Jumat, 31 Agustus 2012

GRATIA MELAHIRKAN GRATITUDE

  Ada sebuah ungkapan: Gratia (anugerah) melahirkan gratitude
  (syukur). Kesadaran akan anugerah Tuhan dalam kehidupan kita akan
  menghasilkan limpahan ucapan syukur. Ketika anugerah tidak disadari,
  kita bisa menganggap banyak hal memang sudah sepatutnya kita terima,
  dan rasa syukur pun berangsur pudar.


  Pernyataan Paulus yang baru saja kita baca menunjukkan kesadarannya
  yang sangat kuat akan anugerah Tuhan dalam hidupnya. Ia adalah orang
  yang menyetujui perajaman martir pertama, Stefanus. Lalu, ia
  mengancam dan menangkapi para pengikut Kristus (lihat Kisah Para
  Rasul 8:1; 9:1-2). Ia penghujat dan penganiaya, seorang yang ganas
  (ayat 13). Namun, Tuhan berkenan menampakkan diri kepadanya,
  mengubah hidupnya, dan memercayakan pelayanan pemberitaan Injil
  kepadanya. Paulus tidak sedang membanggakan masa lalunya yang penuh
  dosa. Ia tengah dipenuhi rasa syukur yang lahir dari limpahnya
  anugerah Tuhan (ayat 14). Orang boleh memandangnya sebagai seorang
  rasul besar, pengkhotbah hebat, tetapi ia sadar betul ia hanyalah
  seorang pendosa besar yang mendapat kasih karunia Tuhan (15-16).


  Kita perlu terus mengingatkan diri bahwa kesempatan melayani Tuhan
  adalah kasih karunia, bukan sesuatu yang bisa kita lakukan karena
  kita lebih baik atau lebih mampu dari orang lain. Kita bahkan tidak
  bisa menyebut pelayanan sebagai balas budi atas anugerah-Nya, sebab
  kemurahan Tuhan tidak dapat kita tukar atau ganti dengan ragam
  kebaikan kita. Biarlah anugerah Tuhan sekali lagi melahirkan syukur
  di hati kita, dan menggerakkan kita untuk melayani-Nya. --ULS

                      KEMBALIKAN SYUKUR DI HATI
                DENGAN MENGINGAT KASIH KARUNIA TUHAN.

  1 Timotius 1:12-17

Kamis, 30 Agustus 2012

PENGHARGAAN

  Cukup sering saya merasa gagal ketika menyelesaikan suatu tugas.
  Perasaan kecewa dan menyalahkan diri semakin kuat bila tugas yang
  saya kerjakan itu dilihat oleh banyak orang. Selidik punya selidik,
  perasaan gagal itu ternyata terkait dengan tanggapan orang lain.
  Ketika hasil kerja saya tampaknya kurang dihargai, saya merasa
  kecewa. Saya berharap pujian, tetapi justru kritiklah yang lebih
  banyak saya terima.


  Keinginan mendapatkan penghargaan merupakan salah satu penghalang
  kita melayani Allah. Itu sebabnya Yesus mengingatkan murid-murid-Nya
  dengan mengutip tata krama seorang hamba terhadap tuannya
  sebagaimana kebiasaan pada zaman itu. Ketika melakukan tugas, kita
  bukanlah tuan yang berhak menerima pujian. Sebaliknya, kita adalah
  hamba. Bahkan, bukan hanya pujian yang tidak layak kita terima,
  sekadar ucapan terima kasih pun tidak boleh kita harapkan. Apakah
  dengan demikian Allah adalah Tuan yang kejam? Sama sekali tidak.
  Karena Yesus, Allah yang menjadi manusia itu memberikan teladan bagi
  kita. Yesus menggenapkan seluruh tugas yang dibebankan Allah, yaitu
  sampai mati di atas kayu salib dalam kehinaan tiada tara.


  Apakah Anda merasa lesu melayani Tuhan? Anda bermaksud meninggalkan
  tugas pelayanan yang Tuhan percayakan? Atau Anda tidak ingin
  melayani karena merasa pelayanan itu tidak ada gunanya? Bila
  keinginan itu muncul, cobalah selidiki, apakah hal itu terkait oleh
  tiadanya penghargaan atau pujian yang Anda terima. Lalu, pandanglah
  Kristus yang telah meninggalkan teladan dengan hidup sebagai hamba,
  sekalipun Dia adalah Tuan kita. --HEM

        BERSYUKURLAH KEPADA KRISTUS YANG TELAH MELAYANI KITA.
     BANGKITKAN KEMBALI SEMANGAT PELAYANAN DENGAN MENELADANI-NYA.

  Lukas 17:7-10

Rabu, 29 Agustus 2012

JAWABAN DOA

  Jemaat gereja kami cukup banyak. Namun, seperti masalah klise
  berbagai gereja, yang mau dan mampu melayani sangat terbatas. Kami
  sungguh berdoa pada Tuhan agar ada tambahan orang untuk mengisi
  kekosongan yang ada. Ketika satu per satu tenaga pelayan diberikan,
  kami menyapa mereka dengan berkata, "Terima kasih telah menjadi
  jawaban Tuhan atas doa kami."


  Masalah kekurangan pekerja sudah dialami sejak zaman Ezra. Pada
  zaman Raja Artahsasta, Ezra diperkenankan pulang ke Yerusalem untuk
  membangun kembali ibadah di Bait Allah. Sayang, di antara sekian
  banyak orang yang pulang bersamanya, ia tidak mendapati orang-orang
  Lewi untuk penyelenggaraan kebaktian (ayat 15). Ezra tidak mengambil
  jalan pintas mengganti peran khusus bani Lewi yang sudah ditetapkan
  Tuhan. Ia membagikan kebutuhan spesifik itu kepada saudara-saudara
  di Kasifya. Mendengar visi Ezra menyelenggarakan kembali kebaktian
  di Bait Allah dan apa yang dibutuhkan untuk mewujudkannya, mereka
  pun berespons. Ezra mengenali "tangan murah Allah" dalam semua
  proses itu.


  Ketika mengalami kekurangan pekerja dalam pelayanan, seberapa jauh
  kita melibatkan Allah? Bisa jadi kita frustrasi dan mengambil
  langkah yang keliru: mungkin memborong pelayanan sendiri atau
  menurunkan standar pelayanan demi kebutuhan mendesak. Ingatlah bahwa
  pelayanan adalah milik Allah, Dialah yang menetapkan bagian
  tiap-tiap anggota dalam pembangunan tubuh-Nya. Mintalah Dia mengirim
  para pekerja menurut cara-Nya. Informasikan kebutuhan pelayanan
  secara spesifik pada sesama anggota tubuh Kristus. Dan, ketika
  kebutuhan terpenuhi, bersyukurlah atas tangan murah Allah yang
  menjawab doa kita. --SCL

         TUHAN MEMILIKI ORANG YANG TEPAT UNTUK PEKERJAAN-NYA.
        MINTALAH PEKERJA PADA-NYA DAN NANTIKANLAH JAWABAN-NYA.

  Ezra 7:28b-8:20

Selasa, 28 Agustus 2012

TERANG BAGI NEGERI

  Kedua anak perempuan teman saya punya cita-cita istimewa. Yang
  sulung ingin menjadi hakim. Yang bungsu ingin menjadi jaksa. Mereka
  ingin menjadi para penegak kebenaran dan pembela yang lemah. Saya
  bertanya bagaimana mereka bisa punya cita-cita semulia itu. Dengan
  mimik serius layaknya orang dewasa salah satu menjawab, "Aku belajar
  dari Alkitab, Tuhan sangat menentang ketidakadilan dan kejahatan.
  Namun, itulah yang banyak terjadi sekarang." Tiap mengingat mereka
  saya terharu. Kedua anak itu rindu menjadi terang di tempat yang
  dianggap banyak orang kotor, penuh kegelapan.


  Yesus mengingatkan murid-murid-Nya bahwa untuk memenuhi fungsinya,
  terang harus berada di tempat yang tepat, yaitu di tempat yang bisa
  dilihat orang (ayat 16). Bukankah "dilihat orang" itu terkesan
  sombong? Dalam konteks ini tidak, karena tujuannya adalah orang
  dibawa memuji Tuhan, bukan kebaikan manusia. Berada di tempat yang
  tepat dimaksudkan agar fungsi terang itu maksimal (ayat 15). Di
  manakah terang paling berfungsi jika bukan di tempat yang gelap?
  Kapan orang membutuhkan cahaya untuk melihat kota di atas gunung
  atau beraktivitas di dalam rumah? Bukankah pada saat gelap meliputi?


  Kerap kali pelita orang kristiani "tersembunyi" selama hari kerja,
  karena yang dianggap pelayanan hanyalah aktivitas hari Minggu di
  gereja. Padahal, dunia yang butuh diterangi itu mencakup semua
  bidang kehidupan hukum dan pemerintahan, bisnis dan ekonomi,
  kesehatan dan pendidikan, media, bahkan seni, dan hiburan. Ketika
  menjumpai "kegelapan" di negeri ini, biarlah kita tidak putus
  harapan, tetapi justru bersemangat, karena di sanalah kesempatan
  yang sesungguhnya menjadi terang dunia. --LAN

              DI MANAKAH ANDA DAN SAYA SEHARUSNYA BERADA
      AGAR BANYAK ORANG MELIHAT KEBENARAN DAN MEMULIAKAN TUHAN?

  Matius 5:13-16

Senin, 27 Agustus 2012

SEMUA ORANG PUN MENDENGARNYA

  Orang Yahudi perantauan, penganut Yahudi (bukan bangsa Yahudi),
  orang Kreta dan juga orang Arab; merekalah yang mengucapkan
  kata-kata dalam ayat pilihan ini. Ya, orang Arab juga turut
  mendengar perbuatan-perbuatan Allah! Kisah Yesus hangat
  diperbincangkan di Yerusalem saat mereka tengah di sana. Kisah yang
  menakjubkan sekaligus menghebohkan. Yesus mati disalib belum
  berselang lama.


  Kini mereka mendengar lanjutan kisah itu. Yesus sudah bangkit.
  Murid-murid berkata bahwa mereka telah menerima Roh Kudus yang
  memberi mereka kesanggupan berbicara seperti itu. Publik seketika
  melihat perbedaan besar. Tak tersirat sedikit pun ketakutan atau
  keraguan pada murid-murid itu. Petrus si penyangkal. Juga Yohanes
  yang kabur terbirit-birit sewaktu Yesus ditangkap. Kini mereka,
  bersama murid-murid Yesus lainnya berbicara dalam bahasa yang
  dimengerti semua orang yang hadir. Orang Kreta mendengar kesaksian
  murid-murid itu dalam bahasa mereka. Orang Arab juga mendengarnya
  dalam bahasa Arab hingga mereka mengerti kisah Yesus itu secara
  jelas. Kira-kira tiga ribu orang memercayai kebenaran kisah itu
  sesudahnya (ayat 41).


  Hari ini, berita yang sama masih perlu diperdengarkan dengan jelas.
  Yesus telah menyediakan jalan keselamatan agar manusia yang berdosa
  dapat kembali hidup memuliakan Allah. Adakah kendala bahasa yang
  menghalangi kita menyampaikannya? Mohon Roh Kudus menolong kita.
  Sebagian orang berkomunikasi dengan bahasa formal, akademis,
  sebagian lagi bahasa gaul. Bahasa daerah beserta dialeknya banyak
  juga. Dengan cara apa selama ini kita mempercakapkan
  perbuatan-perbuatan Allah? --MUN

         BICARAKANLAH PERBUATAN-PERBUATAN ALLAH DALAM BAHASA
     YANG DIMENGERTI TEMAN BICARA. ALLAH SUNGGUH MENGINGINKANNYA!

  Kisah Para Rasul 2:1-13

Minggu, 26 Agustus 2012

PERLU DIRANGKUL

  Pernahkah Anda melakukan kesalahan? Bagaimana perasaan Anda ketika
  dalam situasi yang demikian, orang-orang menyerang dan menyalahkan
  Anda? Ada dua kemungkinan. Anda akan menyalahkan diri sendiri secara
  berlebihan, menarik diri agar tidak melakukan kesalahan baru. Atau,
  Anda akan membela diri, berusaha menunjukkan bahwa Anda bukan
  satu-satunya yang patut dipersalahkan. Masalah tidak dibereskan
  secara objektif, hubungan pun terancam rusak.


  Merusak hubungan antar sesama anggota tubuh Kristus adalah strategi
  favorit Iblis. Ia tahu anak-anak Tuhan harus saling melengkapi untuk
  mengerjakan tujuan-tujuan Tuhan di dunia ini. Paulus sangat
  menyadarinya. Sebab itu, ia memberi peringatan kepada jemaat di
  Korintus. Tersirat dari bacaan kita, mereka sedang memiliki masalah
  dengan salah seorang saudara. Teguran demi teguran diberikan. Tapi
  orang yang bersalah tidak butuh lebih banyak teguran, melainkan
  pengampunan dan penghiburan untuk menolongnya kembali ke dalam
  persekutuan dan memperbaiki sikapnya (ayat 7). Tanpa itu ia akan
  terus terpuruk dengan rasa bersalah dan tidak ditolong untuk
  bertumbuh.


  "Kasihi dia dengan sungguh-sungguh, " (ayat 8), adalah nasihat yang
  juga harus dipraktikkan dalam komunitas kita hari ini. Tuhan rindu
  kita saling membangun dalam pekerjaan baik yang memuliakan Dia.
  Sebaliknya, Iblis berusaha membuat kita saling menyakiti, sehingga
  Tuhan yang kita sembah tidak dihormati orang. Bagaimana kita
  bersikap satu sama lain? Kesalahan perlu ditegur, tetapi orang yang
  bersalah perlu dirangkul untuk bangkit kembali. Jangan biarkan Iblis
  beroleh keuntungan atas kita, sebab kita tahu apa maksudnya! --MEL

             ORANG YANG BERSALAH MEMBUTUHKAN PENGAMPUNAN.
         JUGA, DORONGAN UNTUK KEMBALI HIDUP MEMULIAKAN TUHAN.

  2 Korintus 2:5-11

Senin, 13 Agustus 2012

TIDAK MAU MIKIR

  Teman saya mengaku bahwa ia lebih senang membaca novel daripada
  membaca Alkitab. Novel setebal ratusan halaman bisa dilalapnya dalam
  satu dua malam. "Novel lebih mudah dipahami, sih. Kalau Alkitab,
  saya takut salah tafsir, " alasannya sambil tertawa. Teman saya
  tidak sendiri. Banyak orang juga merasa takut atau enggan belajar
  firman Tuhan, dan menganggap jemaat awam itu cukup percaya saja apa
  yang dikhotbahkan para pendeta atau dituliskan para pengarang buku
  rohani. Lucunya, dalam hal lain, mereka bisa sangat kritis.


  Ketika Yesus mengatakan bahwa orang-orang Farisi dan Saduki tidak
  dapat membedakan tanda zaman, itu tidak berarti mereka tidak punya
  kemampuan untuk memahami hal-hal rohani. Sebaliknya, ia justru
  menegur mereka, karena sesungguhnya mereka sangat pintar dalam
  melakukan analisis tentang hal-hal yang mereka ingin ketahui (ayat
  2-3). Namun, mereka tidak menggunakan kemampuan berpikir yang sama
  saat melihat berbagai tanda mukjizat yang dilakukan Yesus, dan
  beriman kepada-Nya. Masalahnya terletak pada hati mereka yang "jahat
  dan tidak setia" (ayat 4). Mereka tidak ingin menerima Yesus sebagai
  Sang Mesias dan mencari alasan dengan meminta tanda lebih banyak.


  Apakah kita juga memakai kemampuan berpikir kita untuk hal-hal yang
  kita mau dan senangi saja, bukan untuk menemukan dan menanggapi
  kebenaran? John Piper menyebut dosa ini sebagai "perzinaan" pikiran.
  Mari berubah. Beriman pada Tuhan tidak berarti menuhankan atau
  meninggalkan logika. Sebaliknya, memakai akal sehat sebaik mungkin
  bagi kepentingan Pencipta yang mengaruniakannya. --ELS

                KEMAMPUAN BERPIKIR DIKARUNIAKAN TUHAN
          AGAR KITA DAPAT MENEMUKAN DAN MERESPONS KEBENARAN.

  Matius 16:1-4

Minggu, 12 Agustus 2012

TAK PERNAH GAGAL

Matius 1 adalah pasal yang menggetarkan hati, terutama jika Anda
keturunan Yahudi. Betapa tidak, pasal ini menunjukkan penggenapan
janji Tuhan kepada nenek moyang mereka. Kristus, Sang Mesias telah
datang! Padahal, bangsa Yahudi telah sekian lama tercerai-berai di
tanah pembuangan akibat dosa mereka sendiri. Silsilah ini memastikan
bahwa rencana Tuhan tidak gagal karena kelemahan manusia. Tuhan
sendiri yang memelihara garis keturunan Abraham dan Daud, hingga
Mesias lahir sesuai yang dijanjikan-Nya. Betapa hebatnya Tuhan!


Silsilah ini juga menunjukkan hikmat dan kesabaran Tuhan yang tak
terselami. Periksalah daftar nama-namanya dalam Perjanjian lama.
Abraham, Ishak, Yakub, sama-sama pernah menipu. Yehuda tidur dengan
menantunya, Tamar. Rahab adalah seorang pelacur. Rut adalah
perempuan Moab. Daud berzinah dan melakukan pembunuhan berencana.
Salomo cinta kekayaan dan punya banyak isteri. Rehabeam tak
mendengar nasihat para tua-tua. Abia hidup dalam dosa ayahnya. Asa
sakit hati pada Tuhan hingga ajal menjemput. Yosafat bekerjasama
dengan orang jahat. Yoram sakit usus dan mati dengan tidak dicintai
orang. Kita bisa meneruskan daftarnya dan sampai pada kesimpulan
yang sama. Manusia jatuh bangun dalam dosa, tetapi itu tak mengubah
atau menggagalkan rencana Tuhan: Mesias harus datang untuk
menyediakan jalan keselamatan, supaya mereka yang percaya kepada-Nya
dapat menyatakan kemuliaan Tuhan hingga ke ujung-ujung bumi, dan
menyembah Tuhan selamanya.


Jika Anda mulai meragukan Tuhan, biarlah silsilah ini mengingatkan
Anda kembali: Manusia bisa mengecewakan, tetapi Tuhan kita tak
pernah gagal, tak pernah lalai menepati janji-Nya. --ELS

TUHAN SEMESTA ALAM TELAH MERANCANG,
SIAPAKAH YANG DAPAT MENGGAGALKANNYA? -YESAYA 14:27

Matius 1:1-17

YESUS JUGA MANUSIA

Di televisi beberapa kali terlihat seorang pejabat yang masuk ke
perkampungan kumuh, lalu mencoba makan nasi bungkus dan menggendong
seorang anak yang kumal. Kesan bahwa ia bersimpati dan merasakan
penderitaan kaum miskin telah ia buat dalam sehari itu. Namun,
seberapa jauh pengalaman itu membekas dalam hidupnya? Benarkah ia
sungguh dapat merasakan penderitaan kaum tertindas dengan tindakan
tersebut?


Tuhan Yesus pernah menjadi manusia seutuhnya. Dia memiliki darah dan
daging, sama dengan yang dimiliki manusia (ayat 14). Dia mengalami
dan melakukan hal-hal yang dialami dan dilakukan oleh manusia pada
umumnya. Dia makan dan minum, menjadi letih, menangis dan
seterusnya. Dia juga mengalami pencobaan, penderitaan bahkan maut
(ayat 9, 18). Penderitaan fisik yang Dia alami di sekitar
penyaliban-Nya merupakan penderitaan yang sulit dicari bandingannya.
Penderitaan batin juga dijumpainya ketika Dia difitnah, ditolak,
bahkan orang-orang terdekat-Nya menyingkir ketika Dia melangkah ke
Golgota. Karena ia pernah menjadi manusia, maka seluruh penderitaan
dan kegetiran manusia bukanlah hal yang asing bagi-Nya.


Kita biasanya menghargai seseorang yang mampu membayangkan
penderitaan kita dan bersimpati karenanya. Namun, kita akan lebih
merasa dekat dengan seseorang yang pernah merasakan penderitaan yang
sama sehingga ia mampu berempati. Tuhan Yesus jauh melampaui
semuanya itu karena Dia juga mampu mengenali keluhan-keluhan kita
yang tak terucapkan. Kala hidup kita terpuruk, fisik kita ambruk,
dan batin kita rasanya remuk, datanglah kepada Pribadi itu. Dia
pernah menjadi manusia. --PBS

DIA SANGAT MENGERTI KITA
KARENA DIA PERNAH MENJADI SAMA SEPERTI KITA.

Ibrani 2:5-18

Kamis, 09 Agustus 2012

KETIKA FIRMAN TIADA

Seorang paman sangat bersemangat menasihati orang muda untuk rajin
belajar dan memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin. Maklum, ia
sendiri dulu menyia-nyiakan masa mudanya dengan berbagai kenakalan.
Tak lulus sekolah menengah, ia hanya menjadi buruh kasar. Padahal,
ia cukup cerdas dan seharusnya bisa melakukan banyak hal. Sesal
kemudian tak berguna. Manusia cenderung tidak menghargai sesuatu
sampai ia kehilangan hal tersebut.


Hari ini kita membaca tentang orang-orang yang juga telah
menyia-nyiakan kesempatan yang mereka miliki. Bangsa Israel. Umat
pilihan Allah. Sekian lama Tuhan bersabar atas mereka, tetapi mereka
tidak mengindahkan Tuhan. Tampaknya saja mereka beribadah, namun
mereka menolak menyelaraskan hidup dengan firman Tuhan (ayat 4-6).
Bandingkan ayat 13-14 dengan pasal 5:4-6. Tidak kurang firman Tuhan
diberikan untuk menegur mereka, tetapi Israel tidak mendengar.
Mereka tetap berpaut pada dewa-dewa yang sia-sia. Ketika akhirnya
sadar bahwa mereka membutuhkan Tuhan, Dia menarik diri. Membisu. Tak
lagi berfirman (ayat 12).


Ketika segala sesuatu lancar, bisa jadi kita terlena seperti Israel
dan menyia-nyiakan firman Tuhan. Memperhatikan firman Tuhan rasanya
jadi tugas yang berat, apalagi melakukannya. Mari berhenti sejenak
untuk memikirkan apa penyebabnya. Seperti Israel, bisa jadi kita
juga sedang mengandalkan hal selain Tuhan untuk memenuhkan hidup
kita. Jangan tunggu masa sukar tiba dan sesal kita terlambat. Mohon
belas kasihan Tuhan dan perhatikanlah firman-Nya mulai hari ini.
--JOE

CARILAH TUHAN DAN FIRMAN-NYA SELAMA MASIH ADA KESEMPATAN.

Amos 8:1-14

KETIKA KEHILANGAN

Pernah berduka karena kehilangan sesuatu yang kita cintai? Makin
dalam cinta, makin dalam juga dukanya. Cepat atau lambat, kita akan
mengalami kehilangan, entah itu karir, harta-benda, stamina, anak,
orangtua, pasangan hidup, atau sahabat baik kita. Apapun
penyebabnya, kehilangan selalu terasa menakutkan, menyakitkan, dan
menghancurkan.


Meskipun dalam banyak hal kita berbeda dengan Ayub (kita bukan orang
paling kaya, tidak punya anak sebanyak dia, dan mungkin tidak hidup
sesaleh dia), ada satu benang merah yang menyatukan kita dengan
kisah Ayub, yaitu kita sama-sama pernah mengalami kehilangan. Sesuai
izin Tuhan, dalam waktu singkat Ayub kehilangan anak-anaknya,
kesehatannya, kekayaannya, dan rasa hormat sang istri. Respons Ayub?
Ia sujud menyembah dan berkata: "Tuhan yang memberi, Tuhan yang
mengambil, terpujilah nama Tuhan!" Secara manusia ia tentu berduka,
sebab itu ia mengoyakkan jubah dan mencukur rambutnya (ayat 20).
Namun, ia menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dimilikinya sekarang
adalah kepunyaan Tuhan dan datangnya dari Tuhan, Dialah yang berhak
atas segalanya. Sebab itu, Ayub mampu memuji Tuhan di tengah
kehilangannya.


Sadar atau tidak, kita kerap merasa pantas menerima hanya hal-hal
baik dalam hidup. Ketika kehilangan kekayaan, kesehatan, dan
orang-orang terkasih, kita menganggap Tuhan tidak adil sehingga kita
merasa berhak untuk menggugat dan marah kepada-Nya. Ketika Tuhan
mengizinkan kehilangan terjadi, biarlah kasih kita kepada-Nya tidak
ikut hilang. Mari bertanya apa yang menjadi rencana Sang Pemilik.
Dia Tuhan Yang Mahabijak dan tak pernah salah dalam bertindak. --DEW

KEHILANGAN AKAN MENGUJI KASIH KITA:
KEPADA ALLAH ATAU KEPADA PEMBERIAN-NYA.

Ayub 1:13-2:10

Senin, 06 Agustus 2012

SUNAT HATI

Sunat, atau pemotongan kulit khatan pada lelaki, biasanya
diidentikkan dengan bangsa Yahudi atau umat muslim. Namun,
penelitian mencatat bahwa praktik sunat ternyata dijumpai di antara
berbagai bangsa dan sudah ada di Indonesia jauh sebelum pengaruh
Islam masuk. Dalam budaya Jawa, ritual sunat dihayati sebagai upaya
untuk memurnikan diri dan menghilangkan sukerto, yaitu hambatan,
kotoran, atau kesialan manusia yang dibawa sejak lahir. Memang dari
aspek medis, kulit khatan bisa menjadi tempat persembunyian kotoran,
sehingga ketika dihilangkan, sejumlah risiko penyakit bisa
dihindari.


Di Alkitab, sunat pertama kali disebutkan sebagai tanda perjanjian
Tuhan dengan Abraham (Kejadian 17). Tak heran, sunat lahiriah ini
seringkali dibanggakan orang Yahudi untuk menunjukkan status mereka
sebagai umat pilihan Allah. Namun, ada sunat lain yang berulang kali
disebutkan dalam Alkitab yang lebih penting dari tanda lahiriah:
sunat hati. Ini berarti menyingkirkan kulit khatan hati (Yeremia
4:4), atau hal-hal yang membuat seseorang tidak hidup takut akan
Tuhan, tidak hidup mengasihi Dia dan beribadah kepada-Nya (ayat
12-13). Sunat hati berarti mengakui dan menaati Tuhan, menyatakan
betapa Tuhan itu kuat dan dahsyat, adil dan kasih, layak disembah
oleh semua orang (ayat 17-19).


Secara lahiriah, mungkin kita menunjukkan berbagai indikasi sebagai
pengikut Kristus. Pergi ke gereja, membaca Alkitab, rajin berbuat
baik. Namun, jika hati kita masih menikmati dosa, diliputi
ketakutan, kebimbangan, egoisme, kepentingan diri sendiri, kita
harus meminta Roh Kudus menyelidiki hati kita, adakah kita sudah
bersunat hati seperti yang Tuhan inginkan? --ITA

ENTAH KITA BERSUNAT SECARA LAHIRIAH ATAU TIDAK,
TUHAN MENGHENDAKI KITA BERSUNAT HATI.

Ulangan 10:12-22

SUNAT TELINGA

Max Lucado menceritakan betapa ia pernah dibuat terharu oleh surat
seorang anak kecil berusia tujuh tahun. Atas kesalahan yang
diperbuatnya, anak itu menulis: "Maafkan saya. Orangtua saya sudah
menghukum saya, tetapi saya sungguh menyesal dan ingin memperbaiki
kesalahan saya. Tolong beritahu saya apa yang dapat saya lakukan."
Anak ini mau mengakui kesalahannya ketika diberi tahu. Ia tidak
berdalih, tidak pula menunda untuk berubah. Sungguh teladan yang
sangat menyentuh hati.


Cerita Max kontras dengan cerita nabi Yeremia tentang bangsa Israel.
Dosa tidak lagi membuat mereka merasa bersalah (ayat 13- 15).
Peringatan Tuhan dianggap sepi (ayat 16-17). Apa sebabnya? Telinga
mereka tidak bersunat! Dengan kata lain, telinga mereka tidak mau
mendengarkan firman Tuhan (ayat 10). Jangan salah, mereka ini adalah
orang-orang yang beribadah. Korban bakaran dan korban sembelihan
mereka persembahkan (ayat 20). Di antara mereka bahkan ada para nabi
dan imam (ayat 13)! Namun, Tuhan tidak lagi berkenan pada ibadah
mereka dan akan menghukum mereka (ayat 18-21).


Ada orang yang terang-terangan menolak firman Tuhan, selalu berkelit
jika diperhadapkan dengan kebenaran. Ada juga yang pura-pura
mendengar, padahal sebenarnya mengabaikan apa yang didengarnya. Ada
yang tampaknya menerima, bahkan tahu banyak firman, namun bukannya
berubah, malah sengaja melanggar, mencari celah, atau menggunakan
ayat firman Tuhan sedemikian rupa demi membenarkan diri sendiri.
Semua sama-sama perlu sunat telinga! Apakah Anda dan saya termasuk
orang-orang yang demikian? --ITA

ORANG-ORANG YANG BERSUNAT TELINGA
MENDENGARKAN FIRMAN DAN BERSEDIA DIUBAH OLEH-NYA.

Yeremia 6:10-21

Sabtu, 04 Agustus 2012

BUKAN TENTANG KITA

Banyak orang kecewa karena pelayanannya "tidak berhasil" atau
doanya "tidak dijawab Tuhan". Mereka merasa sudah setia beribadah
dan melayani, tetapi Tuhan tidak memperhatikan mereka, bahkan
membiarkan mereka melalui banyak kesulitan. Apakah mereka kurang
baik, kurang beriman, kurang dikasihi Tuhan?


Alkitab memberitahu kita bahwa Tuhan bertindak bukan berdasarkan apa
yang kita lakukan. Memenuhi semua keinginan kita bukanlah tanda
bahwa Dia lebih mengasihi kita. Lihat saja apa yang terjadi pada
Marta, Maria, dan Lazarus, orang-orang yang dikasihi dan mengasihi
Yesus (ayat 2, 5). Ketika Lazarus sakit, bukankah seharusnya Yesus
cepat-cepat datang dan menyembuhkannya? Namun, prioritas Yesus
adalah bagaimana situasi itu akan menyatakan kemuliaan Tuhan (ayat
4), bukan kesembuhan Lazarus, bukan pula perasaan Maria dan Marta.
Manakah kesaksian yang lebih membuat Tuhan dikagumi dan dihormati:
Lazarus yang sakit disembuhkan atau Lazarus yang mati dibangkitkan?
Manakah yang pada akhirnya mendatangkan sukacita lebih besar kepada
keluarga itu?


Ketika menghadapi situasi sulit, doa tidak dijawab, atau hasil
pelayanan yang tak seperti harapan kita, janganlah buru-buru menuduh
Tuhan kurang kasih, atau sebaliknya, menyalahkan diri karena kurang
baik dan beriman. Mari bertanya pada Tuhan, apa rencana-Nya dan
bagaimana Dia ingin kita berespons dalam situasi yang diizinkan-Nya.
Hidup ini bukan tentang kita, tetapi tentang Tuhan. Mohonlah Tuhan
untuk menyatakan kemuliaan-Nya, sebesar-besarnya, melalui hidup
kita, sekalipun itu berarti kita harus menjalani ketidaknyamanan.
--ELS

TUHAN, PERMULIAKANLAH NAMA-MU MELALUI HIDUPKU,
BAHKAN JIKA ITU BERARTI KESULITAN HARUS KUTEMPUH.

Yohanes 11

BUKAN MAKANAN

Mungkin Anda suka gemas melihat tingkah anak kecil. Saya juga.
Pernah suatu kali saya membantu teman saya menyuapi anaknya. Sudah
susah disuapi, lari ke sana ke mari, anak itu malah meraup mainan
yang tergeletak di lantai dan memasukkannya ke dalam mulut. "Itu
bukan makanan!" seru saya khawatir dan merebut mainan itu. Anda bisa
tebak yang terjadi selanjutnya. Ya, ia pun menangis hebat.


Teguran Tuhan melalui nabi Yesaya ibarat orangtua yang prihatin
melihat kebodohan anaknya. Mereka tidak mendengarkan Tuhan,
mengandalkan pemikiran mereka sendiri, tak menyadari bahwa yang
mereka upayakan itu sia-sia belaka (ayat 3). Padahal, Tuhan sudah
menyediakan segala yang baik bagi umat-Nya, jika saja mereka mau
datang dan menaati perkataan-Nya. Ada pemeliharaan hari lepas hari,
bahkan janji keselamatan melalui Mesias yang akan diberikan atas
seluruh bumi melalui Israel (ayat 3-5). Kasih dan pengampunan
tersedia bagi orang yang mencari-Nya, rancangan-Nya sempurna (ayat
6-9). Firman-Nya memberi kehidupan dan pertumbuhan (ayat 10- 11).
Seharusnya ini menjadi jaminan bagi Israel untuk senantiasa berpaut
kepada Tuhan.


Sayangnya umat Israel lebih sering lari ke sana ke mari, menjauh
dari Tuhan, mengejar apa yang dipandang mereka baik. Seperti banyak
dari kita juga, bukan? Kita meraup hal-hal yang tidak seharusnya
mengisi hidup kita. Kita pikir itu tidak berbahaya. Kita sangka itu
lebih baik dari Tuhan. Hari ini, mari kembali mendengarkan Tuhan.
Dia tahu apa yang terbaik bagi kita, jangan abaikan teguran-Nya.
Berhentilah mencari kepuasan di luar Tuhan. Datanglah pada-Nya
sekarang juga! --ELS

MENGAPA MENCARI KEPUASAN YANG SIA-SIA
JIKA TUHAN SUDAH MENYEDIAKAN YANG SEJATI.

Yesaya 55:1-13

Kamis, 02 Agustus 2012

TIDAK TERHINGGA

  Hang (baca: heng). Itu istilah yang sering terlontar ketika
  komputer macet, tidak bisa lagi memberi respons apa-apa. Mungkin
  program yang dijalankan terlalu banyak atau berat. Atau, ada virus
  yang menghambat kerjanya. Istilah ini juga dipakai sebagian orang
  untuk menggambarkan bahwa mereka sedang tidak bisa berpikir lebih
  jauh. Mungkin karena terlalu penat atau kurang istirahat. Kondisi
  hang mengingatkan kita bahwa teknologi dan manusia, secanggih apa
  pun, sepintar apa pun, ada batasnya.


  Sebaliknya, Tuhan tidak terbatas. Perenungan pemazmur melambungkan
  imajinasi kita untuk memahami Dia yang "tidak terhingga".
  Mengumpulkan kembali umat Israel yang tercerai berai di seluruh
  penjuru dunia bukan hal sulit bagi-Nya (ayat 2). Memulihkan orang
  yang sudah tidak punya harapan hidup adalah keahlian-Nya (ayat 3).
  Menghitung bintang di galaksi terjauh pun mudah saja bagi-Nya (ayat
  4). Menyelimuti langit dengan awan, menurunkan hujan di tempat
  tertentu dan menahannya di belahan bumi lainnya, membuat gunung,
  menumbuhkan rerumputan, memberi makan hewan-hewan di padang, semua
  bisa dilakukan-Nya sekaligus! (ayat 8-9). Kehebatan manusia maupun
  sarana-sarana yang digunakan manusia dalam berkarya tidak
  mengesankan-Nya (ayat 11).


  Kita kerap frustrasi dengan waktu yang sempit dan tanggung jawab
  yang banyak. Kita tidak tahu bagaimana menyikapi relasi yang rusak
  sementara kasih dan kesabaran kita terbatas. Kita tidak mahahadir,
  otak kita tidak mahatahu. Namun, mana yang lebih sering kita
  andalkan? Diri kita, sesama manusia, teknologi, atau ... Tuhan yang
  tak terhingga? Sungguh, kita perlu senantiasa diingatkan betapa
  hebat dan tidak terbatasnya Tuhan kita! --MEL

        FRUSTRASI HADIR KETIKA KITA MENGANDALKAN SUMBER-SUMBER
        YANG TERBATAS, DAN MENGABAIKAN DIA YANG TAK TERBATAS.

  Mazmur 147:1-11

Rabu, 01 Agustus 2012

SIAPA YANG MENENTUKAN?

  Ada begitu banyak hal baik yang dapat kita kerjakan dalam hidup
  ini. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa kita telah mengambil
  keputusan yang benar dan tidak melewatkan kesempatan yang Tuhan
  berikan? Memilih antara yang baik dan tidak baik itu mudah. Memilih
  antara yang baik dan yang terbaik, itu yang sulit. Kerap kebutuhan
  yang besar dan dorongan banyak orang menjadi faktor yang penting
  bagi kita dalam mengambil keputusan. "Kami sangat membutuhkanmu di
  sini, " atau "Tidak ada orang lain yang akan mengerjakannya jika
  tidak ada kamu." Kita pun luluh. Mungkin inilah kehendak Allah bagi
  saya.


  Pendapat mayoritas tidak selalu sama dengan pendapat Allah. Lihat
  saja kisah Yesus. Warga Kapernaum mendesak Dia untuk tetap tinggal
  di tempat mereka. Banyak hal yang bisa Yesus kerjakan di sana.
  Namun, Yesus malah memilih meninggalkan mereka. Yesus sangat jelas
  dengan penugasan Bapa-Nya. Kejelasan ini tampaknya terkait erat
  dengan waktu-waktu khusus yang selalu Dia ambil untuk menyepi dan
  berdoa (ayat 42, 5:16). Karena selalu terhubung dengan Bapa, Yesus
  tidak pernah kehilangan fokus-Nya. Situasi tidak pernah
  mengendalikan-Nya.


  Jika hari ini kita mulai kehilangan fokus dan pendapat mayoritas
  menjadi satu-satunya andalan kita mengambil keputusan, mari
  memeriksa hubungan kita dengan Tuhan. Adakah kita memiliki
  waktu-waktu pribadi yang khusus untuk berbicara dan mendengarkan
  Tuhan secara teratur? Tanpa hubungan yang intim dengan Tuhan, kita
  tak akan memiliki kepekaan akan apa yang Dia ingin kita kerjakan.
  Kita bisa sangat sibuk, tetapi tidak sedang mengerjakan
  kehendak-Nya. --MEL

          SIAPA YANG MENENTUKAN APA YANG AKAN ANDA KERJAKAN?
                  ANDA SENDIRI, SITUASI, ATAU TUHAN?

  Lukas 4:42-44