
Injil. Bagaimana mungkin kita menyuruh orang menerima Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat, kalau kita sendiri tidak taat
kepada Dia?

Sudahkah kita taat pada panggilan Allah untuk memberitakan Injil?
Bagaimana cara dan upaya kita dalam memberitakan Injil? Siapakah
yang kita beritakan, diri sendiri atau Tuhan Yesus yang mati dan
sudah bangkit? Ingatlah bahwa pemberitaan Injil harus dilakukan
sesuai dengan firman-Nya. Jangan sampai kita mencuri kemuliaan
Allah!

Kisah Para Rasul 1:1-5

Rabu, 08 Juni 2011

KYRIE ELEISON

Lagu gereja bertema memohon belas kasihan Tuhan dikenal dengan
istilah Kyrie Eleison, yang berarti "Tuhan kasihanilah". Lagu ini
biasanya dinyanyikan saat umat memohon belas kasihan Tuhan dalam
tata ibadah pengampunan dosa.

Penulis Mazmur 6 pun tengah memohon belas kasihan Tuhan. Alasannya,
karena ia merana (ayat 3). "Merana" diterjemahkan dari bahasa Ibrani
umlal yang berarti "lemah atau rentan". Pemazmur mengakui kelemahan
dan kerentanan dirinya dalam menghadapi orang-orang yang hendak
melakukan kejahatan terhadapnya (ayat 9). Itulah sebabnya ia
mengeluh dan menangis sepanjang malam (ayat 7, 9). Yang menarik
adalah bahwa dalam situasi seperti itu, pemazmur pertama-tama tidak
merancang strategi A, atau B, atau C. Hal yang ia lakukan
pertama-tama adalah melibatkan Tuhan dalam situasinya dan mengakui
kerentanannya sendiri. Ia membawa persoalannya kepada Allah yang
walaupun bisa menghukum dan bisa marah (ayat 2), juga ia yakini
penuh kasih setia (ayat 5) serta sedia mendengar keluhan; rintihan
orang yang lemah dan dijahati sesamanya (ayat 9, 10). Bagi pemazmur,
Allah bukan ada di awang-awang. Allah adalah Pribadi yang nyata
melakukan pembelaan dan menolong mereka yang umlal, yang lemah dan
rentan.

Apakah saat ini hati Anda sedang sakit, sedih, dan perlu
pertolongan? Apakah hidup Anda sedang diimpit permasalahan dan
kesukaran, dan Anda merasa merana sendiri? Jika Anda sedang resah,
datanglah kepada Allah dan dengan jujur memohon: "Kyrie Eleison ...
Tuhan kasihanilah ... aku orang lemah. Engkaulah harapan dalam
menghadapi keresahanku ini." Anda tidak sendirian! --DKL

HATI TUHAN TERARAH kePADA HATI SETIAP ORANG
TERUTAMA kePADA HATI YANG SEDANG TERLUKA

Mazmur 6

Iman yang melampaui keterbatasan

Iman yang Tuhan berikan kepada Abraham agar mempunyai kekuatan untuk
meninggalkan kemapanan kaum keluarganya di Haran, tampak
meninggalkan pola yang sangat jelas dalam sikap Abraham terhadap
kemapanan dan harta benda. Pertama, Abraham adalah orang yang
sangat murah hati dalam memberi. Sikap ini terlihat jelas dalam
sikapnya terhadap Lot dan Abimelekh. Kedua, Abraham sangat
berhati-hati dalam menerima pemberian agar jangan sampai berkat
dan pemeliharaan Tuhan jadi tersamarkan (bdk. Kej. 14:22-24).
Kedua sikap ini menunjukkan kesungguhan mentalnya sebagai orang
beriman. Di tengah ketidakpastian hidup, ia tetap menggantungkan
seluruh keberadaannya kepada Tuhan.

Dalam kisah wafatnya Sara, sikap Abraham berbicara banyak tentang
siapa dia serta perjalanan imannya di hadapan Allah. Sebagai
nomaden yang masih mengharapkan Tanah Perjanjian, Abraham tidak
memiliki sebidang tanah pun untuk menguburkan istrinya. Padahal
menurut kebiasaan Timur, seorang yang meninggal akan dikuburkan di
makam keluarganya. Iman yang telah terbentuk membuat Abraham
menolak makam yang akan diberikan kepadanya secara gratis (6),
tampaknya dengan alasan yang sama dengan Kejadian 14:22-24. Malah
pada akhirnya ia dengan murah hati membeli seluruh ladang milik
Efron. Walaupun awalnya ia hanya berniat membeli gua Makhpela yang
terletak di dalam ladang itu dengan membayar harga yang sangat
tinggi.

Jumlah ayat yang digunakan untuk mengisahkan proses yang dilalui
Abraham untuk menguburkan Sarah dibandingkan dengan ayat-ayat yang
mengisahkan kematian dan penguburan menunjukkan bahwa Abraham
tidak lagi menengok ke belakang, kepada kaum keluarga yang telah
ia tinggalkan, tetapi ia menatap ke depan, kepada saat di mana
ladang ini akan menjadi petak pertama dari negeri yang kelak akan
dimiliki keturunannya. Walaupun usia semakin uzur dan kematian
jelas-jelas menghadang di depan, iman Abraham mampu melihat
melampaui keterbatasan umurnya.

Kejadian 23:1-20

Selasa, 07 Juni 2011

Kualitas orang beriman

Hidup di tengah orang asing tidaklah mudah, apalagi pada masa Abraham
ketika komunikasi jauh lebih terbatas. Sebab itu Abraham hanya
memiliki akses yang terbatas pada perkembangan keluarga dan kaum
kerabatnya. Di dalam perikop ini, setelah puluhan tahun Abraham
meninggalkan keluarga besarnya baru dikisahkan lagi perkembangan
keluarganya. Nahor, satu-satunya saudara laki-lakinya yang masih
hidup (Kej. 11:27-29), telah mempunyai 12 orang anak laki-laki; 8
orang anak berasal dari istrinya yang masih keluarganya dan 4
orang anak berasal dari gundiknya.

Ayat 21 menerangkan bahwa dari keluarga besar inilah akan dilahirkan
orang-orang Aram. Poin penting dari perikop ini adalah perannya
sebagai latar bagi kelanjutan kisah keluarga Abraham. Di dalam
perikop sebelumnya, kita mendapati sebuah konfirmasi bagaimana
Abraham dalam kehidupan imannya berulang kali menunjukkan ketaatan
yang luar biasa dan kesigapan untuk bertindak dengan bergantung
sepenuhnya kepada Allah.

Abraham telah melihat cara hidup bangsa-bangsa yang tidak mengenal
Allah, tetapi ia telah menerima janji Allah bahwa keturunannya
akan menjadi bangsa yang besar dan menjadi berkat bagi semua
bangsa di bumi (Kej. 22:17-18). Dan bagian dari paket panggilan
itu adalah untuk menjadi berbeda dari orang-orang di sekitarnya.
Sebagai ayah, tugas Abraham adalah untuk meneruskan proses estafet
panggilan dan pembentukan jati diri sebagai orang beriman itu
kepada anaknya, Ishak, yang juga telah menunjukkan kualitas
sebagai seorang beriman (Kej. 22:1-19). Sebagai seorang yang telah
ditebus, Ishak akan menjadi penerus perjanjian Allah dengan
Abraham. Sebagai ayah, Abraham akan memastikan bahwa sang penerus
perjanjian ini akan mendapatkan pasangan yang terbaik, yang
berkenan kepada Allah, dan yang akan dipakai Allah juga untuk
meneruskan garis keturunan perjanjian ini. Karena alasan-alasan
inilah maka keturunan Nahor menjadi penting untuk dipaparkan
sebagai jembatan kepada babak berikutnya dalam kehidupan
bapak-bapak leluhur bangsa Israel ini.

Kejadian 22:20-24

Senin, 06 Juni 2011

GIGIH BERKATA YA

Sebagian orang menggambarkan kekudusan sebagai sikap antipati
  terhadap kesenangan-kesenangan tertentu. Tidak boleh menonton film,   tidak boleh menonton televisi, tidak boleh mendengarkan dan   menyanyikan lagu duniawi, tidak diperkenankan makan hidangan   tertentu. Gambaran seperti itu justru mengaburkan makna kekudusan.      Paulus menggambarkan kekudusan sebagai dua proses berkesinambungan.   Kekudusan mengandung aspek menjauhi (berkata tidak pada) sesuatu,   sekaligus mengejar (berkata ya pada) sesuatu yang lain. Karenanya,   berfokus pada aspek berkata tidak pada dosa saja tidak cukup.   Biasanya itu akan menjerat kita dalam lingkaran setan berusaha,   gagal, berusaha lebih keras, gagal, berusaha lebih keras lagi, gagal   lalu frustrasi.      Kita perlu melengkapinya dengan berkata ya pada Kristus, dengan   menaati kehendak-Nya. Bahkan, inilah seharusnya fokus utama kita.   Penyair Scott Cairns mengungkapkan, "Orang yang paling kuat di dunia   ini tidak cukup untuk menang atas dosanya sekadar dengan berkata   tidak pada dosa itu. Yang kita perlukan ialah anugerah yang   membangkitkan kekuatan disertai dengan kesediaan kita untuk berkata   ya pada sesuatu yang lain, berkata ya, dan ya, dan ya tanpa   henti-henti pada Seseorang, yaitu Kristus."      Anda bergumul dengan dosa tertentu? Tentu saja Anda perlu meminta   anugerah Tuhan agar mampu menjauhinya. Namun, mintalah pula ide dan   kekuatan untuk menemukan dan menjalankan aktivitas yang selaras   dengan kebenaran firman-Nya. Dengan demikian, perhatian Anda tidak   lagi tertuju pada dosa, melainkan terarah pada kasih dan kekudusan   Tuhan --ARS                MAKIN GIGIH KITA BERKATA YA KEPADA KRISTUS                   MAKIN JAUH KITA MENINGGALKAN DOSA    2 Timotius 2:14-26 

Tuhan yang menyediakan pengganti

"Keesokan harinya pagi-pagi" adalah sebuah frase yang berulang dalam
    kisah Abraham, sebuah kisah ketaatan Abraham bahkan di saat-saat     sulit dalam hidupnya. Ketika Tuhan berbicara, Abraham menaatinya     pada kesempatan pertama (bdk. Kej. 21:14). Di dalam narasi ini     kita melihat kisah ketaatan yang luar biasa pada kedua tokoh di     dalamnya, yaitu Abraham dan Ishak, anaknya.  Sementara Abraham dikenal sebagai Bapak Orang Beriman, di sini untuk     pertama kalinya dikisahkan ketaatan Ishak sebagai seorang dewasa.     Kita tahu bahwa Ishak sudah dewasa karena ayat 6 mengatakan     "Abraham ... memikulkannya ke atas bahu Ishak ...." Hanya lelaki     dewasa yang bahunya sudah bertumbuh kokoh yang bisa memikul barang     di atas bahunya. Ishak pada saat ini sudah berusia 20-an tahun     sementara Abraham 120-an tahun. Namun Ishak menuruti ayahnya dan     tidak melawan, kendati perjalanan berhari-hari tentu menyediakan     banyak sekali kesempatan untuk bercakap-cakap. Tentu bukan perkara     mudah bagi Abraham untuk menanggung pikiran bahwa anak tunggalnya     harus dijadikan korban bakaran, walaupun kita tahu ia berpikir     bahwa Allah akan membangkitkan Ishak kembali dari kematian (bdk.     Ibr. 11:17-19). Di sini, mereka menunjukkan kepatutan karakter     mereka menjadi leluhur orang beriman.  Di luar kelazimankah permintaan Tuhan agar Abraham mengorbankan Ishak?     Ternyata tidak. Hal itu dilakukan banyak bangsa pada masa itu     (2Raj. 3:27, bdk. Im. 18:21, Ul. 12:31, Mzm. 106:37, Yeh. 20-21).     Jadi permintaan Tuhan ini pada awalnya mungkin bukan sesuatu yang     mengejutkan Abraham, yang berasal dari lingkungan yang tidak     mengenal Tuhan. Namun elemen yang paling mengejutkan dalam kisah     ini justru ada di ayat 13-14, mengenai penyediaan korban pengganti     untuk anak yang seharusnya mati. Di sinilah kita temukan kisah     penebusan yang otentik dari Tuhan, yang tidak dikenal oleh     bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan-yang-hidup,     Tuhan-yang-menyediakan-pengganti dan Tuhan-yang-menggantikan.     Terpujilah nama Tuhan!      Kejadian 22:1-19 

Tuhan yang menyediakan pengganti

"Keesokan harinya pagi-pagi" adalah sebuah frase yang berulang dalam
kisah Abraham, sebuah kisah ketaatan Abraham bahkan di saat-saat
sulit dalam hidupnya. Ketika Tuhan berbicara, Abraham menaatinya
pada kesempatan pertama (bdk. Kej. 21:14). Di dalam narasi ini
kita melihat kisah ketaatan yang luar biasa pada kedua tokoh di
dalamnya, yaitu Abraham dan Ishak, anaknya.

Sementara Abraham dikenal sebagai Bapak Orang Beriman, di sini untuk
pertama kalinya dikisahkan ketaatan Ishak sebagai seorang dewasa.
Kita tahu bahwa Ishak sudah dewasa karena ayat 6 mengatakan
"Abraham ... memikulkannya ke atas bahu Ishak ...." Hanya lelaki
dewasa yang bahunya sudah bertumbuh kokoh yang bisa memikul barang
di atas bahunya. Ishak pada saat ini sudah berusia 20-an tahun
sementara Abraham 120-an tahun. Namun Ishak menuruti ayahnya dan
tidak melawan, kendati perjalanan berhari-hari tentu menyediakan
banyak sekali kesempatan untuk bercakap-cakap. Tentu bukan perkara
mudah bagi Abraham untuk menanggung pikiran bahwa anak tunggalnya
harus dijadikan korban bakaran, walaupun kita tahu ia berpikir
bahwa Allah akan membangkitkan Ishak kembali dari kematian (bdk.
Ibr. 11:17-19). Di sini, mereka menunjukkan kepatutan karakter
mereka menjadi leluhur orang beriman.

Di luar kelazimankah permintaan Tuhan agar Abraham mengorbankan Ishak?
Ternyata tidak. Hal itu dilakukan banyak bangsa pada masa itu
(2Raj. 3:27, bdk. Im. 18:21, Ul. 12:31, Mzm. 106:37, Yeh. 20-21).
Jadi permintaan Tuhan ini pada awalnya mungkin bukan sesuatu yang
mengejutkan Abraham, yang berasal dari lingkungan yang tidak
mengenal Tuhan. Namun elemen yang paling mengejutkan dalam kisah
ini justru ada di ayat 13-14, mengenai penyediaan korban pengganti
untuk anak yang seharusnya mati. Di sinilah kita temukan kisah
penebusan yang otentik dari Tuhan, yang tidak dikenal oleh
bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan-yang-hidup,
Tuhan-yang-menyediakan-pengganti dan Tuhan-yang-menggantikan.
Terpujilah nama Tuhan!

Kejadian 22:1-19

Sabtu, 04 Juni 2011

Langkah iman

Perikop hari ini mengontraskan Kejadian 20:11, ketika Abraham
   meragukan integritas dan moralitas orang-orang Gerar di wilayah
   Filistin. Karena Abraham mengira orang-orang Gerar tidak takut
   akan Allah, maka ia bertindak sesuai prasangkanya itu, yaitu
   dengan menurunkan standar moralitasnya. Namun dengan cara yang
   memalukan, ia terbukti salah dan Raja Abimelekh pun menuntut
   penjelasan Abraham atas moralitasnya (Kej. 20:10).

Setelah melalui proses pembentukan lebih jauh dan telah melihat
   penyertaan Tuhan dalam hidupnya, Abraham memberi kesaksian yang
   baik bagi orang-orang Filistin. Raja Abimelekh dan Panglima Pikhol
   menghampiri Abraham dan mengakui bahwa Abraham disertai Tuhan
   (22). Lebih dari sekadar perjanjian, kita bisa melihat awal
   pemenuhan janji Tuhan bahwa Abraham akan menjadi bangsa yang besar
   (Kej. 12:2) dengan kedatangan sebuah negara untuk mengikat
   perjanjian dengan dia.

Selanjutnya di ayat 27-30 kita melihat ujian atas karakter Abraham.
   Janji Tuhan bahwa ia akan memiliki tanah itu tidak membuat Abraham
   bertindak semena-mena dalam pertikaian yang terjadi. Ia tetap
   rendah hati dan mencari jalan damai, bahkan menyerahkan
   hewan-hewan yang berharga layaknya seorang penduduk membayar upeti
   kepada penguasanya (bdk. Rm. 12:18). Padahal ia punya kekuatan
   untuk berkonfrontasi terhadap negara yang mulai takut padanya itu
   (bdk.Kej. 14:1-16).

Dalam perikop ini kita melihat "akhir" perjalanan-iman Abraham. Ia
   telah memiliki anak dan telah tiba di negeri yang dijanjikan Tuhan
   akan dimiliki keturunannya (bdk. Kej.15:13-16). Pengembaraannya
   telah berakhir dan ia menetap di Filistin seraya menanam pohon
   tamariska yang besar dan mendirikan mezbah untuk Tuhan. Ini
   ekspresi imannya bahwa ke tanah itulah Tuhan sudah memanggil dia
   dan di tanah ini Tuhan akan memenuhi janji-Nya kepada
   keturunannya.

Berkaca dari kelak-kelok dan naik-turun perjalanan iman Abraham,
   beranikah kita mengambil langkah-iman yang Tuhan tuntut dari kita,
   ketika Ia memanggil kita?

   Kejadian 21:22-34

100.000 KATA!

 Sebuah penelitian menyebutkan bahwa rata-rata setiap orang punya
 700 kesempatan untuk berbicara kepada orang lain setiap hari. Dan,
 orang yang banyak bicara memakai 12.000 kalimat atau kira-kira
 100.000 kata dalam sehari! Bayangkan, berapa masalah yang timbul
 dalam sehari oleh 100.000 perkataan, dan berapa banyak berkat yang
 dihasilkannya?



 Hati-hati dengan perkataan! Ada banyak orang terluka karena
 kata-kata yang tidak tepat dan tidak bijaksana. Sebagai orangtua,
 kadang kita tidak menyadari bahwa perkataan kita menyakiti anak-anak
 kita. Sebagai orang kristiani, kadangkala perkataan kita justru
 menjadi batu sandungan bagi orang yang mendengarnya. Tanpa sadar
 dari mulut kita keluar perkataan sinis, tajam, keras, pedas bahkan
 perkataan kotor yang tidak seharusnya keluar dari mulut kita. Belum
 lagi orang kristiani yang hobi menggosip. Bisa dibayangkan
 akibatnya?



 Tuhan menghendaki kita benar-benar bertanggung jawab atas setiap
 kata yang kita ucapkan, sementara selama ini mungkin kita tak peduli
 dengan kata-kata yang meluncur dari mulut kita. Kita tak pernah
 peduli apakah kata-kata kita menjadi berkat, atau sebaliknya,
 menyakiti hati orang lain.



 Tuhan menghendaki agar yang keluar dari mulut kita itu adalah
 kata-kata yang manis, menguatkan, membangun, dan bisa menjadi berkat
 bagi orang yang mendengarnya. Untuk menjaga perkataan memang bukan
 hal mudah, tetapi kalau kita mau melatih lidah dan perkataan kita
 untuk mengucapkan hal-hal yang baik dan benar, yakinlah bahwa itu
 akan meminimalkan kesalahan dari perkataan-perkataan yang keluar
 dari mulut kita --PK

                   SUDAHKAH KITA BERTANGUNG JAWAB
           ATAS SETIAP KATA YANG KELUAR DARI MULUT KITA?

 Yakobus 3:1-12

Jumat, 03 Juni 2011

Allah yang setia dan peduli

Setelah kita melihat konsistensi dan kesetiaan Tuhan ditunjukkan
   kepada Abraham dan Sara di perikop sebelumnya, dalam perikop yang
   kita baca hari ini kita menyaksikan bahwa konsistensi dan
   kesetiaan Tuhan melampaui batas yang mungkin dikehendaki Sara.
   Karena Tuhan memberikan janji bahwa Abraham akan menjadi bapak
   banyak bangsa, maka ia menganggap bahwa janji itu boleh terpenuhi
   melalui Ismael yang terlahir dari rancangan Abraham dan Sara.
   Namun Allah tetap pada rencana-Nya. Kelahiran Ishak kemudian
   mengubah anggapan dan perasaan Sara terhadap Ismael.

Allah bertindak sebagai penengah antara Sara yang ingin mengusir Hagar
   dan Ismael di satu sisi, dengan Abraham yang tetap menyayangi
   Ismael, karena bagaimana pun Ismael adalah anak kandungnya (11).
   Allah menghibur Abraham dengan membantu dia berfokus pada jangka
   panjang, yaitu pada terpenuhinya janji Allah melalui Ishak, tetapi
   Allah juga tetap akan menjaga kehidupan Ismael sesuai janji yang
   telah Dia buat sebelum Abraham dan Sara mengikuti rencana mereka
   sendiri (bdk. 15:5).

Kekuatan Abraham sebagai seorang ayah sangatlah terbatas. Ia tidak
   bisa selamanya menjadi ayah bagi Ismael. Ketika Hagar dan Ismael
   dikirimnya pergi, ia bahkan hanya bisa membekali mereka dengan
   bekal yang sangat terbatas (14), tetapi pemeliharaan Allah tak
   mengenal batas. Allah memelihara hidup Ismael, dalam pemenuhan
   janji-Nya kepada Abraham. Bukan cuma dengan pemeliharaan sesaat
   pada saat mereka kehabisan air di padang gurun, tetapi hingga ia
   menjadi pria dewasa (bnd. 20-21), bisa menafkahi dirinya sendiri
   serta berkeluarga.

Melalui perikop ini kita melihat karakter Allah yang setia dan
   konsisten, tidak terbatasi oleh harapan dan kemauan manusia. Ia
   juga adalah Allah yang peduli dan memelihara umat-Nya. Bahkan di
   tengah keterbatasan dan kebandelan manusia, Allah tetap teguh
   dengan janji dan rencana-Nya. Kepada Allah yang demikianlah kita
   beriman. Dan sebagai umat-Nya, kisah ini diberikan sebagai sebuah
   teladan untuk diikuti dan dijalani di hadapan-Nya.

   Kejadian 21:8-21

MENDAYUNG KEHIDUPAN

 Saat anak saya berusia 2, 5 tahun, ia meminta sepeda. Ketika saya
 penuhi, betapa senangnya hatinya. Ia mengayuh sepedanya ke sana
 kemari, sampai harus diperingatkan untuk lebih perlahan. Tanpa saya
 pegang, ia berkeliling halaman sepuasnya dengan sepeda itu. Apakah
 ia sudah bisa mengayuh sepeda sendiri? Jelas tidak. Dua roda
 tambahan di bagian belakang sepeda itu masih melekat dan menyangga
 sehingga anak saya tidak akan jatuh ketika bermain dengan sepedanya.
 Dan, roda tambahan itu membuat anak saya percaya diri mengayuh
 sepedanya ke mana saja ia mau.



 Kontras dengan murid-murid Tuhan. Mereka kehilangan kepercayaan diri
 ketika badai datang. Mereka seolah-olah tidak punya pegangan ketika
 percikan demi percikan air laut yang ganas menerjang, memasuki
 perahu yang mereka tumpangi. Mereka takut kehilangan nyawa. Mereka
 bahkan berhenti pada titik di mana mereka meragukan diri sendiri,
 kehilangan kepercayaan, bahkan meragukan Tuhan (ayat 38) seolah-olah
 Tuhan tidak peduli kepada mereka. Mereka lupa bahwa bersama Tuhan,
 hidup menjadi lebih ringan, karena Dia dapat diandalkan.



 Apa yang membuat kita khawatir, lemah, ragu, dan cenderung tidak
 percaya diri ketika menjalani kehidupan kita? Janganlah seperti para
 murid yang meragukan diri sendiri ketika Tuhan justru sedang
 bersama-sama dengan mereka. Bertindaklah seperti anak saya. Ia tahu
 bahwa dengan roda penyangga itu, ia punya rasa aman dan yakin tidak
 akan jatuh. Sebab itu, kita harus menjalani hidup kita dengan penuh
 keyakinan karena kita tahu dan yakin Tuhan selalu menyangga hidup
 kita --FZ

              YANG KITA PERLUKAN HANYA MENJALANI HIDUP
       BIARKAN TUHAN MENOPANG BAGIAN YANG SULIT KITA TANGGUNG

 Markus 4:35-41

Kamis, 02 Juni 2011

Jangan abaikan hari raya

"Aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa
   (2:10)." Kalimat itu sering kita dengar pada masa Natal. Sebagai
   dokter, Lukas mengutarakan ide dengan kata-kata yang spesifik. Di
   dalam kedua buku yang dia tulis, Injil Lukas dan Kisah Para Rasul,
   tepat tiga kali Lukas menuliskan "kesukaan besar" (yang sayangnya
   ketika diterjemahkan menjadi berbeda): Lukas 2:10 ("kesukaan
   besar"); 24:52 ("sangat bersukacita") dan Kisah 15:3 ("sangat
   menggembirakan hati").

Hari Kenaikan Tuhan, kendati dirayakan sebagai hari raya keagamaan di
   Indonesia, sering diabaikan orang. Tampaknya karena kurang
   pemahaman terhadap pentingnya Kenaikan Tuhan. Kita mengira
   "kesukaan besar" itu telah genap pada saat Natal. Lukas 2:10
   mengatakan, "... aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk
   seluruh bangsa." Saat Natal, kesukaan besar itu baru dijanjikan,
   belum jadi kenyataan. Kapan kesukaan besar itu direalisasikan?
   Setelah karya Yesus tuntas, yaitu melalui kematian dan
   kebangkitan-Nya. Pada Hari Kenaikan Tuhan Yesus, murid-murid
   menjadi sadar akan realitas keselamatan dan mereka juga beroleh
   pemahaman baru untuk hidup beriman berdasarkan sesi pemahaman
   Alkitab yang Tuhan berikan.

Ayat 52 mengatakan bahwa murid-murid "pulang ke Yerusalem dengan
   sukacita yang besar." Apa yang dijanjikan oleh malaikat di padang
   di luar kota Betlehem 33 tahun sebelumnya telah menjadi nyata di
   sebuah bukit di luar kota Yerusalem. Murid-murid, dengan pemahaman
   yang telah diperbarui oleh Tuhan, kini memandang dunia mereka
   dengan kacamata baru yang Tuhan berikan. Dengan ayat 13-49 sebagai
   latar belakang, suka cita besar itu bertunas, mulai dari dalam
   diri murid-murid.

Di Kisah Para Rasul 15:3 kita melihat ketika murid-murid tersebar ke
   banyak kota, banyak bangsa kemudian jadi percaya. Penyebaran Injil
   pun membawa kegembiraan yang besar bagi lebih banyak orang, sampai
   kepada kita hari ini di Indonesia. Semua itu bertunas di Hari
   Kenaikan Tuhan. Maka janganlah kita mengabaikan hari raya yang
   mulia itu. Renungkan maknanya bagi kekristenan kita.

   Lukas 24:50-53

RUMAH IDAMAN

 Kita semua tentu sepakat bahwa rumah adalah salah satu kebutuhan
 terpenting manusia. Itulah sebabnya orang berjuang, bekerja, dan
 mengumpulkan uang sedemikian rupa agar dapat membeli dan memiliki
 rumah atau minimal mengontrak. Entah rumah itu besar atau kecil;
 entah dibangun dengan dinding bata atau kayu. Keberadaan rumah
 begitu penting karena di situlah kita tinggal, berlindung,
 beristirahat, dan melewatkan waktu bersama orang-orang yang kita
 kasihi.



 Harapan tersebut sesungguhnya juga mencerminkan kerinduan kita yang
 terdalam akan sebuah "rumah" yang kekal. Di mana? Di surga
 bersama-sama dengan Allah. Dia sangat mengerti kerinduan manusia
 yang terdalam ini. Oleh sebab itu, inilah janji Tuhan: "Janganlah
 gelisah hatimu .... Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal .... Aku
 pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu" (ayat 1, 2). Tuhan
 menyediakan rumah bagi kita di surga. Ini luar biasa. Dan, inilah
 alasan Dia naik ke surga setelah bangkit dari kematian.



 Kita sudah terbiasa merayakan Natal, Jumat Agung, dan Paskah. Kita
 tahu dan sering mendengar khotbah mengenai hati yang harus kita
 persiapkan untuk menyambut hari-hari raya tersebut. Sekarang kita
 memasuki hari di mana kita memperingati kenaikan Tuhan Yesus ke
 surga. Seperti apa hati yang harus kita miliki saat merayakannya?
 Hati yang bersyukur dan tidak lagi khawatir akan masa depan kita
 kelak. Sebab, Tuhan sudah menjamin bahwa siapa pun yang percaya
 kepada-Nya dan menjadikan Dia Tuhan dan Juru Selamat akan tinggal di
 surga kelak bersama dengan-Nya. Ada "rumah idaman" yang telah Tuhan
 sediakan di sana secara cuma-cuma; sebab harganya telah lunas
 dibayar --RY

                    RAYAKAN KENAIKAN TUHAN YESUS
                DENGAN HATI YANG PENUH UCAPAN SYUKUR

 Yohanes 14:1-14