Jumat, 30 September 2011

Pemulihan pasti terjadi

Melihat kondisi di negara kita, para pemimpinnya saling bertengkar
memperebutkan jatah kekuasaan, proyek, dan popularitas, kita
merasa pesimis. Bayangkan untuk aji mumpung seperti itu,
integritas dikorbankan, kebenaran diputarbalikkan, rakyat diperas
dan ditindas, dijadikan alat untuk mencapai tujuan jahat mereka
yang punya kuasa. Benarkah kita harus pesimis bahwa tidak mungkin
lagi bangsa dan negara kita diperbaiki? Disterilkan dari nafsu
serakah dan budaya korupsi? Dibersihkan dari oknum-oknum yang
kerjanya memangsa orang-orang lemah?

Di Yesaya 1:5-6 Tuhan sendiri 'mengeluh': Mau diapakan lagi bangsa
yang bejat luar dalam ini? Kalau Tuhan sudah bertanya seperti itu,
apalagi yang bisa kita perkatakan? Justru Tuhan masih memiliki
rencana akbar-Nya. Rencana yang tidak pernah pudar asanya,
walaupun situasi kondisinya seperti tak berpengharapan.
Penghukuman sekarang, penghakiman saat ini memang tidak kelihatan
berdampak dahsyat, langsung dan menyeluruh. Namun, Tuhan sudah
menetapkan suatu waktu, 'pada hari-hari terakhir' akan terjadi
Sion, tempat Bait Allah didirikan, yang oleh karena dosa-dosanya
dihancurkan, kembali menjadi tempat di mana kemuliaan dan keadilan
Allah dinyatakan ke seluruh dunia! Pemulihan yang dinubuatkan ini
akan terwujud bukan secara nasional melainkan internasional bahkan
universal!

Kapan hal itu akan terjadi? Para penafsir berbeda pandangan. Yang
melihat teks ini secara harfiah menantikan penggenapannya saat
Tuhan Yesus datang kembali, di mana Kerajaan Israel akan berdiri
kembali. Yang melihatnya sebagai simbol kerajaan Allah di mana
Kristuslah Rajanya menyatakan bahwa secara rohani kerajaan Allah
sudah dimulai saat inkarnasi. Damai yang dibawa-Nya tercermin dari
komunitas gereja yang memancarkan terang firman kepada dunia dalam
kegelapan. Dalam Kristus hanya ada damai sejati, tak ada
permusuhan dan peperangan. Yang penting saat ini adalah
mengantisipasi penggenapan nubuat ini dengan mengikuti ajakan
Yesaya: mari kita berjalan di dalam terang Tuhan! (5).

Yesaya 2:1-5

SUARA HATI

Arl Weisman mewawancarai 1.036 orang yang telah bercerai untuk
meneliti penyebabnya. Ternyata 80% menyatakan bahwa sebelum menikah,
sudah muncul keraguan dalam hati mereka untuk bisa bertahan hidup
bersama pasangannya. Ada yang terasa mengganjal di hati. Namun,
perasaan itu ditutupi rasa optimis bahwa sesudah menikah semuanya
akan berubah. Atau, sudah telanjur memastikan tanggal pernikahan.
Weisman, dalam bukunya, Serious Doubts (Keraguan Serius) berkata:
"Jika Anda sangat ragu menikahi seseorang, jangan nekat! Dengarkan
suara hati agar jangan salah jalan."

Hati adalah pusat kehidupan batin. Tempat diolahnya perasaan dan
pikiran terdalam. Dari hati muncul penilaian jujur pada diri
sendiri. Suara hati membisikkannya kepada kita, terutama jika ada
yang tak beres. Kita bisa saja mengabaikannya dan lebih menuruti apa
kata orang. Namun, hati akan merana (ayat 10, 13). Orang bijak tak
akan bertindak berdasarkan apa kata orang (ayat 15). Ia akan
berhati-hati melangkah; peka mendengar suara hati. Ia tak akan
ceroboh mengambil jalan yang disangka lurus. Ia tidak akan
menjalaninya sebelum yakin bahwa jalan itu benar-benar lurus.

Salah jalan memang bukan akhir. Tuhan bisa membuat
keputusan-keputusan keliru yang kita buat menjadi sesuatu yang
berakhir baik. Anda, dengan pertolongan Tuhan, bisa kembali menempuh
jalan yang benar. Namun, prosesnya menghabiskan waktu dan tenaga.
Menguras pikiran dan perasaan. Anda akan mengalami kesusahan yang
tak perlu terjadi. Jadi, sebelum mengambil keputusan penting,
datanglah kepada Tuhan. Mintalah kepekaan untuk mendengar
pimpinan-Nya, bahkan lewat suara hati Anda --JTI

SUARA HATI ADALAH SOBAT YANG PALING BERANI BICARA
IA BERANI BERKATA "TIDAk" SAAT SEMUANYA BERKATA "YA"

Amsal 14:10-16

Rabu, 21 September 2011

GEGABAH

Pada tahun 1930-an, untuk mengatasi wabah kumbang perusak tanaman
tebu di Australia, pemerintah setempat dengan gegabah mengimpor
sejenis katak khas Amerika Latin tanpa memikirkan dampak
lingkungannya. Keputusan ini ternyata bukan hanya gagal
menyelesaikan masalah yang dihadapi, malah kemudian menjadi masalah
besar bagi Australia hingga saat ini. Sebab, katak-katak ini
berkembang biak tanpa bisa dikontrol dan mengganggu keseimbangan
ekosistem di sana.

Keputusan yang gegabah cenderung menimbulkan masalah yang tidak
perlu. Hal serupa juga pernah terjadi pada bangsa Israel dalam masa
pemerintahan Raja Saul, seperti yang tercatat dalam perikop Alkitab
kita hari ini. Saat itu bangsa Israel sedang berperang melawan orang
Filistin. Dalam keadaan terdesak, Saul memaksa semua orang berpuasa
(ayat 24). Ini tentu keputusan yang ganjil, sebab bagaimana bangsa
itu bisa berperang dengan tangguh jika mereka lapar dan haus (ayat
29-30)? Selanjutnya, meski Tuhan memberi kemenangan, akibat rasa
lapar yang diderita orang Israel karena titah Saul, mereka merayakan
kemenangan dengan cara yang tidak pantas (ayat 32). Tindakan gegabah
ini akhirnya menjadi salah satu catatan buruk dalam sejarah
pemerintahan Raja Saul.

Setiap kali kita hendak berkata-kata, bertindak, apalagi mengambil
keputusan, ambillah waktu untuk memikirkan dan mempertimbangkan
dengan matang. Pikirkan tujuan dan akibat tindakan tersebut,
dampaknya bagi diri kita sendiri, orang lain, masyarakat, khususnya
bagi Tuhan. Dengan demikian, akan ada banyak masalah, kesulitan, dan
tragedi yang bisa kita hindarkan --ALS

BERPIKIRLAH SEBELUM BERTINDAK
SEBAB GEGABAH HANYA MENDATANGKAN MUSIBAH

1 Samuel 14:24-35

HANGATKAN HATINYA

Orang yang merasa bersalah, biasanya juga takut. Pernahkah Anda
dikejar-kejar oleh dua perasaan yang saling terkait ini? Sebuah
tindakan jahat di masa lalu bisa terus tersimpan di ingatan
pelakunya, kecuali si pelaku sudah berhati batu. Jika hati Anda
lembut, rasa bersalah itu akan terus menghantui dan membuat hidup
tidak tenang. Itulah yang terjadi pada saudara-saudara Yusuf.

Mereka sangat menyadari kesalahan mereka di masa lalu. Maka, ketika
Yakub meninggal, mereka kembali dihinggapi ketakutan, bahwa Yusuf
akan membalas kejahatan mereka dan tidak lagi bersikap baik kepada
mereka. Maka, setelah tujuh belas tahun hidup bersama di Mesir,
mereka kembali memohon pengampunan Yusuf atas kesalahan mereka di
masa lalu.

Bahkan mereka menyatakan bersedia menjadi budak Yusuf. Bagaimana
sikap Yusuf? Yusuf menunjukkan bahwa sikapnya tetap sama; baik
semasa Yakub masih hidup maupun setelah Yakub tiada. Yusuf memang
tak lupa pada kejahatan mereka dulu. Namun, Yusuf telah menemukan
makna peristiwa masa lalu itu; yakni agar ia dapat memelihara hidup
suatu bangsa yang besar (ayat 20). Jadi, ia melegakan hati
saudara-saudaranya dengan berkata: "Jangan takut". Sikap, kata,
refleksi, dan tindakan Yusuf menenangkan dan menghibur hati mereka.

Bagi Anda yang dirundung ketakutan karena rasa bersalah, sungguh
menenangkan hati jika Anda segera menuntaskannya. Bagi Anda yang
berada di posisi seperti Yusuf, janganlah menunda untuk melegakan
hati orang yang datang kepada Anda dengan rasa takut dan sesal.
Segera hangatkan hatinya dengan pengampunan dan harapan baru --DKL

CINTA DAN PENGAMPUNAN YANG SEJATI
SANGGUP MENGHANGATKAN KEBEKUAN HATI

Kejadian 50:15-21

Senin, 19 September 2011

KANGEN, KAPAN PULANG?

Setelah sekian waktu tinggal di Amerika, hampir empat tahun saya
terhambat untuk pulang ke tanah air. Tak ayal, ketika akhirnya Tuhan
beri saya kesempatan untuk pulang kampung, maka betapa padatnya
hari-hari saya. Tiada hari tanpa rapat. Jam demi jam dilalui begitu
cepat; bertemu donatur, relasi, anak buah, jemaat, sahabat, keluarga
besar, dan teman-teman lama. Tak salah jika ibu saya berkomentar:
"Wah, pulang cuma sebentar, tapi nggak bisa dipegang 'ekornya'."

Setelah satu bulan, dua hari menjelang kembali ke Atlanta, saya
terkesiap membaca email anak saya: "Papa kapan pulang, Thea kangen."
Tiba-tiba hati ini ingin cepat terbang kembali ke tengah keluarga
yang saya tinggalkan nun jauh di sana. Betapa campur aduknya
perasaan di hati: haru, bangga, kangen, karena rasa cinta saya yang
besar kepada anak istri saya. Dua hari yang masih tersisa sebelum
pulang jadi terasa begitu lambat, sebab rasa rindu itu seakan-akan
tidak tertahankan.

Saudara, seperti itukah kerinduan kita menanti kedatangan Yesus yang
kedua kali? Dia pasti datang kembali menjemput kita dari dunia, di
mana Dia menempatkan kita untuk hidup sebagai saksi-Nya. Adakah kita
rindu bertemu muka dengan muka, dan tidak tahan menantikan saat
indah itu, sebab sekarang kita hanya mengenal Dia secara
samar-samar? Atau, kita sedang terlena dengan kesibukan bekerja,
menumpuk kekayaan di dunia, dan membangun kenikmatan sesaat yang
pasti kita tinggalkan kelak? Mari berkarya sementara hidup di dunia,
tetapi dengan mata hati tertuju ke surga, di mana Yesus kekasih hati
kita berada. Dia juga sangat rindu bertemu dengan kita segera --SST

TERUSLAH MEMANDANG SURGA SEBAGAI RUMAH KITA
SEBAB TUJUAN AKHIR HIDUP KITA BUKANLAH DUNIA

Roma 8:14-23

MENGUTAMAKAN KELUARGA

Chris Spielman adalah pemain bola kenamaan di Liga Nasional
Amerika. Publik selalu menantikan penampilannya. Suatu hari,
menjelang dimulainya musim kompetisi, datang berita bahwa istrinya
mengidap kanker. Spielman memutuskan untuk berhenti bermain demi
bisa merawat istrinya. Banyak pihak kecewa. Namun, kepada wartawan
ia berkata: "Aku berjanji pada Stephanie untuk menemaninya selama
berobat. Berada di sisinya waktu kesakitan, dan merawat keempat anak
kami." Ketika menjalani kemoterapi, rambut istrinya rontok. Lalu
Spielman mencukur habis rambutnya sebagai tanda solidaritas. Setahun
kemudian istrinya meninggal. Spielman bersyukur, bisa mendampingi
istrinya sampai maut memisahkan mereka berdua.

Betapa indah kesaksian hidup pasangan yang bisa menjalankan perannya
dengan baik. Dalam Efesus 5 dijelaskan apa peran suami maupun istri.
Suami diminta merawat istri "seperti merawat tubuhnya sendiri". Ini
tidak mudah. Butuh pengorbanan. Bagi Spielman, merawat istri berarti
mengorbankan kariernya; mengorbankan peluang untuk memperoleh lebih
banyak uang dan popularitas. Begitu pula, seorang istri perlu
"tunduk kepada suaminya seperti kepada Tuhan". Menundukkan diri
butuh pengorbanan harga diri. Tunduk bukan berarti rela ditindas,
melainkan belajar menghargai kepemimpinan suami.

Kapan suami istri bisa berkorban? Saat masing-masing mementingkan
pasangannya lebih dari diri sendiri. Lebih dari yang lain. Relasi
antara orangtua dan anak pun demikian. Saling berkorban hanya
mungkin terjadi jika keluarga diutamakan. Diprioritaskan. Sudahkah
Anda mengutamakan keluarga? --JTI

JIKA BANYAK HAL LAIN DIJADIKAN YANG UTAMA
ANDA TAK AKAN RELA BERKORBAN BAGI KELUARGA

Efesus 5:22-33

Selasa, 13 September 2011

SENIMAN CAHAYA

Glen Wessels, seorang pelukis tua, kehilangan asa. Istrinya telah
tiada. Ia sendiri mengidap penyakit Parkinson sehingga susah
beraktivitas, apalagi melukis. Di sebuah malam Natal, ketika Glen
terpekur sedih di biliknya, muridnya datang membawa sebatang lilin
bersinar yang diterimanya di kebaktian Natal. Karena sedih tak dapat
memberi apa-apa-selain lilin itu-si murid memeluk Glen dengan
linangan air mata seraya berucap "Selamat Natal". Selepas murid itu
pergi, Glen seolah-olah mendapat kekuatan baru. Ia mendekati kanvas
dan melukis lagi-sebuah lukisan cahaya berkilau dari balik dedaunan.

Lukisan itu dihadiahkannya kepada si murid, sambil berpesan agar ia
terus melukis cahaya. Sebab menurutnya, itulah sumber keindahan
hidup ini. Khususnya, cahaya kasih Tuhan yang memancar kepada diri
kita dan menerangi jiwa sesama, seperti yang ia rasakan. Murid itu
ada-lah Thomas Kinkade. Yakni pelukis Amerika ternama, seorang
kristiani saleh yang bersaksi tentang Tuhan melalui karya-karyanya
yang kental bernuansa cahaya, di tengah keindahan panorama alam yang
tenang dan damai.

Laksana seniman, Yohanes pun memberi nuansa cahaya pada Injilnya. Ia
menulis tentang Yesus Kristus, yang adalah "Terang dunia" (Yohanes
1:9; 8:12). Jiwa manusia, bisa menjadi gelap akibat duka dan derita.
Tidak sedikit orang seperti Glen Wessels, yang kehilangan arah dan
putus asa, serta membutuhkan percikan cahaya kasih Allah. Setiap
kita yang mengenal Allah pasti memiliki Cahaya itu. Mari bagikan
cahaya itu kepada mereka. Sebab, hanya Cahaya itu yang dapat memupus
kegelapan di relung jiwa mereka --PAD

BAGIKANLAH CAHAYA KASIH TUHAN BAGI JIWA-JIWA
YANG DICEKAM OLEH GELAPNYA DUKA DAN DERITA

Yohanes 1:1-9

Senin, 12 September 2011

TIGA BEKAL

Ada sebuah lagu Sekolah Minggu yang liriknya berisi demikian:
Selamat pagi Tuhan, tak lupa terima kasih/Tuhan telah pelihara kami
tiap hari/Matahari bersinar, burung-burung bernyanyi/Bertambah,
tambah, tambah indahnya. Lagu ini selalu membuat saya dan anak-anak
saya sangat bersemangat ketika menyambut datangnya hari baru.

Pemazmur mengawali doa paginya dengan mengatur persembahan bagi
Tuhan (ayat 4) sebagai bentuk ucapan syukur atas perlindungan uang
Tuhan berikan (ayat 12-13), yang membuat pemazmur bersukacita (ayat
12). Sang pemazmur memastikan bahwa ia telah menjalani hidup dengan
benar. Ia bukan pembual, bukan pelaku kejahatan, bukan pembohong,
bukan pula penumpah darah (ayat 6-7). Maka, Tuhan akan memberkati
dan memagarinya dengan anugerah-Nya sebagaimana perisai melindungi
seseorang dari senjata lawan (ayat 13). Dari bacaan hari ini kita
menemukan tiga titik segitiga: doa ucapan syukur, hidup benar, dan
perlindungan Tuhan. Ketiganya saliing menjalin. Ketiganya adalah
bekal penting menghadapi tantangan yang ada hari demi hari.

Setiap hari punya kesulitannya sendiri-sendiri, tetapi itu tak harus
membuat Anda takut menjalani hari demi hari, bukan? Pemazmur memberi
petunjuk bagaimana menghadapi kesulitan dan kesukaran hidup, yakni
dengan membawa tiga bekal penting tadi. Doa, hidup benar, dan
kepercayaan akan perlindungan Tuhan. Gunakanlah tiga bekal tersebut
untuk menghadapi pergumulan hari ini. Lihatlah, betapa hari ini akan
menjadi hari yang penuh makna. Anda akan mendapati pemeliharaan
Tuhan di sepanjang waktu --DKL

APABILA KITA SADAR TUHAN SENANTIASA MEMELIHARA
PASTI TAK ADA HARI TANPA SUKARIA

Mazmur 5:1-13