Selasa, 31 Juli 2012

JEJAK PELAYANAN

Pada 1993, Nelson Mandela bersama Presiden Frederik Willem de
Klerk menerima Nobel Perdamaian atas usaha mereka untuk
menghentikan politik apartheid (diskriminasi terhadap kulit hitam)
secara damai di Afrika Selatan. Usahanya memulihkan keadaan
bangsanya terus berlanjut setelah ia terpilih menjadi Presiden pada
1994, dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (TRC-Truth
and Reconciliation Commision). Langkahnya membentuk TRC ialah salah
satu jejak karya yang selalu diingat oleh bangsanya dan dunia.


Pada zamannya, Paulus juga dikelilingi oleh orang-orang yang
meninggalkan jejak pelayanan luar biasa. Dalam bacaan hari ini,
Paulus mengucapkan salam kepada rekan-rekan sepelayanannya dalam
cara yang unik dan luar biasa. Dia menuliskan satu per satu nama
rekannya beserta dengan segala jejak kehidupan mereka yang luar
biasa. Diawali ucapan salam kepada Febe yang telah memberikan
bantuan bagi banyak orang (ayat 1-2); Priskila dan Akwila yang telah
mempertaruhkan nyawa mereka untuk Paulus (ayat 3-4); Apeles yang
telah tahan uji (ayat 10); Trifena dan Trifosa yang bekerja
membanting tulang dalam pelayanan Tuhan (ayat 12); dan sebagainya.
Melihat kerja keras dan buahnya, pelayanan itu bukan sekadar
rutinitas, melainkan pelayanan yang memberitahukan kepada dunia
bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan bagi mereka.


Ketika melihat diri dan pelayanan kita kepada Tuhan selama ini,
jejak apakah yang telah kita torehkan bagi orang lain? Dapatkah
jejak kita menolong orang lain melihat dan makin mengenal Tuhan?
Teladan iman yang ditinggalkan Paulus dan rekan-rekannya kiranya
menyegarkan semangat dan motivasi kita kepada panggilan Tuhan yang
menjadikan kita duta Kristus di dunia. --BER

TINGGALKANLAH JEJAK KEHIDUPAN YANG DIPERSEMBAHKAN BAGI KRISTUS,
AGAR MENJADI PETUNJUK BAGI ORANG-ORANG UNTUK MENGIKUTINYA.

Roma 16:1-16

Senin, 30 Juli 2012

PEMIMPIN MELAHIRKAN PEMIMPIN

  Dalam bukunya 21 Hukum Kepemimpinan Sejati, John Maxwell
  menuliskan bahwa salah satu karakteristik penting dari seorang
  pemimpin yang kerap kali dilupakan adalah melahirkan pemimpin untuk
  masa depan. Banyak pemimpin begitu hebat sewaktu hidupnya.
  Sayangnya, ketika ia lengser atau meninggal, perjuangannya turut
  berhenti karena ia tidak memiliki penerus yang akan mengambil alih
  tongkat estafet kepemimpinan.


  Ayat bacaan hari ini berkisah tentang bagaimana Elia, sang nabi
  besar, menyiapkan Elisa yang akan menjadi penggantinya. Ada dua hal
  yang Elia lakukan dalam proses ini. Pertama, ia memberikan otoritas
  dan kepercayaan kepada Elisa (ayat 19). Ia melemparkan jubah
  kenabiannya yang merupakan simbol otoritas kepada Elisa. Kedua, ia
  melatih Elisa dari bawah--sebagai pelayannya (ayat 21). Padahal
  menurut beberapa penafsir Alkitab, Elisa adalah orang kaya
  sebagaimana ditunjukkan dengan banyaknya ternak yang ia miliki.
  Namun, Elisa merendahkan diri dan "magang" sebagai pelayan Elia.
  Tampaknya Elia ingin menumbuhkan sikap melayani dalam diri Elisa
  sebelum kelak ia diresmikan menjadi seorang nabi.


  Apakah Anda adalah orangtua dalam keluarga? Apakah Anda seorang
  pemimpin dalam gereja atau komunitas Anda? Sadarilah bahwa Anda
  mengemban tanggung jawab untuk menyiapkan pemimpin selanjutnya.
  Mintalah hikmat dari Tuhan supaya Anda dapat menemukan calon penerus
  yang terbaik. Lalu, siapkan mereka dengan memberikan otoritas dan
  kepercayaan. Didiklah mereka melayani lebih dahulu sebelum Anda
  mewariskan tugas kepemimpinan kepada mereka. --JIM

            JADILAH PEMIMPIN YANG SEJATI DENGAN MELAHIRKAN
             PEMIMPIN-PEMIMPIN BERMUTU UNTUK MASA DEPAN.

  1 Raja-raja 19:19-21

Sabtu, 28 Juli 2012

MOZART PUN BERLATIH!

Siapa yang tidak kagum dengan Wolfgang Amadeus Mozart? Genius dari
Austria yang pada usia enam tahun sudah tur keliling Eropa untuk
bermain biola dan piano di depan para bangsawan. Namun, tak banyak
yang tahu bahwa kehebatan bermusiknya ialah buah dari rangkaian
latihan yang tekun. Dalam bukunya Genius Explained, Michael Howe,
psikolog dari Universitas Exeter, menemukan bahwa Mozart sudah
menghabiskan waktu sedikitnya 3.500 jam untuk berlatih sebelum
usianya yang keenam.


Kita kerap kali meremehkan kekuatan dari disiplin berlatih dalam
pelayanan. Pada zaman Salomo, para pelayan musik di bait Allah
adalah orang-orang yang terpilih. Mereka adalah para ahli seni yang
pandai dan mahir bernyanyi serta memainkan alat musik. Akan tetapi,
mereka pun mementingkan latihan--sebab nyanyian mereka ditujukan
untuk Tuhan (ayat 7). Predikat mereka sebagai ahli seni bukanlah
dalih untuk tidak berlatih. Sebaliknya, karena mereka ahli seni,
maka mereka menyadari pentingnya latihan.


Apa yang sedang Tuhan percayakan kepada kita saat ini? Mari kerjakan
dengan kesadaran penuh untuk terus mengasah diri setiap hari. Agar
dapat menjadi pelayan-pelayan Tuhan yang handal di mana pun dan
dalam bidang apa pun, kita perlu melatih kemampuan yang sudah Dia
berikan dengan serius dan setia, tidak hanya mengandalkan semangat
dan bakat belaka. Rencanakan dengan sengaja dan sediakan waktu untuk
meningkatkan wawasan, serta melatih keterampilan, secara efektif dan
terus-menerus, tidak hanya saat ada waktu luang sisa atau selagi
mood. Pelayanan kita adalah bagi Dia, Sang Raja Semesta, yang patut
menerima pelayanan terbaik kita. --JIM

BAGI SEORANG PELAYAN TUHAN YANG SEJATI,
LATIHAN BUKANLAH IMBUHAN MELAINKAN KEBUTUHAN.

1 Tawarikh 25:1-7

Jumat, 27 Juli 2012

SIAPA MAU TOLONG

  Sebuah lirik lagu Ambon bertutur, "Siapa hendak tolong beta, beta
  ini susah'e." Lirik ini bercerita tentang kesedihan dan kesusahan
  orang yang hidup di perantauan, jauh dari sumber-sumber pertolongan
  yang bisa didapat dan diandalkannya.


  Pertolongan. Semua orang yang pernah berada dalam kondisi terdesak
  dan tanpa daya tahu persis betapa berartinya hal itu. Kitab Yesaya
  diawali dengan keluhan terhadap bangsa yang tidak setia, hukuman
  demi hukuman ditimpakan, penindasan diizinkan. Akan tetapi, Tuhan
  masih mau mendengar seruan mereka dan memperhatikan air mata mereka.
  Tuhan menanti-nantikan saat untuk menyatakan kasih-Nya bagi
  orang-orang yang menanti-nantikan-Nya (ayat 18). Tuhan bahkan
  bersegera untuk menjawab seruan umat-Nya. Ia menunjukkan jalanNya
  (ayat 21) dan memberkati mereka (ayat 23-26). Ada saatnya nanti Dia
  membalut luka umat-Nya dan menyembuhkan bekas pukulan. Dialah sumber
  pertolongan itu. Pertolongan Tuhan kian nyata bagi kita saat Dia
  hadir dalam tubuh insani, turut merasakan kelemahan-kelemahan kita
  (lihat Ibrani 4:15), dan menanggung dosa kita. Betapa bersyukur kita
  memiliki Tuhan yang demikian!


  Sebagai orang-orang yang dipanggil untuk mencerminkan Tuhan di dunia
  ini, setiap kita yang telah merasakan pertolongan, anugerah, dan
  kasih-Nya, seharusnya juga menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk
  menolong sesama. Tiap hari di sekitar kita ada orang-orang yang
  membutuhkan pertolongan. Kiranya kita tidak hanya puas menjadi
  penonton-penonton yang duduk manis, tetapi menyediakan diri dipakai
  menjadi saluran berkat, membawa mereka mengenal Tuhan, satu-satunya
  Penolong yang sejati. --SCL

                         TUHAN MENOLONG KITA
                   AGAR KITA DAPAT MENOLONG SESAMA.

  Yesaya 30:18-26

Rabu, 25 Juli 2012

KDRT


  Dalam situs telaga.org, Pendeta Tadius Gunadi menengarai bahwa
  Kekerasan dalam Rumah Tangga (KdRT) adalah persoalan yang kompleks.
  Menurut pengamatannya, kekerasan kerap digunakan sebagai alat untuk
  mengekspresikan kemarahan; mengumbar kekuasaan; menyeimbangkan
  posisi dalam pernikahan. Apa jadinya jika nilai-nilai ini dianut
  oleh anggota keluarga kita?


  Rasul Petrus, dalam suratnya yang pertama, mengangkat nilai-nilai
  yang penting dalam keluarga. Yang pertama dan diulang dalam 6 dari 7
  ayat bacaan kita (dan selalu sama gemanya dalam bagian lain di
  Alkitab), adalah tentang ketundukan isteri kepada suami. Perhiasan
  terindah bagi seorang isteri adalah ketundukan kepada Allah, yang
  tercermin dari ketundukannya pada sang suami (ayat 3-5). Dandanan
  lahiriah mungkin bisa menundukkan suami sesaat, namun isteri yang
  hidup murni dan saleh dapat membawa suaminya menundukkan diri di
  bawah kebenaran firman Allah. Meski hanya satu ayat, pesan senada
  disampaikan pada para suami. Ketundukan pada Allah akan membawa
  suami menghargai isteri sebagai sesama pewaris kasih karunia- Nya,
  bukan memanfaatkan atau menyerang kelemahan-kelemahannya. Suami yang
  tidak merawat hubungan dengan isterinya dengan baik, akan mengalami
  kesulitan juga dalam menikmati hubungan yang indah dengan Allah
  (ayat 7).


  Jadi, jika meneladan dan mengikuti firman Allah, keluarga semestinya
  bukan sasana untuk mengumbar kekerasan, baik dalam bentuk perkataan
  yang memojokkan, maupun tindakan fisik yang menyakitkan. Mari
  kembali pada rancangan Tuhan. Sama-sama menempatkan ketundukan dan
  kasih pada Tuhan di atas segalanya. Kiranya kasih yang bersumber
  dari Allah tinggal dengan limpahnya di tengah keluarga kita. --NDR

                   KDRT = KASIH DALAM RUMAH TANGGA

  1 Petrus 3:1-7

Selasa, 24 Juli 2012

MILIK PUSAKA

  Saya merasa sangat beruntung memiliki ibu yang begitu mengasihi
  saya. Saya sering teringat kisahnya, bahwa ia mendoakan saya sejak
  saya dalam kandungan sejak mengetahui dirinya hamil. Mendengarnya,
  saya merasa begitu berharga. Kehadiran saya dirancang baik dan
  diinginkan. Selain itu, saya mengenal kebenaran Alkitab dari didikan
  dan disiplin yang diterapkan ayah saya. Melalui doa dan didikan
  mereka, saya merasakan secara nyata kehadiran Tuhan dalam hidup.


  Sikap orangtua saya sama seperti kata Alkitab: anak adalah anugerah,
  milik berharga karunia Allah, bukan hasil karya ataupun prestasi
  orangtua. Seperti mata pencarian kita (ayat 2), sia-sialah kita
  berupaya untuk memperolehnya jika itu tak diberikan kepada kita.
  Namun, ibarat anak panah (ayat 4), anak perlu dilatih dan diasah
  sejak kecil agar mencapai sasaran hidupnya. Ada kalanya anak perlu
  mendapat teguran, bahkan juga hukuman (lihat Amsal 29:15). Jika itu
  dilakukan, ketika anak dewasa kelak, orangtuanya takkan malu di
  hadapan musuh (ayat 5). Siapakah musuh kita? Musuh kita bukan lagi
  dalam pengertian fisik, melainkan rohani, yakni Iblis dan bala
  tentaranya (lihat Efesus 6:12).


  Dengan sikap bagaimanakah kita memandang anak? Bagaikan beban yang
  merepotkan atau merupakan anugerah Tuhan yang kita syukuri?
  Menghargai anak bukan saja kewajiban orangtua, melainkan keharusan
  bagi setiap orang percaya. Dalam bentuk tindakan, kita menghargai
  anak ketika kita mendidik dan mengajarkan kebenaran kepada mereka
  membawa mereka mengenal dan mencintai Tuhan sejak dini. --HEM

           HARGAI ANAK SEBAGAIMANA TUHAN MENGHARGAI MEREKA.

  Mazmur 127

KOK BISA, YA?

  "Kok bisa, ya? Padahal orangtuanya tidak begitu." Anda mungkin
  pernah mendengar ekspresi demikian ketika anak-anak muda dianggap
  tidak mengikuti teladan orangtuanya. Misalnya saja sang bapak
  pendeta, tetapi si anak terjerat narkoba; sang ibu guru Sekolah
  Minggu, tetapi si anak biang keributan. Herankah Anda? Atau Anda
  biasa melihat fenomena serupa?


  Saat mengamati ayat ke-10, mungkin Anda juga bertanya, "Kok bisa,
  ya?" Bukankah ayat 7 mencatat bahwa sepanjang hidup Yosua dan para
  tua-tua yang pernah dipimpinnya, bangsa Israel setia beribadah
  kepada Tuhan? Bagaimana mungkin angkatan sesudah mereka tak lagi
  mengenal Tuhan? Kita tak tahu pasti prosesnya, tetapi akibatnya
  terekam jelas: terbentuk generasi baru yang melakukan kejahatan di
  mata Tuhan, berpaling menyembah ilah lain (ayat 11-13). Sebab itu,
  Tuhan murka dan menyerahkan mereka ke tangan musuh (ayat 14). Besar
  kemungkinan, Ulangan 6:4-9 tidak lagi diterapkan secara konsisten
  oleh para orangtua. Ibadah-ibadah raya mungkin tetap berlangsung,
  tetapi anak-anak tidak memahami apa bedanya dengan ibadah bangsa
  lain. Mereka mungkin melihat ritualnya, tetapi tak mengenal
  Tuhan-nya.


  Lebih dari sekadar memperkenalkan gedung gereja dan membawa anak ke
  Sekolah Minggu, orangtua bertanggung jawab memperkenalkan Tuhan
  kepada anak-anaknya. Dari hati yang mengenal dan mencintai Tuhan,
  akan lahir sikap beribadah kepada-Nya. Gereja perlu lebih bersungguh
  hati memperlengkapi para orangtua untuk bisa mengajarkan firman
  Tuhan kepada anak-anak, dan makin sering mengumandangkan peringatan
  ini: kelalaian generasi kita dapat menyebabkan kehancuran bagi
  generasi berikutnya. --ELS

        PENGENALAN AKAN TUHAN YANG DIPELIHARA DI TIAP KELUARGA
    AKAN MEWARISKAN IMAN YANG BERTUMBUH PADA GENERASI BERIKUTNYA.

  Hakim-hakim 2:6-14

Kamis, 19 Juli 2012

GALAU

  Galau. Ini istilah yang ingin menunjukkan sebuah perasaan yang
  tidak keruan, tidak tenang, atau risau, apapun penyebabnya. Ketika
  seseorang menjumpai sebuah kondisi yang membuat ia merasa tak keruan
  dan tak tenang, sepertinya ia berhak merasa galau. Namun, mungkin
  saja setelah ditelusuri, sebenarnya rasa galau bisa berasal dari hal
  yang sangat sepele dan kurang tepat dijadikan penyebab kegalauan.


  Paulus pernah galau dan itu sangat memengaruhi perasannya. Namun,
  kegalauan itu tak membuatnya duduk merenung dalam nestapa. Ia
  menindaklanjuti rasa galaunya dengan mengirim Timotius mengunjungi
  jemaat Tesalonika. Ia berharap Timotius bisa menasihati dan
  menghibur mereka (ayat 2). Rasa galaunya pun berubah menjadi
  sukacita setelah ia mendengar kabar dari mereka (ayat 6-7). Rasa
  galau itu sesungguhnya bersumber pada cintanya kepada orang-orang
  yang ia layani. Perasaannya tak keruan karena ia tidak dapat
  mengikuti perkembangan pelayanannya. Ia juga risau kalau-kalau
  orang-orang yang ia layani mengalami kesulitan bertumbuh. Saya
  menyebut ini sebagai rasa galau yang ilahi.


  Betapa berharganya rasa galau yang tidak bersumber pada diri kita
  sendiri. Galau yang ilahi terjadi ketika kita mencoba satu perasaan
  dengan Tuhan. Selama ini, seberapa dalam kita peduli dengan
  pelayanan kita? Pernahkah kita merasa hati tidak keruan ketika
  melihat orang yang kita layani tidak bertumbuh sebagaimana mestinya?
  Juga, karena pelayanan yang kita jalani tidak berjalan sebagaimana
  kita harapkan? Lalu, bagaimana selama ini kita menindaklanjuti
  kecemasan seperti itu? --PBS

       KITA BOLEH MERASA RESAH APABILA KITA YAKIN BAHWA ITU PUN
                     YANG SEDANG DIRASAKAN ALLAH.

  1 Tesalonika 3:1-13

ANARKI ITU SETANI

Seorang siswa SD dibentak ayahnya ketika pulang sekolah sambil
menangis karena dipukul teman: "Lain kali kamu harus balas, pukul
yang keras! Ini aturan keluarga kita: salah pun kamu harus pukul
dia, apalagi kalau kamu benar!" Pada saya bapak itu menjelaskan:
"Dunia ini keras, kalau kecil kalah melulu selamanya akan kalah."
Terdengar bijaksana, bukan? Benarkah demikian?



Jika kita menyimak kata "iri hati" di ayat 14 dan 16, kata itu bukan
iri yang biasa. Istilah tersebut menunjuk pada "semangat fanatisme"
yang lazim di kalangan orang zelot, yang meyakini bahwa membalas
dengan kekerasan itu tindakan rohani-tindakan membela Tuhan. Doktrin
anarkis ini disebarkan oleh para pengajar mereka yang menyebut
dirinya guru bijaksana (ayat 13). Yakobus mengingatkan orang Yahudi
yang sedang tertindas, bahwa hikmat yang diajarkan guru-guru zelot
itu berasal dari dunia, bahkan dari iblis (ayat 15). Sekali doktrin
kekerasan itu dihalalkan, buahnya adalah "kekacauan dan segala macam
perbuatan jahat" (ayat 16). Sebaliknya, ciri-ciri hikmat yang dari
Allah adalah kelemah-lembutan (ayat 13); yang ditandai karakter dan
sikap yang menyuburkan kerukunan (ayat 17); yang buahnya adalah
tercapainya komunitas yang damai (ayat 18).



Kita hidup di era penuh kekerasan, bahkan dalil agama kerap
digunakan. Media bahkan pernah menyebut negara ini "Republik
Preman". Mari mendoakan umat Tuhan, juga diri kita sendiri, agar
menjadi agen perubahan: menghadirkan teladan kelemah-lembutan di
tengah banyaknya benih kekerasan di negeri ini; menghadirkan damai
ilahi di tengah suburnya bibit pemberontakan dan kejahatan. --ICW

CARA-CARA DAMAI BUKANLAH CIRI SIKAP LEMAH DAN KALAH.

Yakobus 3:13-18

Rabu, 18 Juli 2012

DITUTUPI KASIH

  Saya sering menyebalkan ya?" tanya saya selepas minta maaf kepada
  sahabat saya, sadar bahwa sangat sering sikap saya tidak baik,
  bahkan mungkin menyakiti hatinya. "Kasih menutupi banyak dosa, " ia
  menggeleng seraya mengutip sebuah ayat, "Aku sekarang baru bisa
  memahami kedalaman ayat itu, " lanjutnya sambil tertawa.


  Perkataan sahabat saya membawa saya mencari dan merenungkan kembali
  ayat yang dikutipnya. Ternyata baik Perjanjian Lama maupun Baru
  memuat nasihat ini: Amsal 10:12 yang kita baca hari ini, dan 1
  Petrus 4:8. "Menutupi" di sini mengandung arti "mengampuni", tidak
  hanya menyembunyikan kesalahan agar tidak terlihat. Alkitab versi
  Bahasa Indonesia Sehari-hari menerjemahkannya: "cinta kasih
  mengampuni semua kesalahan." Pengampunan dalam Perjanjian Lama
  sering digambarkan dengan cara ini. Dosa yang ditutupi sama dengan
  pelanggaran yang diampuni, demikian pula sebaliknya (bandingkan
  Mazmur 32:1 dengan Nehemia 4:5).


  Ketika benci melanda, kesalahan orang lain menjadi begitu jelas.
  Pernahkah Anda mengalaminya? Sering upaya meminta pendapat pihak
  ketiga membuat kesalahan itu kian jelas, dan kebencian kian besar.
  Firman Tuhan mendorong yang sebaliknya. Mengasihi itu mengampuni.
  Saya sendiri adalah pendosa yang dosanya "ditutupi" kebenaran
  Kristus. Bukan karena dosa sepele di mata Tuhan, namun karena
  kasih-Nya yang besar memilih untuk membungkus saya dengan
  kebenaran-Nya daripada mengeskpos kebobrokan saya yang
  mempermalukan-Nya. Meski tak mudah saya berdoa agar Tuhan melingkupi
  hati saya dengan kasih-Nya, agar dapat berkata seperti sahabat saya:
  "Kasih menutupi banyak dosa." Kiranya ini menjadi doa Anda juga.
  --ELS

                 KASIH DARI TUHAN SEPERTI KASA OBAT:
                     MENUTUPI UNTUK MENYEMBUHKAN.

  Amsal 10:8-12

Selasa, 17 Juli 2012

TOLOK UKUR KARAKTER

Richard Halverson, seorang penulis dan pendeta senat AS, pernah
menulis: Yesus Kristus berbicara tentang uang lebih dari hal-hal lain,
karena ketika tiba pada sifat alami manusia, uang memegang peran
terpenting. Uang merupakan indeks yang tepat untuk menunjukkan
karakter sejati seseorang. Di seluruh halaman Kitab Suci, ada korelasi
yang sangat dekat antara perkembangan karakter manusia dengan cara ia
menangani uangnya.


Banyak tokoh di Alkitab yang dikecam, dihukum, atau dipuji oleh
Allah karena sikap mereka terhadap uang. Yudas Iskariot mengkhianati
Tuhan Yesus demi tiga puluh uang perak. Ananias dan Safira rebah dan
mati seketika setelah berdusta perihal uang yang mereka serahkan.
Mereka adalah contoh orang-orang yang jatuh dalam pencobaan
berkenaan dengan uang. Uang membuat mereka terjerat dalam berbagai
nafsu yang hampa dan mencelakakan, hingga akhirnya menyimpang dari
iman dan menyiksa diri dengan berbagai duka (ayat 10). Namun, ada
kisah janda miskin yang dipuji Tuhan Yesus karena memberi dari
kekurangannya. Atau, jemaat Makedonia yang disebut Paulus sangat
miskin, tetapi kaya dalam kemurahan (lihat 1 Korintus 8). Mereka
ialah orang-orang yang pertama-tama menyerahkan hati kepada Allah,
lalu uang mereka.



Uang hanya salah satu sarana yang kita perlukan dalam menjalani
kehidupan di dunia ini. Uang adalah berkat, bukti pemeliharaan Allah
atas kita. Uang harus menjadi hamba kita. Jika kita cinta uang, uang
akan menjadi tuan kita. Bagaimana Anda menangani uang? Mana yang
lebih Anda cintai: Allah dan firman-Nya, atau ... uang? --SAR

ALLAH HARUS MENJADI TUHAN ATAS DIRI KITA DAN JUGA UANG KITA.

1 Timotius 6:2-10

Senin, 16 Juli 2012

BIJAK BERKATA-KATA


  Sariawan. Anda pernah mengalaminya? Luka di rongga mulut ini
  memang sangat mengganggu. Selain menimbulkan rasa sakit saat minum
  dan mengunyah makanan, ternyata sariawan juga bisa membuat Anda
  kesakitan saat berbicara. Apalagi jika letaknya di lidah. Ketika
  menulis renungan ini, ada dua buah sariawan di lidah saya.
  Akibatnya, saya sangat berhati-hati ketika berbicara, minum, dan
  makan. Kalau tidak benar-benar penting, saya memilih untuk diam.
  Walaupun tak mudah, itu lebih baik, daripada sakit.


  Bersikap hati-hati dalam berbicara, bukanlah hal yang mudah. Apalagi
  dalam keadaan kesal atau marah. Kebanyakan orang lebih suka
  mengungkapkan kekesalan atau amarahnya lewat kata-kata. Hal seperti
  itu sebenarnya wajar saja. Namun sayang, keadaan emosional mudah
  membuat seseorang kehilangan kendali. Akhirnya, kata-kata yang
  keluar adalah kata-kata kasar. Caci maki. Bahkan kutukan. Yakobus
  menegaskan fakta bahwa tidak ada orang yang sempurna dalam
  perkataannya (ayat 2); tidak seorang pun yang dapat menjinakkan
  lidah (ayat 8); lidah yang sama juga memuji Allah sekaligus
  mengutuki manusia (ayat 9-12). Mengerikan, bukan? Itulah sebabnya ia
  mengajar kita untuk mampu menguasai lidah dengan cara lambat
  berkata-kata dan juga lambat marah (Yakobus 1:9).


  Pepatah berkata: "Lidah tak bertulang". Kita harus belajar
  berhati-hati dan tidak tergesa-gesa mengucapkan sesuatu. Biarlah
  lidah kita dipimpin Tuhan untuk memuliakan nama-Nya dan memberkati
  orang-orang di sekitar kita. Bersikaplah bijak dalam berkata-kata.
  Setiap saat. Bukan ketika sedang sakit sariawan saja. --OKS

           ORANG YANG BERPENGETAHUAN MENAHAN PERKATAANNYA,
       ORANG YANG BERPENGERTIAN BERKEPALA DINGIN. -AMSAL 17:27

  Yakobus 3:1-12

Minggu, 15 Juli 2012

BUKTI INJIL

  Selagi jalan-jalan di sebuah mal, bahu saya ditepuk dari belakang
  oleh seorang wanita. Ia menawarkan jamu pelangsing perut. "Jamu ini
  akan mengecilkan perut Bapak dalam waktu dua minggu. Terbuat dari
  bahan-bahan alami. Garansi uang kembali!" Saya berhenti karena
  tertarik. Saat saya membalikan badan dan melihat sang tukang jamu,
  saya terperangah. Ternyata ia seorang yang gemuk. Seketika itu juga,
  saya membatalkan niat untuk membeli. "Buktikan dulu bahwa jamu itu
  efektif melangsingkan kamu, " gumam saya.


  Demikian pula dengan Injil. Pesan Injil harus disertai dengan bukti
  Injil. Karakter ilahi adalah bukti Injil yang terbaik. Secara
  spesifik, Paulus menyebutkan kerendahan hati, kelemahlembutan,
  kesabaran, dan kasih yang saling membantu (ayat 2). Selain itu, kita
  harus memelihara kesatuan Tubuh Kristus (ayat 3-6). Bayangkan ada
  orang kristiani yang begitu antusias bercerita tentang Kristus,
  tetapi ia sendiri sombong, kasar, tidak sabar, dan tidak peduli
  terhadap orang lain. Atau, bayangkan sebuah gereja yang
  menggembar-gemborkan kasih Kristus, tetapi dipenuhi dengan
  permusuhan di antara jemaatnya. Siapa yang akan tertarik dengan
  Injil Kristus kalau kita, sebagai pembawa berita Injil, menunjukkan
  sikap dan perilaku seperti ini?


  Bagaimana orang-orang mengenal kita atau gereja kita selama ini?
  Adakah mereka melihat karakter Kristus di dalam tutur-laku kita?
  Apakah kita rajin membangun kesehatian gereja sendiri? Karakter kita
  yang sudah diubahkan-Nya merupakan daya tarik bagi orang lain untuk
  mengenal iman kita dalam Kristus. --JIM

             KARAKTER ORANG PERCAYA ADALAH KITAB TERBUKA.

  Efesus 4:1-16

CERMIN TELESKOP HUBBLE

  Sejak peluncurannya pada 1990, teleskop antariksa Hubble telah
  menghasilkan foto-foto alam semesta yang menakjubkan dan membantu
  manusia lebih mengerti jagad raya. Namun, di minggu-minggu
  pertamanya beroperasi, foto-foto yang dihasilkan sempat berkualitas
  sangat buruk. Jauh lebih buruk dari yang diharapkan. Selidik punya
  selidik, ternyata penyebabnya adalah cermin teleskop tersebut tidak
  sehalus yang seharusnya. Ada kesalahan kecil dalam proses
  pembuatannya. Perbaikannya membutuhkan waktu tiga tahun. Kesalahan
  yang tampaknya sepele itu telah merusak performa teleskop Hubble dan
  membuang banyak waktu dan uang.


  Demikian pula pengaruh dosa-dosa yang kerap kali dianggap "sepele".
  Salomo memang tidak membunuh; tak merampok; tidak korupsi. Ia
  "hanya" mencintai dan mengawini perempuan-perampuan Moab, Amin,
  Edom, Sidon, dan Het (ayat 1). Benarkah itu sekadar "hanya"? Tidak!
  Perbuatannya mendukakan hati Tuhan, sebab Dia sudah bertitah:
  "Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan mereka pun janganlah
  bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan
  hatimu kepada allah-allah mereka" (ayat 2). Ia gagal setia kepada
  Tuhan, sebab istri dan gundiknya itu membuatnya tak lagi sepenuh
  hati berpaut kepada Tuhan (ayat 4). Penghukuman pun dijatuhkan (ayat
  11-13).


  Adakah kita masih memilah-milah, ada dosa besar dan dosa sepele --
  yang tampaknya tak merugikan dan berakibat buruk pada orang lain?
  Berhati-hatilah. Dosa, apa pun itu, adalah pemberontakan kepada
  Tuhan. Sesuatu yang membuat kita tak lagi berpaut kepada-Nya. --ALS

              DOSA ADALAH PEMBERONTAKAN TERHADAP TUHAN.
         TIDAK ADA PEMBERONTAKAN TERHADAP TUHAN YANG SEPELE.

  1 Raja-Raja 11:1-13

Jumat, 13 Juli 2012

PRIVASI

  Saat membayangkan apa jadinya jika hak privasi tak pernah ada,
  tiba-tiba saya menjadi sangat malu. Pasti orang akan heran
  mengetahui film tidak pantas yang pernah saya tonton, percakapan
  rahasia saya untuk merusak nama baik orang lain, rencana-rencana
  busuk saya, atau pikiran-pikiran berdosa yang saya nikmati. Namun,
  kenapa saya tak pernah malu kepada Tuhan yang selalu tahu
  gerak-gerik, motivasi, pikiran, dan rancangan-rancangan yang paling
  tersembunyi sekalipun. Saya lebih takut nama baik saya tercemar
  dibandingkan takut pada kekudusan Tuhan.


  Salah satu penyebab kurangnya rasa takut atau malu ketika berbuat
  dosa adalah adanya jaminan keselamatan bagi kita yang beriman kepada
  Kristus. Memang, kita pasti masuk ke tempat perhentian-Nya yang
  kekal (ayat 1, 3). Namun, kita masih harus mempertanggungjawabkan
  hidup kita di hadapan-Nya. Itu sebabnya penulis kitab Ibrani meminta
  kita waspada (ayat 1) serta taat kepada-Nya (ayat 6, 11). Kita harus
  memegang erat firman Allah untuk menjaga hidup kita tetap bersih
  (ayat 12). Sebaliknya, ketika kita menyadari dosa, kita mesti berani
  menghampiri takhta-Nya (ayat 16). Sebab, Kristus Imam Besar kita
  (ayat 14, 15) yang mendamaikan kita dengan Allah.


  Jadi, ada dua sikap yang tampaknya bertentangan, tetapi harus ada
  secara bersamaan dalam diri orang percaya. Pertama, sikap takut
  berbuat dosa; kedua, sikap berani menghampiri Tuhan Yang Mahakudus.
  Kita harus menyadari bahwa tak ada yang dapat kita sembunyikan dari
  pandangan-Nya. Di lain pihak, setiap kali kita berdosa, kita mesti
  punya keberanian untuk segera datang kepada- Nya, memohon
  pengampunan. --HEM

     KEKUDUSAN TUHAN MEMBUAT KITA HIDUP HATI-HATI DI HADAPAN-NYA.
       KASIH KARUNIA TUHAN MEMBUAT KITA BERANI MENGHAMPIRINYA.

  Ibrani 4:1-16

HIDUPKU PANCARAN HATIKU

  Pusat penelitian Wright Air Patterson di Ohio, Amerika Serikat,
  kabarnya sedang mengembangkan teknologi menerbangkan pesawat
  terbaru. Para peneliti membuat helm khusus yang dilengkapi alat
  sensor yang berfungsi menangkapsinyal sinyal di beberapa titik
  kepala seorang pilot, sehingga pesawat itu dapat diterbangkan
  melalui kendali pikiran. Jika seorang pilot tak konsentrasi, pesawat
  akan jatuh menghantam bumi. Oleh karenanya, penting bagi seorang
  pilot berkonsentrasi dan mengendalikan pikirannya dengan baik.


  Kehebatan teknologi ini mengingatkan kita kepada peringatan yang
  Salomo tulis agar kita menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan
  (ayat 23), sebab hati manusia memancarkan kehidupan. Alkitab versi
  FAYH memberi penjelasan yang gamblang tentang hal ini, yaitu
  "jagalah hatimu, karena hatimu memengaruhi segala sesuatu dalam
  hidupmu". Setiap tindakan dan perilaku kita merupakan buah yang
  tampak dari apa yang ada dalam hati kita. Oleh karena itu, Salomo
  mengingatkan kita untuk waspada terhadap hal-hal yang mengendalikan
  hati kita, karena cepat atau lambat apa yang ada di hati kita akan
  mengendalikan setiap pikiran, tindakan, dan perkataan kita. Hanya
  ketika hati kita dikendalikan dengan didikan yang baik dan hikmat
  dari Tuhan, kita akan dimampukan untuk menjalani hidup tidak
  menyimpang ke kanan atau ke kiri, menjauhkan kaki dari kejahatan
  (ayat 27).


  Mari menilik hati. Sudahkah kita menjaganya dengan kewaspadaan?
  Ataukah dosa yang pegang kendali? Arahkanlah perhatian dan telinga
  kita kepada hikmat yang dari Tuhan (ayat 20) dan menyimpannya dalam
  hati (ayat 21) sehingga hidup kita dipengaruhi dengan segala
  kebaikan yang bersumber dari-Nya. --BER

  SAAT HATI DIPENUHI KASIH ALLAH DAN PIKIRAN DIPENUHI FIRMAN TUHAN,
PERKATAAN BERKAT YANG TEPAT PADA WAKTUNYA AKAN MENGALIR DARI MULUT KITA. -JOHN PIPER

  Amsal 4:20-27

Rabu, 11 Juli 2012

Kekhawatiran dan pemeliharaan Allah

    Dalam porsi yang wajar, kekhawatiran dapat mendorong kita untuk
    melakukan persiapan secara lebih baik. Namun kekhawatiran yang
    berlebihan dapat merupakan cermin dari ketidakberimanan kita pada
    janji pemeliharaan Allah dalam hidup kita.

    Penyertaan Allah atas diri Yakub dapat terlihat dari hadirnya
    malaikat-malaikat-Nya, baik pada saat permulaan perjalanan Yakub
    ke negeri asing (28:12) maupun pada saat pulang dari negeri asing.
    Penyertaan Allah juga dapat terlihat dari terbebasnya Yakub dari
    tangan Laban. Namun, apakah semua ini dapat menjamin bahwa Yakub
    tidak akan merasa khawatir lagi dalam hidupnya? Sayangnya tidak.

    Meskipun Allah sudah berbuat banyak bagi Yakub, semua hal itu rupanya
    masih tidak mampu melepaskan Yakub dari rasa khawatir terhadap
    Esau. Dosa masa lalunya kepada Esau masih mengejar Yakub hingga
    saat itu. Berbagai upaya ia lakukan untuk meredam kekhawatiran
    tersebut. Mulai dari penyebutan "tuan" bagi Esau dan "hamba" bagi
    dirinya, hingga upaya-upaya untuk memberikan persembahan untuk
    melunakkan hati Esau. Yakub seakan lupa pada penyertaan Allah yang
    begitu luar biasa pada dirinya di hari-hari yang lalu. Kedatangan
    Esau benar-benar membuat Yakub takut dan sesak hati (6-7).
    Sebenarnya, Yakub bukan tidak percaya pada Tuhan. Ia berdoa,
    tetapi kepercayaannya itu tidak begitu saja melepaskan dirinya
    dari kekhawatiran. Di satu pihak Yakub percaya kepada Allah dan
    karenanya berdoa untuk perlindungannya, tetapi di pihak lain ia
    tidak dapat menghilangkan kekhawatiran yang sangat besar itu.

    Bukankah kita pun sering bertindak seperti Yakub yang percaya akan
    janji pemeliharaan Allah, tetapi juga tetap sangat khawatir? Namun
    seperti Allah tetap setia pada Yakub di dalam kekhawatirannya,
    biarlah kita juga percaya bahwa Allah pun setia pada kita. Yang
    dibutuhkan sekarang adalah belajar untuk memercayakan diri kita
    kepada Tuhan. Kiranya melalui hidup Yakub, iman kita kepada Tuhan
    dapat semakin mendalam sehingga kita tidak perlu merasa khawatir
    secara berlebihan.

    Kejadian 32:1-21

TEH YANG HAMBAR


  Di suatu sore yang dingin, dua pemuda mampir ke angkringan memesan
  teh hangat. Selang beberapa menit, dua gelas teh yang masih mengepul
  telah terhidang. Sama persis. Setelah menyeruput sedikit, yang
  seorang berkata, "Kawan, sepertinya minuman kita tertukar. Teh ini
  rasanya hambar padahal saya memesan teh manis". Temannya menyeruput
  teh di depannya, "Tapi, ini teh tawar sesuai pesanan saya. Minuman
  kita tidak tertukar". Setelah diamati, minuman mereka memang tidak
  tertukar. Di dasar gelas pertama, ada gula setinggi satu centimeter.
  Gulanya belum diaduk, sehingga tehnya terasa hambar. Setelah gula
  itu diaduk, barulah teh manis bisa dinikmati.


  Kehidupan orang kristiani juga seringkali demikian, sukar dibedakan
  dari yang bukan kristiani. Banyak orang nonkristiani juga percaya
  kepada Tuhan yang Mahaesa, rajin beribadah dan berbuat baik. Rasul
  Yakobus bahkan mengingatkan bahwa setan-setan pun percaya kepada
  Tuhan dan gemetar terhadap-Nya (ayat 18). Perbedaan baru bisa
  dirasakan ketika iman itu menyatu dengan perbuatan (ayat 22).
  Yakobus mencontohkan: ketaatan Abraham menunjukkan imannya kepada
  Allah yang berkuasa dan menepati janji-Nya; tindakan Rahab
  menunjukkan imannya kepada Allah Israel. Iman perlu "diaduk"
  sehingga menyatu dengan perbuatan kita sehari-hari.


  Proses "diaduk" menjadi proses yang memerlukan kerendahan hati dan
  kerap terlewat dalam kehidupan beriman kita sehingga terkadang
  keberadaan kita di tengah masyarakat tak bisa memberi "rasa"
  apa-apa. Mari memeriksa diri: Apakah yang saya yakini tentang Allah
  dapat dirasakan dalam perbuatan saya? Apakah lewat perbuatan saya,
  orang bisa mengenali iman saya kepada Allah? --SCL

   BANYAK PERBUATAN BAIK BISA DILAKUKAN TANPA IMAN KEPADA KRISTUS,
     TETAPI TAK MUNGKIN KITA MENGAKU BERIMAN TANPA BERBUAT BAIK.

  Yakobus 2:14-26

Senin, 09 Juli 2012

Melampaui pikiran kita

Sering kali kita tidak percaya bahwa Allah dapat menolong kita keluar
dari permasalahan dan karenanya kita sering tidak meminta
pertolongan-Nya. Bersyukur karena Allah kita adalah Allah yang
penuh anugerah bahkan ketika kita tidak meminta pertolongan-Nya,
Ia tetap memberikan jalan keluar yang indah bagi kita, yang
melampaui pemikiran kita.

Ketika Yakub melarikan diri dari Laban, ia tidak percaya bahwa Allah
akan melepaskan dirinya dari maut. Namun tanpa Yakub ketahui,
Allah telah terlebih dahulu menolong hamba-Nya itu dengan cara
memberi peringatan kepada Laban agar tidak melakukan apa yang
buruk terhadap Yakub (Kej. 31:29). Ketika Laban dan Yakub bertemu,
pertolongan Allah itu menjadi nyata. Alih-alih melakukan hal yang
buruk kepada Yakub, Laban justru mengajak Yakub untuk mengikat
perjanjian (44). Perjanjian yang dilakukan pun merupakan suatu
perjanjian yang bersifat setara di mana kedua pihak yang
mengadakan perjanjian merupakan orang yang sederajat kedudukannya.
Artinya, kini Laban telah melihat Yakub sebagai orang yang
mempunyai kedudukan yang setara dengan dia. Atas perjanjian itu,
Laban dan Yakub mendirikan tugu (45, 46).

Jika di Betel Yakub mendirikan tugu sebagai peringatan ketika Allah
menampakkan diri-Nya dalam mimpi (Kej. 28:18), maka tugu yang
dibangun bersama Laban ini berfungsi sebagai saksi antara Laban
dan Yakub, yaitu bahwa mereka berdua tidak akan melewati
tanda-tanda tersebut dengan tujuan jahat terhadap pihak yang lain
(52). Akhirnya perseteruan antara Laban dan Yakub berakhir damai,
dan ini semua terjadi karena Allah secara langsung melakukan
intervensi dengan cara memberi peringatan kepada Laban.

Kegagalan kita dalam memercayakan diri kepada Allah tidak serta merta
membatalkan rencana Allah untuk menyertai kita. Allah begitu
mengasihi kita. Marilah kita senantiasa bergantung kepada-Nya,
karena sesungguhnya Ia selalu memberi kita jalan keluar melalui
cara yang lebih dari apa pun yang kita pernah bayangkan.

Kejadian 31:43-55

IMAN IMPLISIT

John Calvin pernah mengkritik iman orang kristiani pada zamannya
dengan sebutan "iman implisit". Dengan kata lain, kita langsung saja
percaya apa yang disampaikan orang tentang firman Tuhan, tanpa
mengecek kebenarannya langsung dari Alkitab. Tampaknya baik, namun,
bagaimana jika yang disampaikan itu ternyata keliru? Bukankah yang
diimani itu jadi ikut keliru? Tampaknya, "iman implisit" juga
menjangkiti orang kristiani masa kini. Bukankah kita kerap mendengar
orang kristiani yang mengaku mengenal Tuhan, tetapi dengan alasan
bahwa pendetanya yang mengajarkan demikian. Alih-alih mempelajari
firman Tuhan dengan saksama, orang ini hanya mengekor orang lain.



Tidak demikian dengan jemaat di Berea. Di satu sisi, mereka menerima
pengajaran Paulus dan Silas dengan penuh semangat (frasa "kerelaan
hati" dalam ayat 11 berasal dari kata Yunani prothymias, yang lebih
tepat jika diterjemahkan dengan frasa "kesungguhan hati"). Namun, di
sisi lain, mereka menyelidiki pengajaran tersebut di bawah terang
firman Tuhan. Mereka tidak mempraktikkan ketaatan buta yang menelan
mentah-mentah apapun yang dikatakan oleh otoritas manusia. Mereka
menguji sebuah pengajaran sebelum memercayainya.



Apakah kita memiliki "iman implisit"? Apakah kita malas meneliti
firman Tuhan secara serius demi iman kita dan hanya manut dengan
pendapat orang lain? Milikilah sikap jemaat Berea yang selalu
antusias belajar dari orang lain, tetapi juga berupaya untuk
mendalami firman Tuhan secara mandiri. --JIM

IMAN IMPLISIT HANYA DIDASARKAN PADA APA YANG DIKATAKAN ORANG.
IMAN SEJATI DIDASARKAN PADA APA YANG DIKATAKAN FIRMAN TUHAN.

Kisah Para Rasul 17:10-15

Allah yang mencegah malapetaka

    Pemeliharaan Allah dalam kehidupan kita sungguh merupakan hal yang
    sangat luar biasa dan ajaib, dan merupakan hal yang sesungguhnya
    tidak pantas kita terima. Walaupun Yakub dan keluarganya melakukan
    hal yang tidak terpuji, ternyata Tuhan tetap memelihara mereka,
    dalam hal ini dengan mencegah Laban mencelakainya.

    Laban yang marah karena ditipu Yakub segera melakukan pengejaran.
    Namun untuk melindungi Yakub, Allah melakukan tindakan
    perlindungan bagi dia. Allah memperingatkan Laban agar "jangan
    mengatai Yakub" (24), Allah juga membuat Laban tidak berhasil
    menemukan barang miliknya yang telah diambil oleh Rahel. Kita
    tidak tahu apa yang akan terjadi pada Yakub seandainya Allah tidak
    melindungi mereka. Laban tentu akan melakukan tindakan yang kejam
    sebagai balasan atas kesalahan mereka.

    Kebaikan Allah bagi Yakub haruslah dilihat dalam kerangka besar janji
    Allah kepada para pendahulunya, yaitu Abraham dan Ishak. Allah
    telah berjanji untuk menjadikan keturunan Abraham sebagai berkat
    bagi dunia. Karena janji itu, Allah telah melakukan
    tindakan-tindakan nyata untuk melindungi anak cucu Abraham dari
    upaya-upaya pihak lain yang dapat mencelakakan mereka serta
    menggagalkan janji itu.

    Sekalipun keturunan Abraham telah menunjukkan sikap yang tidak terpuji
    sebagaimana yang ditunjukkan oleh Yakub, Allah tetap setia pada
    janji-Nya. Perlindungan Allah kepada Yakub, bukan didasarkan pada
    kepantasan Yakub melainkan karena kasih setia Allah semata-mata.
    Kepada Yakub yang berdosa itu, Allah tidak akan tinggal diam, Ia
    akan menunjukkan keadilan-Nya dan akan membentuk hamba-Nya ini
    menjadi sebuah pribadi yang sesuai dengan kehendak-Nya.

    Sebagai orang percaya, kita pun seringkali bertindak seperti Yakub,
    tetapi kita boleh percaya bahwa Allah tetap setia pada janji
    keselamatan-Nya. Janganlah kita menyepelekan kasih Allah ini,
    tetapi marilah kita belajar untuk setia kepada Allah dan berusaha
    menghargai kasih karunia-Nya itu dengan hidup taat pada
    perintah-Nya.

    Kejadian 31:22-42

KETETAPAN ALLAH

  Pernahkah Anda berjumpa dengan orang yang plin plan? Pada saat
  tertentu, ia berkata dengan penuh keyakinan bahwa ia hendak
  melakukan sesuatu. Kesempatan lainnya, ia mengurungkan niatnya
  sendiri. Pepatah "bagai air di daun talas" tepat untuk menggambarkan
  orang plin plan. Butir air di daun talas bisa bergerak kemana-mana
  karena tidak bisa menempel di permukaan daun yang licin itu.
  Demikianlah orang plin plan yang terus berubah-ubah dalam pendirian
  dan perkataannya.


  Allah kita bukanlah Pribadi yang plin plan. Firman Tuhan hari ini
  mengajarkan doktrin tentang ketetapan Allah (God's decree).
  Ketetapan Allah tidak berubah sepanjang waktu. Allah tidak pernah
  membetulkan atau membatalkan ketetapan-Nya. Ketetapan Allah pasti
  terlaksana sesuai dengan kedaulatan-Nya (ayat 10- 11). Ketetapan
  Allah juga termasuk hal-hal tidak menyenangkan yang ditujukan untuk
  mendisiplin umat-Nya (ayat 11). Akhirnya, keselamatan umat-Nya
  adalah bagian dari ketetapan-Nya (ayat 13). Kebenaran yang terakhir
  ini sangat menguatkan karena artinya keselamatan kita bersifat
  pasti. Tidak ada yang dapat menghilangkan anugerah keselamatan dari
  Allah bagi kita.


  Apakah saat ini Anda sedang dirundung keraguan atas rencana- Nya
  dalam hidup Anda? Apakah Anda sedang mengalami kehilangan keyakinan
  atas keselamatan Anda? Firman Tuhan hari ini kiranya meneguhkan Anda
  lagi. Allah yang mengasihi kita bukanlah Allah yang plin plan.
  Ketetapan Allah sesungguhnya mencerminkan karakter Allah sendiri.
  Ketetapan Allah sepasti karakter Allah! Dalam keteguhan itu, kita
  pun beroleh keberanian untuk terus menaati firman-Nya dalam situasi
  yang paling tidak pasti. --JIM

    KETETAPAN ALLAH ADALAH JANGKAR YANG KUAT BAGI PERAHU IMAN KITA
                  DI TENGAH SERANGAN OMBAK KERAGUAN.

  Yesaya 46:9-13

Sabtu, 07 Juli 2012

Usaha manusia dan berkat Allah

    Alkitab mengatakan bahwa manusia merencanakan, tetapi Allah yang
    menentukan. Apa pun yang kita lakukan, berhasil atau tidak, bukan
    berada di bawah kendali kita, tetapi di tangan Allah.

    Setelah mendapat Rahel dan selesai membayar Laban, lewat pekerjaannya,
    Yakub berpamitan. Namun Laban yang melihat bahwa Tuhan memberkati
    Yakub (27) meminta dia untuk bekerja lagi untuknya dengan
    perjanjian tentang upah yang disepakati bersama. Yakub sudah
    mendapatkan apa yang diinginkan, tetapi karena diminta bekerja
    lagi maka ia pun kembali memutar otaknya agar kali ini
    pekerjaannya memberi hasil yang lebih banyak (37, 39, 42).
    Permintaannya sederhana, yaitu kambing yang lahir dengan
    bintik/belang dan domba dengan warna hitam/gelap adalah ternak
    yang akan menjadi bagian yang dia miliki (33). Umumnya, kambing
    memiliki warna coklat tua/hitam sedangkan domba umumnya berwarna
    putih. Hanya sedikit kambing yang memiliki corak bintik/belang.
    Demikian pula hanya sedikit domba yang memiliki warna hitam/gelap.
    Laban jelas gembira dengan tawaran Yakub, sebab Laban melihat
    bahwa dirinya tentu akan lebih diuntungkan dalam perjanjian ini.
    Tak ayal lagi, Laban pun dengan cepat menyetujui apa yang diminta
    oleh Yakub (34). Namun apa yang terjadi kemudian? Yakub malah
    memperoleh banyak kambing dan domba sehingga harta Yakub menjadi
    semakin banyak, entah itu kambing, domba, budak perempuan, budak
    laki-laki, unta, maupun keledai (43).

    Pertanyaan yang muncul di benak kita adalah, apakah keberhasilan Yakub
    dalam memperoleh kekayaan tersebut semata-semata disebabkan oleh
    kepintarannya, atau ada faktor lain? Ternyata Yakub pun tahu dan
    percaya bahwa bukan karena kemampuan dirinya ia berhasil, tetapi
    karena ada Allah yang telah memberkati dirinya dengan keberhasilan
    (31:7-9). Belajar dari peristiwa yang terjadi pada Yakub ini,
    hendaknya kita pun tidak menjadi sombong bila kita berhasil, sebab
    keberhasilan itu kita peroleh karena Allah berkenan untuk
    memberkati usaha kita.

INSYA ALLAH

  Dulu saya agak jengah dengan istilah "insya Allah". Bukan saja
  terasa asing di telinga, istilah itu rasanya menggambarkan iman yang
  ragu-ragu, kurang yakin dalam mengklaim janji dan pemeliharaan Allah
  bagi kehidupan kita. Benarkah demikian?


  "Insya Allah" secara sederhana berarti "jika Tuhan menghendakinya",
  seperti yang digunakan tim penerjemah Alkitab Terjemahan Baru. Akan
  tetapi, dalam Alkitab Terjemahan Lama, para penerjemah memilih untuk
  meminjam ungkapan dari bahasa Arab itu. Selain dalam nas hari ini,
  istilah itu juga muncul dalam janji Paulus kepada jemaat Efesus
  (Kisah Para Rasul 18:21) dan jemaat Korintus (1 Korintus 4:19). Saya
  jadi berpikir ulang. Oh, ternyata yang teguh dan pasti itu adalah
  janji Allah; adapun janji dan rencana manusia itu sudah sepantasnya,
  seperti ditegaskan Yakobus, dibungkus dengan "insya Allah". Kita
  dapat memberikan janji dan menyusun rencana serta berusaha sebaik
  mungkin untuk memenuhinya, tetapi kita tidak dapat memastikan apa
  yang akan terjadi pada masa depan.


  "Insya Allah", dengan demikian, adalah sebuah ungkapan kerendahan
  hati: kesadaran bahwa bukan kita yang memiliki dan menentukan masa
  depan; bahwa rencana terbaik kita tidak senantiasa selaras dengan
  rencana terbaik Tuhan; bahwa kita serba terbatas di hadapan
  kemahakuasaan dan kemahatahuan-Nya. Dengan itu, kita memberi ruang
  bagi-Nya untuk mengubah dan meluruskan langkah kita. Sekaligus kita
  mengakui bahwa masa depan terbaik kita ada di dalam tangan-Nya.
  --ARS

                      JANJI ALLAH: YA DAN AMIN.
                     JANJI MANUSIA: INSYA ALLAH.

  Yakobus 4:13-17

HIDUP BARU


  Selama 16 tahun, John Kovancs tinggal di terowongan kereta api
  bawah tanah nan gelap. Saat ada perbaikan terowongan, ia terpaksa
  mencari tempat tinggal baru. Suatu saat, ia terpilih menjadi orang
  pertama yang memenangkan program "mengubah tunawisma menjadi
  penghuni rumah tetap" yang diadakan The New York Times. John
  meninggalkan tempat tinggal lamanya dan menjadi petani organik di
  New York. Katanya, "Udara di luar sini terasa lebih baik. Saya tak
  akan merindukan kehidupan lama saya. Saya tak akan kembali ke sana
  lagi."


  Pernyataan John semestinya juga mewakili sikap hati kita dalam
  menjalani kehidupan manusia baru di dalam Kristus. Paulus
  menyebutnya "menanggalkan manusia lama" dan "mengenakan manusia
  baru" (ayat 22-23). Mengapa mesti menanggalkan manusia lama? Manusia
  lama itu jauh dari hidup yang berasal dari Allah (ayat 18). Oh,
  adakah yang lebih buruk daripada hidup yang jauh dari Allah? Hidup
  yang diliputi kebodohan dan kekerasan hati; membuat perasaan menjadi
  tumpul sehingga hawa nafsu, serakah, dan perbuatan cemarlah yang
  dilakukan setiap kali (ayat 19). Sementara itu, mengenakan manusia
  baru berarti dibarui dalam roh dan pikiran (ayat 23); diciptakan
  menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang
  sesungguhnya (ayat 24). Jadi, ada perubahan selera dan orientasi
  hidup; meneladan Kristus (ayat 20); ramah, penuh kasih mesra, saling
  mengampuni (ayat 32).


  Masihkah kita menginginkan manusia lama? Dalam hal apa kita
  cenderung berbalik kepada manusia lama? Mari mohon pengampunan
  Tuhan. Diiringi pertolongan Roh Kudus, serukanlah komitmen John
  Kovancs: "Saya tak akan kembali ke sana lagi!" --NIL

           MANUSIA BARU MEMUNCULKAN SELERA HIDUP YANG BARU.

  Efesus 4:17-32

BERHALA HATI

  Setiap kali mendengar kata berhala,  mungkin kita membayangkan
  sebuah patung sesembahan, semua jimat yang disimpan di balik
  pakaian, atau benda-benda antik yang mempunyai kekuatan tertentu.
  Sebagai orang kristiani, kita tahu bahwa berhala adalah suatu
  kekejian di mata Tuhan. Oleh karenaitu, saya yakin bahwa sebagian
  besar kita tidak menyimpan apalagi menyembah kepada benda-benda
  seperti itu.


  Akan tetapi, berdasarkan kitab Yehezkiel pasal 14 yang kita baca
  hari ini, berhala bukan hanya sesuatu yang bersifat kasat mata,
  tetapi juga hal-hal yang tidak kelihatan. Dalam bacaan kita disebut:
  orang-orang ini menjunjung berhala-berhala di dalam hatinya. Segala
  sesuatu yang mengambil tempat Tuhan di hati kita merupakan berhala.
  Berhala-berhala yang ada dalam hati tersebut merupakan batu
  sandungan yang membuat kita mudah terjerumus ke dalam berbagai dosa.


  Adakah sesuatu yang sedang begitu memikat hati kita melebihi Tuhan
  Yesus? Apakah itu ambisi kita dalam berkarier, keinginan untuk
  dianggap penting, atau pengejaran harta benda, atau mungkin
  keterikatan pada seseorang, atau juga soal popularitas dan asmara.
  Segala sesuatu harus diuji dan ditempatkan sesuai porsinya. Jangan
  sampai ia menggantikan posisi Tuhan di dalam hati kita. Tuhan yang
  kita sembah adalah Tuhan yang cemburu. Tuhan yang menghendaki kita
  menjadi umat-Nya yang setia, dan Tuhan mau Dia saja yang menjadi
  Allah kita. --SCL

                 TUHAN MAU BERSEMAYAM DI HATI KITA,
               MENJADI YANG TERUTAMA DAN SATU-SATUNYA.

  Yehezkiel 14:1-11

Kamis, 05 Juli 2012

MANDIRI ATAU BERGANTUNG?


  Hari itu tak seperti biasanya. Sam kecil berlari dengan air mata
  berderai saat kami muncul di kelompok bermainnya. Ia mendekap erat
  ayahnya. Rupanya, seorang teman telah merebut pisangnya. Ia meminta
  sang ayah mengambilnya kembali. Ia tahu kepada siapa ia mendapatkan
  rasa aman dan pertolongan.


  Daud mengalami Tuhan yang melepaskannya dari musuhserta dari tangan
  Saul. Bagian firman Tuhan yang kita baca ialah gelora syukur yang
  memenuhi hati Daud, yang kemudian digubah dalam Mazmur 18.
  Pengalamannya dengan Tuhan memperdalam pengenalannya akan Dia,
  tempat berlindung yang dapat diandalkan (ayat 2-3). Saat dalam
  kesesakan dan sepertinya tak ada jalan keluar, Daud berseru kepada
  Tuhan (ayat 6-7). Sebagaimana Daud, tokoh-tokoh Alkitab seperti
  Abraham, Musa, Yosua, Daniel, Nehemia, Maria, dan Paulus dicirikan
  dengan kebergantungan mereka yang radikal kepada Tuhan.


  Sebagaimana seorang balita bergantung pada ayah dan ibunya dalam
  segala hal, kita juga bergantung pada Tuhan dalam segala sesuatu.
  Beberapa orang berpikir bahwa kita seharusnya bertumbuh dari "masa
  balita" dalam hal kebergantungan pada Tuhan ini, menjadi lebih
  mandiri. Kebenarannya adalah bahwa kita selalu memerlukan Tuhan.
  Kita mengawali kehidupan kristiani dengan kebergantungan pada kasih
  karunia yang tidak layak kita terima. Kita juga melanjutkan
  kehidupan kristiani dengan kebergantungan pada Tuhan yang terus
  berkarya memulihkan, memimpin, mengasihi, menyediakan, memuaskan,
  dan memindahkan gunung. Ketika kita bergantung pada Tuhan, kita akan
  mendapati Dia dapat diandalkan dan bersuka memuliakan-Nya. --SWS

       TUHAN DIMULIAKAN KETIKA KITA MENARUH KEBERGANTUNGAN KITA
                       SECARA PENUH KEPADA-NYA.

  2 Samuel 22

Rabu, 04 Juli 2012

TERLALU SIBUK? BERDOALAH!

  Saat libur sekolah tiba, kakak saya memberi tugas kepada anaknya
  yang masih kelas 2 SD untuk membantunya menerima telepon. Saat
  telepon berdering dan kakak sibuk menjawab telepon lain, keponakan
  saya mengangkatnya dan berkata: "te to te tooott ... telepon yang
  Anda tuju sedang sibuk, silakan coba beberapa saat lagi."


  Meski geli, tingkahnya membuat saya jadi merenungkan dan mensyukuri,
  Tuhan yang kita sembah bukanlah Tuhan yang terlalu sibuk mendengar
  doa. Justru padatnya jadwal sering membuat kita merasa tak ada waktu
  sekadar berkomunikasi dengan-Nya. Ayat pilihan hari ini mengingatkan
  kita, bahwa di tengah pelayanan yang padat (Markus 1:1-34), Yesus
  menggunakan kesempatan untuk berdoa sebelum memulai pekerjaaan-Nya
  (ayat 35). Mengapa Yesus harus berdoa? Melalui doa, Yesus menyatakan
  dua hal. Pertama, relasi-Nya dengan Allah sangat intim. Sepenat apa
  pun, kebersamaan dengan sang Bapa tidak hendak Dia lewatkan. Kedua,
  Yesus menyatakan relasi-Nya dengan Bapa adalah hal yang mendasari
  semua pelayanan-Nya di bumi. Sebagai manusia, Dia bergantung penuh
  pada Allah. Kehadiran dan kuasa Allah itulah yang Dia nyatakan
  ketika menyelesaikan berbagai masalah, memenuhi kebutuhan pelayanan,
  dan mengubah keadaan sekitar.


  Bagaimana kehidupan doa kita? Apakah kesibukan dan padatnya jadwal
  kegiatan kerap menjadi alasan untuk tak berdoa sungguh-sungguh?
  Sebagaimana lampu memerlukan kabel sebagai sarana penghubung dengan
  sumber listrik agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya, demikian
  pula manusia memerlukan doa sebagai sarana penghubung dengan Sang
  Sumber hidup, sehingga kita bisa hidup selaras dengan kehendak-Nya.
  --DEW

                KALAU KITA BEKERJA, KITA YANG BEKERJA;
   TETAPI KALAU KITA BERDOA, TUHANLAH YANG BEKERJA. -HUDSON TAYLOR

  Markus 1:35-39

Selasa, 03 Juli 2012

Fwd: (e-RH) Juli 03 -- SISIHKAN, BUKAN SISAKAN


  Kegiatan menabung yang kami fasilitasi untuk ibu-ibu pemulung dan
  buruh harian sudah berjalan lebih dari empat tahun. Awalnya terasa
  sulit bagi mereka. Berapa pun uang yang terkumpul tak bisa disisakan
  untuk tabungan. Untuk kebutuhan harian pun selalu kurang.
  Pendekatannya lalu diganti. Ibu-ibu disarankan untuk menyisihkan
  lebih dulu sedikit uang yang mereka dapat untuk ditabung, sisanya
  baru diatur untuk kebutuhan harian. Metode mengatur skala prioritas
  ini cukup membantu melepaskan mereka dari jerat rentenir.


  Rumusan "sisihkan, bukan sisakan" seharusnya juga menjadi rumusan
  untuk waktu khusus bersama Tuhan. Seperti Daniel. Daniel adalah
  pembesar negara yang tentu sangat sibuk (ayat 3-4), tetapi yang
  mengagumkan, ia sudah punya tempat, waktu, bahkan metode yang tetap
  untuk bersekutu dengan Allahnya (ayat 11). Dalam konteks ini, Daniel
  memang sedang terancam akan dilemparkan ke gua singa. Namun, berdoa
  tiga kali sehari bukan dilakukannya karena panik dengan ancaman itu.
  Hal ini dicatat sudah menjadi pola kebiasaannya. Ia benar-benar
  menyisihkan yang terbaik untuk Allah, bukan memberi sisa.


  Mungkin selama ini kita hanya memberi sisa-sisa waktu, sisa-sisa
  tenaga, serta kemauan sehingga waktu bersama Tuhan tidak berisi.
  Mari ubah pendekatan kita dengan menyisihkan (menyediakan) bukan
  menyisakan waktu untuk berdoa dan membaca firman-Nya. Seperti
  ibu-ibu dampingan kami, kita pun perlu belajar mengatur skala
  prioritas. Mungkin awalnya terasa berat, tetapi mintalah pertolongan
  Roh Kudus agar kita bijak menempatkan prioritas hidup dan
  diperkenankan menikmati persekutuan yang indah dengan Allah tiap
  hari. Persekutuan dengan Allah menolong kita menghadapi situasi
  hidup apa pun. --SCL

         PRIORITAS PERTAMA HARI INI: BERSEKUTU DENGAN TUHAN.

  Daniel 6