Jumat, 30 November 2012

MALU PADA INJIL?

Perasaan berbeda dengan orang lain adakalanya membuat kita malu termasuk dalam soal iman. Apakah Anda pernah mengalaminya? Saat masih kanak-kanak, setiap kali akan ke gereja hari Minggu, saya malu jika saya ditanya akan pergi ke mana oleh orang lain. Kami minoritas di tempat kami tinggal saat itu.

Jemaat abad pertama di Roma jelas tahu bagaimana rasanya menjadi minoritas. Mereka hanyalah komunitas baru yang kecil di tengah masyarakat Yunani dan Romawi yang sangat maju kebudayaannya. Dibenarkan karena iman terhadap Injil tentu terdengar sebagai sesuatu yang tidak masuk akal bagi kalangan terpelajar di Roma. Bisa saja iman jemaat yang tadinya menjadi berita publik jadi goyah, sehingga Paulus sangat ingin mengunjungi mereka untuk menguatkan iman mereka (ayat 11). Paulus menegaskan sikapnya, "... aku tidak malu terhadap Injil." Mengapa? Sebab, di dalamnya terkandung kebenaran tentang kekuatan Allah yang menyelamatkan. Seperti utang yang harus dibayar, Paulus ingin agar semua orang, baik terpelajar atau tidak, memahami berita yang menyelamatkan ini (ayat 14). Dalam pasal-pasal selanjutnya, kita melihat bagaimana Paulus menjelaskan berita Injil dengan sangat detail. Kebenaran sejati tidak ditentukan oleh berapa orang yang memercayainya, tetapi dari siapa sumber kebenaran tersebut.

Adakah situasi-situasi yang membuat Anda malu menyatakan diri sebagai orang kristiani? Jika ya, periksalah kembali keyakinan Anda terhadap kebenaran Injil. Selidikilah kebenaran itu jika Anda memang belum yakin. Hanya jika keyakinan kita kokoh barulah kita bisa memberitakan Injil tanpa merasa malu. --YBP

KEBENARAN SEJATI TIDAK DIBERITAKAN DENGAN RASA MALU.
KITA TERUS MAJU KARENA INGIN SEMUA ORANG TAHU.

Roma 1:8-17
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 29 November 2012

TUHAN ATAS SEMUA ORANG

Saya tidak bisa melupakan hari itu. Pemimpin ibadah kami naik ke mimbar dengan mengenakan kerudung. Seolah membaca pikiran saya, ia bertanya apakah jemaat merasa terganggu dengan penampilannya. Ia mengingatkan kami bahwa bagi jemaat abad pertama, mengenakan kerudung adalah hal yang normal, tetapi karena kekristenan di Indonesia banyak dibawa misionaris barat, tradisinya jadi berbeda. Jemaat mula-mula pun awalnya sulit menerima orang yang berbeda dari mereka.

Petrus, pemimpin jemaat mula-mula adalah contoh yang nyata. Tuhan harus memberikan penglihatan khusus sebanyak tiga kali untuk memantapkan Petrus melangkah ke rumah Kornelius (ayat 16). Bangsa Yahudi memang dipanggil Tuhan untuk memisahkan diri dari bangsa-bangsa yang jahat dan menyembah berhala (ayat 28). Namun, itu tidak berarti mereka juga harus menjauhi orang-orang dari bangsa mana pun yang sungguh-sungguh mencari Tuhan (ayat 35). Justru, kepada merekalah umat Tuhan harus bersaksi, memberitakan tentang Yesus Kristus yang ditentukan Allah untuk menghakimi dunia sekaligus memberikan pengampunan dosa (ayat 42-43). Petrus menyadari kekeliruannya yang telah memandang rendah kaum yang tidak mengikuti tradisi Yahudi (ayat 34).

Periksalah hati kita saat melihat orang-orang yang beribadah kepada Tuhan dengan cara yang berbeda dengan kita. Apakah kita cenderung menjauh dan menjaga jarak? Apakah kita cenderung berpikir negatif dan menutup diri untuk berbicara tentang hal-hal rohani kepada mereka? Kristus adalah Tuhan bagi semua orang. Dia memanggil kita untuk menyatakan kasih-Nya kepada semua orang, termasuk mereka yang berbeda dengan kita. --ITA

MENJAGA JARAK DAN MENUTUP DIRI
ADALAH RESEP UNTUK MENGHAMBAT PEMBERITAAN INJIL.

Kisah Para Rasul 10:24-48

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 26 November 2012

JANGAN NGEGOSIP

Ada nasihat demikian: "Apabila Anda membicarakan keburukan seseorang, jangan lupa memulai dan menutupnya dengan doa. Maka gosip itu akan berubah namanya menjadi sharing. Apakah Anda setuju dengan nasihat lucu tersebut? Jangan-jangan tanpa disadari, kita pun sering menuruti nasihat itu.

Apabila kita melihat saudara kita yang berbuat dosa, Tuhan Yesus meminta kita untuk pertama-tama menegurnya di bawah empat mata. Ini berarti kita diminta berbicara langsung dengan pihak yang kita anggap berbuat dosa. Dengan melakukannya kita bisa segera mendapat penjelasan maupun pertobatan. Ini dimaksudkan menjadi sebuah tindakan kasih, karena tujuannya adalah kembalinya saudara kita. Sementara, gosip memilih untuk membicarakan keburukannya dengan orang lain dengan maksud agar orang menjadi bersikap negatif terhadap objek yang dibicarakan. Orang yang menjadi bahan pembicaraan tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan tindakannya, atau mendapat kesempatan untuk segera bertobat. Ia secara tidak adil telah dihakimi, entah benar atau tidak perbuatannya.

Seringkali pelayanan terhambat karena hal yang sederhana ini. Kita gagal mengasihi sesama saudara dalam tubuh Kristus. Adakah saudara kita yang telah berbuat dosa? Doakanlah dan temuilah ia secara pribadi untuk melihat ia berbalik dari dosanya. Pikirkan dengan saksama, siapa yang patut mendengar kesalahan saudara kita. Kalau kita telah menceritakan kepada orang yang tidak berkepentingan, kita sedang melakukan gosip. Apabila kita diajak bergosip, tegurlah orang yang mengajak kita, dan sarankan untuk mengikuti prosedur yang Tuhan Yesus anjurkan. --PBS

KASIH YANG SEJATI SELALU BERUSAHA AGAR SAUDARA YANG TERHILANG SEGERA KEMBALI.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 25 November 2012

PURA-PURA TIDAK TAHU

Pernah beredar sebuah video pendek di media massa tentang seorang anak yang tertabrak di jalan yang cukup ramai. Anehnya, beberapa orang yang melihat sang anak yang tergeletak, hanya memandangnya dan berlalu tanpa peduli. Sampai kemudian, seorang wanita menghampiri sang anak lalu bergegas menolongnya. Wanita ini akhirnya memperoleh penghargaan dari pemerintah setempat. Bersamaan dengan itu, bermunculanlah kecaman terhadap penduduk setempat yang tidak peduli terhadap korban.

Mengambil inisiatif untuk menolong orang lain bukan pilihan yang otomatis akan diambil kebanyakan orang. Tetapi umat Tuhan diminta hidup berbeda dari orang-orang yang tidak mengenal-Nya, seperti tecermin dari peraturan tentang tolong-menolong yang kita baca. Di sana Allah memerintahkan agar umat-Nya berusaha mengembalikan atau merawat binatang peliharaan milik saudaranya yang tersesat atau mengalami celaka. Ini berlaku juga untuk barang apapun yang mereka temukan. Mereka tidak boleh "cuek" atau pura-pura tidak tahu. Tindakan yang demikian akan membuat orang yang kehilangan terhindar dari kerugian dan bersukacita karenanya. Ini adalah perintah yang indah, melatih kepedulian dan inisiatif untuk berbuat baik.

Bagaimanakah kita berespons terhadap kemalangan atau kekurangberuntungan orang lain? Bukan kita yang merancang kecelakaan dan kemalangan mereka, tetapi kita ada dalam posisi yang dapat menolong mereka. Apakah itu sebuah kebetulan? Ataukah kesempatan yang Tuhan berikan untuk menyatakan kasih-Nya secara personal? Apakah kita melakukan sesuatu? Ataukah kita berlalu dan pura-pura tidak tahu? --PBS

KASIH KEPADA SESAMA MENDORONG KITA MELAKUKAN YANG TERBAIK BAGINYA.

Ulangan 22:1-4
Powered by Telkomsel BlackBerry®

SYARAT ATAU BUKTI?

Saya baru menyadari bahwa makin lama kepekaan sosial kami sekeluarga makin terkikis. Kami sekeluarga tanpa terganggu masih bisa tetap menyantap makanan lezat sambil menyaksikan tayangan seorang pengemis yang mengais sisa makanan di tong sampah. Kami makin jarang terusik ketika mendengar berita kelaparan di sebuah tempat, atau mendengar banyaknya jumlah korban banjir di tempat lain. Saya takut nurani kami menjadi mati.

Rasul Yohanes mengingatkan bahwa kasih kepada sesama itu sangat terkait dengan keselamatan kita (ayat 14). Perhatikanlah ayat 14 dari bacaan kita. Ayat ini sering dibaca dengan penekanan yang keliru. Prinsip yang muncul menjadi: jika kita mengasihi saudara kita, kita akan diselamatkan. Namun, cara membaca ini tidaklah sesuai dengan maksud rasul Yohanes dalam keseluruhan suratnya, maupun dengan kebenaran lain di seluruh Alkitab. Pengertian yang benar adalah: kasih kepada saudara merupakan bukti bahwa kita sudah diselamatkan. Kasih kepada sesama membuat kita tahu kita sudah dilepaskan dari maut.

Seseorang yang tidak mempunyai kasih, patut dipertanyakan pembaruan hidupnya. Kasih yang dimaksud bukanlah hanya dikhotbahkan atau dinyanyikan, tetapi diwujudnyatakan dalam tindakan praktis. Ukuran sederhananya adalah kerelaan untuk menolong sesama yang berkekurangan (ayat 17). Menutup pintu hati terhadap sesama bisa saja tidak pernah kita sadari. Kapankah terakhir kali kita melihat orang yang membutuhkan pertolongan? Adakah nurani kita terketuk? Adakah hati kita dipenuhi belas kasihan? Mari pancarkan kasih Kristus yang telah memperbarui hidup kita melalui kesediaan kita menolong sesama. --PBS

RELA MEMBERI DAN BERBAGI
ADALAH BUKTI BAHWA HIDUP KITA SUDAH DIPERBARUI.

1 Yohanes 3:11-24
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 24 November 2012

KASIHILAH SESAMAMU

Seorang suami heran karena istrinya membeli jenis beras yang kualitasnya jauh di bawah beras yang biasa mereka beli. Sang istri menjelaskan: "Oh, ini untuk disumbangkan ke rumah yatim piatu. Kalau beras mahal kan untuk kita konsumsi sendiri." Mengupayakan yang terbaik untuk diri sendiri dan tidak harus memakai ukuran yang sama ketika itu untuk kepentingan orang lain. Suatu keputusan yang sering kita anggap wajar, bukan?

Ketika seorang ahli Taurat mencobai Tuhan Yesus dengan menanyakan hukum yang terpenting, saya duga ia mengharapkan Yesus hanya akan menyebut satu hukum, yaitu mengasihi Tuhan. Sebab, mereka dikenal suka menggunakan hal-hal rohani untuk mengabaikan tanggung jawab mereka kepada sesama (lihat pasal 23:4, 14, 16, 23). Namun, jawaban Yesus mengejutkan. Dia menandaskan bahwa mengasihi sesama bobotnya sama dengan mengasihi Tuhan (ayat 39). Yang Tuhan Yesus tekankan adalah "sesama manusia", bukan sama ras, agama, atau kedudukan. Artinya, sepanjang seseorang adalah manusia, ia harus kita kasihi. Bahkan ukuran yang dipakai adalah "seperti mengasihi diri sendiri". Ini ukuran yang sangat tajam karena tentunya hampir semua orang senantiasa mengusahakan hal-hal yang terbaik bagi dirinya.

Siapa yang tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang dilihatnya (1 Yohanes 4:20). Bagaimanakah kasih kita pada sesama di sekitar kita? Hari ini, perhatikanlah orang-orang yang sering Anda jumpai. Pikirkanlah hal-hal baik apa yang Anda inginkan terjadi dalam hidup mereka, dan bagaimana Anda bisa menjadi alat Tuhan untuk mewujudkannya. --PBS

MELAYANI TUHAN DENGAN MENGASIHI SESAMA
ADALAH PERINTAH YANG TAK BISA DIBANTAH.

Matius 22:34-40
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 23 November 2012

SEBELUM BEREAKSI

Surat dari seorang rekan membuat apa yang sudah saya rencanakan jadi berantakan. Berbagai pemikiran berbaris di kepala saya. Kemarahan atas isi suratnya. Kekhawatiran akan persepsi orang yang dibentuk olehnya. Penilaian jelek saya tentang karakter rekan tersebut. Juga skenario balasan untuk mematahkan argumennya. Sukar memikirkan hal-hal yang baik tentang orang itu maupun cara-cara yang bersahabat untuk menyelesaikan masalah. Pemikiran negatif saya memicu reaksi yang negatif pula.

Paulus tampaknya menyadari kecenderungan reaksi semacam ini. Mungkin itulah sebabnya, di tengah perselisihan antara Euodia dan Sintikhe di jemaat Filipi (ayat 2), ia memberi nasihat untuk mengarahkan fokus pemikiran pada hal-hal yang positif (ayat 8). Bukan berarti mengabaikan masalah, melainkan tidak terus berputar-putar dalam masalah. Memikirkan apa yang Tuhan ingin dilakukan anak-anak-Nya adalah langkah yang seharusnya diambil. Menjunjung kebenaran dan berani mengakui kesalahan. Mengambil putusan yang objektif. Menegur kesalahan dengan kasih, memberi dorongan semangat. Berinisiatif untuk memulihkan hubungan. Fokusnya bukan membenarkan diri sendiri, tetapi melakukan apa yang berkenan di hati Tuhan. Ini adalah kesaksian yang indah bagi orang-orang yang melihatnya.

Apa yang kita biarkan menguasai pikiran kita akan sangat memengaruhi tindakan-tindakan kita. Ketika kemarahan, keluhan, kesedihan, mulai menguasai diri, tahan diri untuk langsung bereaksi. Datanglah pada Tuhan memohon damai sejahtera-Nya melingkupi. Minta pertolongan Tuhan untuk mengarahkan pikiran kita pada hal-hal yang berkenan di hati-Nya. --ELS

TUHAN, KUASAI PIKIRANKU DENGAN PIKIRAN-MU,
AGAR AKU DAPAT MELAKUKAN HAL-HAL YANG MENYUKAKAN HATI-MU.

Filipi 4:2-9
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 22 November 2012

BUDAYA MENIRU

Para pemuda di gereja kami antusias membicarakan teknologi handphone yang maju demikian pesat. Jika salah satunya punya handphone terbaru dengan fitur yang lebih canggih, yang lain akan tertarik dan berkeinginan membelinya juga. Mental menginginkan dan meniru kepemilikan dan perilaku orang lain memang tertanam dalam diri manusia, sejak dulu.

Tuhan melihat kecenderungan manusia dalam meniru hal-hal yang ada dan terjadi di sekitarnya. Dalam perjalanan Bangsa Israel dari tanah perbudakan menuju tanah perjanjian, Tuhan memberikan peraturan-peraturan untuk mereka taati. Di antaranya, peraturan agar mereka tidak meniru perbuatan-perbuatan bangsa-bangsa lain--tidak boleh sujud menyembah dan beribadah kepada allah bangsa-bangsa yang tinggal di sana (ayat 24). Perbuatan mereka--orang Amori, orang Het, orang Feris, orang Kanaan, orang Hewi dan orang Yebus--jelas-jelas tidak berkenan di hati Tuhan dan karena itu mereka akan dilenyapkan (ayat 23). Sangat bodohlah orang yang coba-coba mengikuti jejak mereka. Lalu apa yang berkenan kepada Tuhan? Bangsa Israel diberitahu dengan jelas: mereka harus beribadah kepada Tuhan!

Meniru bisa merupakan sesuatu yang baik, tetapi apa yang ditiru, itu yang mesti diwaspadai. Sebagai pengikut Kristus, kita diminta meniru teladan-Nya (1 Korintus 11:1). Firman Tuhan harus selalu dijadikan patokan (ayat 21-22), guna mengevaluasi apakah perbuatan, kebiasaan, gaya hidup, adat istiadat, dan berbagai hal lain di sekitar kita layak ditiru atau tidak. Pikirkanlah beberapa praktik hidup yang kita adopsi selama ini. Adakah yang harus kita ubah karena tidak sesuai dengan firman Tuhan? --YKP

HATI-HATI DENGAN APA YANG ANDA TIRU.
UJILAH SEGALA HAL DENGAN FIRMAN TUHAN LEBIH DULU.

Keluaran 23:20-33
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 21 November 2012

JIWA PENGKRITIK

Jerry Bridges bercerita tentang seorang ayah yang sering sekali mengkritik anak perempuannya seolah-olah ia tidak bisa melakukan apa pun dengan benar. Anak ini tumbuh sebagai anak yang merasa tertolak dan ketika dewasa ia mencari orang-orang yang bisa membuatnya merasa diterima. Ketika ayahnya sadar, anak ini sudah hidup dalam seks bebas dan menjadi pecandu kokain. Kasus ini termasuk ekstrem, tak semua kritik bisa menimbulkan dampak separah itu. Namun, pada dasarnya, semangat mengkritik dan menghakimi memang bersifat menghancurkan.

Keharmonisan jemaat di Roma pernah rusak karena jiwa pengkritik. Dari komentar Paulus, tampaknya ada dua masalah yang membuat mereka saling menghakimi. Yang pertama adalah masalah makanan (ayat 2). Yang kedua adalah masalah hari-hari khusus (ayat 5). Berbeda pendapat boleh-boleh saja, tetapi dalam kasus ini, mereka mulai saling menghakimi dan menghina. Masing-masing kelompok merasa paling benar dan atau memandang rendah kelompok yang berbeda dengan mereka. Paulus pun menegur mereka dengan keras. Seolah ia hendak berseru: Allah-lah Hakimnya! Mengapa kalian bertindak sebagai Allah bagi orang lain?

Hal-hal yang tidak sesuai dengan firman Tuhan jelas perlu ditegur. Namun, berhati-hatilah agar ketika melakukannya kita tidak terjebak dalam sikap merasa diri paling benar dan merendahkan orang yang punya pendapat berbeda. Ungkapkanlah ketidaksetujuan kita dengan cara yang bijak, tidak kasar, apalagi sampai membunuh karakter seseorang. Sadarilah bahwa kita pun masih jatuh bangun dalam dosa dan membutuhkan kasih karunia. --MEL

TEGURAN DALAM KASIH SANGAT DIPERLUKAN.
NAMUN, JIWA YANG SUKA MENGKRITIK DAPAT MENGHANCURKAN.

Roma 14:1-12
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 19 November 2012

HARUS JADI NOMOR SATU?

Seorang pemuda menulis di blog-nya: "Belakangan saya merasa, hidup ini adalah sebuah persaingan. Orang-orang bersaing untuk mendapat kepuasan, kesuksesan, dan berbagai hal lainnya. Mulai dari tukang jualan, tukang ojek, supir angkot, mahasiswa, karyawan, semuanya ingin mendapatkan yang lebih baik daripada orang lain. Dalam kehidupan spiritual pun orang bersaing mendapatkan amal baik sebanyak-banyaknya demi pintu surga-Nya ...." Apakah Anda juga menganggap kehidupan ini adalah sebuah medan persaingan?

Membaca tulisan Paulus dalam ayat 24 ada kesan bahwa orang kristiani harus bisa bersaing dan jadi nomor satu. Namun, jika kita perhatikan lagi, Paulus sebenarnya sedang memberi ilustrasi tentang sikap berusaha sebaik mungkin untuk memperoleh hadiah yang telah disediakan. Dalam perlombaan, hadiah utamanya hanya satu, tetapi dalam kehidupan kristiani, kita semua dapat menerima hadiah yang disediakan Tuhan. Paulus tidak sedang mendesak jemaat untuk saling bersaing. Sebaliknya, ia sedang mendorong mereka untuk melakukan segala sesuatu bagi Tuhan dengan intensitas yang sama seperti seorang pelari dalam lomba.

Kompetisi yang sehat dapat menjadi arena yang baik untuk mendorong orang memberikan apa yang terbaik. Namun, jiwa bersaing yang selalu ingin menang sendiri adalah sikap yang egois, lahan subur bagi iri hati, cemburu, dan perseteruan. Kita kehilangan sukacita ketika orang lain berhasil karena cenderung memandang mereka sebagai lawan. Pertanyaan yang seharusnya diajukan untuk memacu diri bukanlah: "Apakah kita menang?", melainkan, "Apakah kita telah melakukan yang terbaik?" --ITA

MEMBERIKAN YANG TERBAIK ADALAH WUJUD PENGHORMATAN KITA KEPADA TUHAN.

1 Korintus 9:24-27
Powered by Telkomsel BlackBerry®

ORANG-ORANG KUDUS

Mendengar istilah "orang kudus" mungkin membuat kita memikirkan para tokoh yang digelari Santo dan Santa, atau setidaknya seseorang yang sangat baik dan murah hati sepanjang hidupnya. Tak mungkin kita memberi gelar tersebut pada orang-orang yang keras kepala dan sombong, penuh iri hati dan perselisihan, suka menghakimi, bahkan saling menuntut dalam pengadilan, bukan? Apalagi jika mereka bobrok secara moral dan menyelewengkan praktik-praktik rohani untuk kepentingan sendiri. Namun, itulah kondisi jemaat di Korintus, dan ... mereka disebut Paulus sebagai "orang-orang kudus".

Apa gerangan yang Paulus maksudkan? Kata Yunani untuk "orang kudus" adalah hagios, yang secara harfiah bisa diartikan sebagai "orang yang dipisahkan atau dikhususkan". Dipisahkan untuk siapa? Untuk Tuhan. Tiap orang yang telah menerima keselamatan dalam Yesus Kristus, telah dipisahkan sebagai milik kepunyaan-Nya (lihat juga Titus 2:14). Makna kata ini tidak merujuk pada karakter seseorang, tetapi status keberadaannya di hadapan Tuhan. Kekudusan tidak diperoleh oleh perbuatan-perbuatan manusia, melainkan oleh karya Tuhan sendiri. Setelah mengawali suratnya dengan sebutan "orang kudus", Paulus kemudian mendorong jemaat Korintus untuk bersikap sesuai dengan statusnya itu.

Sebagai orang-orang tebusan Kristus, kita memiliki status yang sama dengan jemaat Korintus. Kita telah dipisahkan untuk Tuhan dan diberi tanggung jawab untuk hidup sesuai status tersebut. Adakah tutur perilaku kita yang perlu diubah agar kehidupan kita sesuai dengan status kita sebagai orang-orang kudus? --ITA


KETIKA MENERIMA KRISTUS, ANDA MENJADI ORANG KUDUS.
DIA RINDU ANDA HIDUP DENGAN PERILAKU KUDUS.

1 Korintus 1:1-9
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 18 November 2012

YANG LEMAH, YANG BERHASIL

Menurut Anda, apakah resep untuk bangkit dari kegagalan? Nasihat yang umum kita dengar adalah berpikir positif, percaya pada kekuatan dalam diri kita untuk meraih keberhasilan. Lalu, mengarahkan diri untuk giat melakukan hal-hal yang akan membawa kita ke sana. Kita harus kuat jika ingin berhasil, tidak boleh lemah dan membiarkan diri dikuasai pikiran pesimis.

Dalam janji Tuhan yang disampaikan Nabi Zefanya, terselip resep bangkit dari kegagalan yang agak ganjil. Yang akan Tuhan pulihkan bukanlah umat yang gagah perkasa dan mengalahkan bangsa-bangsa, atau yang sangat berhikmat dan giat membangun kembali kejayaannya sendiri. Bukan umat yang kuat dan percaya diri, tetapi umat yang "rendah hati dan lemah". Mengandalkan kekuatan sendiri justru adalah kecongkakan yang akan disingkirkan Tuhan (ayat 11), sebaliknya mereka yang pesimis dengan kekuatan diri dan berbalik mencari Tuhan justru dipelihara-Nya. Atas mereka Tuhan bergirang dan akan bertindak (ayat 16-19), bahkan akan membuat mereka menjadi kenamaan dan kepujian di antara segala bangsa (ayat 20).

Rendah hati dan lemah tidak sama dengan mengasihani diri dan duduk berpangku tangan. Sebaliknya, orang yang demikian justru aktif mencari pertolongan Tuhan. Sadar akan kecenderungannya untuk berdosa, ia memilih untuk hidup sesuai tuntunan firman Tuhan (ayat 13). Ia sabar menanti waktu Tuhan sembari terus hidup dalam ketaatan. Manusia yang terpuruk dalam dosa diselamatkan ketika memilih jalan yang disediakan Tuhan, bukan mengandalkan kebaikan diri sendiri. Ketika terpuruk dalam kegagalan sehari-hari, apakah kita juga memilih mengandalkan-Nya? --ELS


KELEMAHAN YANG MEMBUAT KITA MENGANDALKAN TUHAN
MENJADI KEKUATAN KITA.

Zefanya 3:9-20
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 17 November 2012

ALLAH YANG TIDAK BERUBAH

Jika boleh memilih, tentu ada banyak hal yang kita harap menetap dalam hidup ini. Fisik yang sehat. Rekan yang dapat dipercaya. Keberhasilan dalam pekerjaan. Kebersamaan dengan orang-orang yang kita kasihi. Namun, siapa yang bisa luput dari perubahan?

Pemazmur menyadari bahwa satu-satunya yang tidak berubah adalah Allah, Sang Pencipta langit dan bumi. Dan kesadaran ini membuatnya tenang. Perhatikanlah betapa ia sebelumnya mengaduh atas berbagai situasi hidup yang tidak bersahabat (ayat 1-12). Namun kemudian, ia mulai mengingat janji-janji Tuhan atas bangsanya dan atas dunia (ayat 13-23). Dalam ketidakberdayaan, ia ingat bahwa Tuhan dapat diandalkan. Tuhan mengizinkan perubahan terjadi, dan Dia sanggup mengubahkan hal terburuk menjadi kebaikan menurut hikmat dan rencana-Nya. Sebab itu, sekalipun situasi tampak tidak menjanjikan, anak-anak Tuhan bisa diam dengan tenteram (ayat 29).

Rasa tidak aman, takut, frustrasi, sangat bisa menguasai pikiran ketika situasi di sekitar kita berubah. Apa yang harus kita lakukan? Menarik diri karena takut disakiti? Enggan berusaha lagi karena takut gagal? Berhenti mengasihi karena takut kecewa? Solusi yang lebih baik adalah seperti pemazmur, kita mengarahkan pandangan kepada satu-satunya Pribadi yang tidak berubah. Membenamkan pikiran dalam janji-janji-Nya yang pasti digenapi. Dia akan memberi kelegaan bagi yang datang pada-Nya (Matius 11:28). Dia turut bekerja dalam segala sesuatu untuk kebaikan kita (Roma 8:28). Anda bisa meneruskan daftarnya. Dalam keyakinan itu, kita bisa diam dengan tenteram di tengah situasi yang terus berubah. --ELS


BUTUH KEBENARAN YANG TIDAK BERUBAH-UBAH UNTUK DIPERCAYAI?
DATANGLAH KEPADA TUHAN. KEBENARAN-NYA TIDAK PERNAH BERUBAH. -MAX LUCADO

Mazmur 102:26-29
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 14 November 2012

ALLAH YANG DISEBUT BAPA

Saya agak gemas ketika tawaran saya untuk membelikan sesuatu ditolak oleh anak teman saya. "Tanya papa dulu, " katanya. Belakangan teman saya menjelaskan, "Memang aku ajarin anak-anakku supaya sekali-kali tidak minta sama orang lain. Kalau ada kebutuhan, mereka harus belajar minta sama aku. Memang tidak semua permintaan mereka langsung aku kabulkan, tetapi mereka tahu kalau tidak diberi itu pasti ada alasannya. Papa tahu yang terbaik buat mereka. Mereka harus minta sama papa, bukan orang lain."

Kisah teman saya dengan anaknya mengingatkan saya pada suatu hal yang luar biasa tentang Allah. Yesus menyebut Allah sebagai Bapa kita di surga (ayat 11). Bapa yang senang mendengarkan permintaan anak-anak-Nya, memberikan apa yang baik bagi mereka. Meski para ayah di dunia terbatas, gambaran ini menolong kita mengenal Pribadi Allah. Berbeda dengan para ayah di dunia, Bapa kita di surga punya segala kemampuan untuk mengabulkan permintaan kita. Dia tahu apa yang terbaik dan kapan waktu terbaik untuk memberikannya. Seorang ayah tentu tidak akan memberikan sesuatu yang belum siap diterima anaknya, atau yang bisa membahayakan dirinya. Dan lebih dari para ayah di dunia, Bapa di surga ingin anak-anak- Nya menunjukkan kepercayaan dan pengharapan mereka dengan meminta kepada-Nya, bukan kepada yang lain.

Berapa sering kita sungguh-sungguh berharap dan bertekun dalam doa? Mungkin lebih sering kita berpikir, "Ah Tuhan sudah tahu, mengapa harus berdoa?" Kebenaran ini sederhana, tetapi sering terlupakan: Allah adalah Bapa yang senang mendengarkan dan memberikan yang baik bagi anak-anak-Nya. --ELS

BAPA SENANG KETIKA ANAK-ANAK-NYA BERGANTUNG KEPADA-NYA.
MEMBERIKAN YANG TERBAIK ADALAH KEAHLIAN-NYA.

Matius 7:7-11
Powered by Telkomsel BlackBerry®

ALLAH YANG HIDUP

Pernah melihat anak-anak yang asyik berbicara sendiri saat bermain? Seolah-olah ada seseorang di sampingnya yang mendengar dan menanggapi, seorang teman imajinasi. Menurut para ahli psikologi, fenomena ini wajar dalam pertumbuhan anak. Orangtua tak perlu khawatir, tetapi perlu memantau agar persahabatan imajiner itu tidak mengalihkan anak dari kehidupan nyata.

Meski sama-sama tak terlihat, Allah bukanlah pribadi hasil imajinasi. Alam semesta dan isinya adalah bukti nyata keberadaan-Nya (ayat 12-13). Dalam taraf tertentu, angin, hujan, dan unsur alam lainnya dapat dikendalikan manusia, tetapi Siapa yang membuat semua itu dan berkuasa menghadirkannya dalam musim-musim yang berbeda di berbagai belahan dunia? Siapa gerangan yang meletakkan emas dan perak di perut bumi untuk ditambang manusia dan menumbuhkan pepohonan kayu di hutan-hutan raya? Betapa gemasnya Tuhan karena semua bukti itu tak membuat umat Israel mengakui dan menghormati keberadaan-Nya. Mereka justru datang memohon pada patung-patung dari emas dan perak. Mereka berusaha menyenangkan dewa-dewa dari kayu, takut dimurkai, seolah-olah benda-benda mati itu hidup. Sementara, Allah yang hidup justru mereka abaikan. Betapa bodohnya!


Seberapa sering kita mendengarkan dan berbicara kepada Allah sebagai Pribadi yang hidup? Seberapa kita yakin bahwa Dia dapat mendengarkan dan dapat berbicara? Bagaimana seharusnya kita bersikap bilamana kita yakin bahwa Dia nyata dan sungguh hadir dalam hari-hari kita? Berhati-hatilah agar imajinasi kita tentang dunia yang semu tidak mengalihkan pandangan kita dari Allah yang hidup! --LIT

ALLAH BUKANLAH HASIL IMAJINASI MANUSIA.
DIA ADALAH SANG PENCIPTA YANG SUNGGUH HIDUP DAN BERKUASA.

Yeremia 10:1-16
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 13 November 2012

QADOSH

Apa yang terlintas di benak Anda mendengar kata "kudus"? Sebuah kota di Jawa Tengah? Seseorang yang kerjanya hanya berdoa dan membaca Alkitab? Rohaniwan yang tidak terlibat dengan urusan bisnis dan politik? Benda atau makanan yang sudah didoakan? Tanpa disadari, kita mungkin punya definisi sendiri tentang apa yang kudus dan tidak.

Musa menulis kata "kudus" berkali-kali untuk menggambarkan Pribadi dan kehendak Tuhan. Dalam bahasa Ibrani, qadosh, yang berarti "terpisah atau tidak bercampur dengan yang lain". Berbicara tentang kekudusan Tuhan berarti berbicara tentang "keberbedaan"-Nya yang menggetarkan, seperti mainan kertas di hadapan orang yang membuatnya, kira-kira begitulah gambaran atlet terkuat, ilmuwan terpintar, pemimpin terhebat di hadapan Tuhan. Dia Pencipta, yang lain ciptaan. Tak bisa dibandingkan. Dan, Tuhan yang kudus ini menghendaki umat yang dipilih-Nya, untuk mencerminkan pribadi-Nya (ayat 2). Bangsa-bangsa lain menyembah patung dan benda-benda angkasa, umat Tuhan harus menyembah Sang Pencipta. Mereka menentukan benar dan salah menurut standar sendiri, umat Tuhan harus hidup sesuai standar Tuhan (lihat pasal 20:23, 26).

Seberapa banyakkah kita yang mengaku sebagai umat Tuhan mencerminkan kekudusan-Nya? Jika kita hanya mengasihi orang yang mengasihi kita, berbuat baik untuk dilihat orang, apa bedanya kita dengan orang belum percaya? Kita dipanggil untuk hidup melampaui standar dunia yang sudah rusak oleh dosa. Mengasihi orang yang menyakiti kita. Melakukan segala sesuatu untuk dilihat Tuhan, bukan manusia. Ketika kita melihat betapa kudusnya Tuhan, seharusnya kita hidup secara berbeda. --LIT

MENJADI KUDUS BERARTI MENJADI BERBEDA.
MAKIN MENYERUPAI KRISTUS, BUKAN DUNIA.

Imamat 19:1-8
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 12 November 2012

ARTIKEL: GODAAN KEPEMIMPINAN (I)

Bila kita membicarakan masalah kepemimpinan, biasanya kita langsung mengaitkannya dengan kedudukan dan kekuasaan. Untuk dapat menjalankan kepemimpinan secara benar, tidak jarang orang menghadapi berbagai rintangan ataupun godaan. Dari sekian banyak rintangan, ada tiga hal dominan yang acap kali muncul dalam kepemimpinan, yakni kekuasaan, ego, dan kemarahan. Kegagalan dalam mengatasi ketiga hal itu, tidak jarang membuat roda kepemimpinan tidak berjalan sebagaimana yang kita harapkan. Karena itu, diperlukan kesungguhan hati dan kiat tertentu dalam mengatasinya.

Kekuasaan

Pada waktu Yesus hidup di dunia, rupanya tindakan Yesus dianggap sebagai ancaman bagi kedudukan dan wibawa yang dimiliki para pemimpin agama saat itu. Mereka begitu antipati sehingga tidak ada satu pun tindakan Yesus yang benar dalam anggapan mereka. Meskipun begitu, mereka tidak dapat menunjukkan satu kesalahan pun yang dapat dituduhkan terhadap Yesus.

Kekuasaan itu sendiri ada dua macam. Pertama, kekuasaan yang diperoleh karena kedudukan. Kekuasaan seperti itu sifatnya rapuh. Bila orang yang bersangkutan tidak bijaksana dalam menggunakannya, akibatnya bisa fatal. Mungkin sepintas lalu orang kelihatan taat kepada kemauannya, tetapi di belakangnya kita tidak tahu. Sering kali orang taat secara terpaksa karena takut konduitenya rusak.

Kedua, kekuasaan yang diperoleh dari dalam. Kekuasaan jenis ini memiliki sifat agak lain. Kekuasaan tersebut lebih permanen dan tetap ada kendati pun yang bersangkutan tidak lagi memiliki kedudukan. Salah seorang tokoh yang memiliki kuasa atau karisma seperti itu adalah Perdana Menteri Winston Churchill. Melalui karisma yang dimilikinya, Churchill berhasil memimpin rakyat Inggris melewati masa yang sukar selama Perang Dunia II. Di tengah-tengah situasi yang cukup berat tersebut, ia mampu memberikan motivasi kepada rakyat Inggris. Tokoh lain yang memiliki karisma seperti itu adalah Presiden Franklin Roosevelt. Dalam kondisi ekonomi yang berat, ia mampu membawa negara Amerika Serikat melaluinya dengan mulus.

Bila kita melihat kedua tokoh berkarisma tersebut, kita sangat kagum. Namun perlu diingat bahwa betapa pun hebatnya karisma yang kita miliki, bila penggunaannya salah, akibatnya bisa lain. Sebagai contoh Jim Jones di Guyana. Ia mampu meyakinkan orang bahwa ia dapat membuat kehidupan para pengikutnya lebih berarti daripada kehidupan mereka selama ini. Pendekatan yang dilakukan Jim Jones terasa logis, mengandung fakta-fakta yang benar dan cukup beralasan. Penyimpangan yang dilakukannya sulit diduga sebelumnya. Hal itu baru diketahui melalui kejadian yang akhirnya Jim Jones mati bunuh diri bersama sebagian besar pengikutnya.

Jim Jones memang licik sekali. Dengan cerdik ia mengarahkan pikiran para pengikutnya, sehingga mereka mau melakukan apa saja yang dia minta. Mereka tidak dapat berpikir kritis, sebab mereka sudah terlanjur memercayai sepenuhnya ucapan Jim Jones.

Jawaban Yesus Terhadap Masalah Kekuasaan

Seorang filsuf Italia bernama Niccolo Machiavelli pernah mempersoalkan kekuasaan mutlak. Ia mempertanyakan mana yang lebih baik antara hubungan yang dilandasi kasih dengan hubungan yang dilandasi dengan ketakutan (sebagaimana hubungan antara bawahan dan atasan yang berkuasa penuh).

Di akhir penyelidikannya, akhirnya ia menyatakan bahwa kedua hal itu sebaiknya ada dan dilakukan secara bersamaan. Namun bila kedua hal itu tidak ada, lebih baik kita berusaha menjangkau pilihan kedua, yakni mendasarkan hubungan atas dasar jabatan yang kita miliki. Dengan demikian, wibawa kita bisa terus bertahan sampai masa jabatan habis.

Bila kita menerapkan hubungan berdasarkan kasih, namun tidak memiliki karisma, hal itu berbahaya sebab jika orang tidak lagi merasa segan terhadap kita, maka wibawa kita pun ikut lenyap bersamanya. Karena itu, lebih aman bila kita menjaga jarak dan menerapkan peraturan secara tegas, sehingga orang tetap segan selama kita menduduki kursi kepemimpinan.

Prinsip Machiavelli ini rupanya banyak dilakukan orang. Kepemimpinan Yesus tidaklah seperti itu. Ia lebih banyak menekankan unsur kasih. Pada malam sebelum Yesus dikhianati dan diserahkan untuk disalib, Ia berkata kepada murid-murid-Nya untuk saling mengasihi (Yohanes 13:34-35). Dalam surat 1 Yohanes, Rasul Yohanes menulis hubungan antara kasih dan ketakutan (baca 1 Yohanes 4:16-18).

Kekuasaan yang dimiliki Yesus berasal dari Allah dan Ia menjalankannya melalui kasih. Ia memperagakan kuasa yang dimiliki-Nya dengan hati-hati, agar murid-murid-Nya tidak salah mengerti. Karena itu, Ia memerintahkan murid-murid-Nya untuk saling mengasihi.

Bila sebagai pemimpin kita mengasihi orang-orang yang kita pimpin, tentu kita tidak akan melakukan sesuatu yang dapat menyesatkan mereka atau memanfaatkan mereka untuk kepentingan pribadi. Sebaliknya, kita akan berusaha memenuhi apa yang mereka perlukan dan memberikan yang terbaik bagi mereka.

Dua simbol yang baik sekali dijadikan lambang kekristenan adalah handuk dan salib. Handuk merupakan simbol pelayanan, sebab Tuhan Yesus sendiri memberi contoh kepada kita dalam melayani dengan membasuh kaki murid-murid-Nya. Sedangkan salib merupakan lambang ketaatan. Kedua hal itu merupakan ciri khas dari kepemimpinan Kristen, sebab kepemimpinan Yesus pun diwarnai oleh kedua hal itu.

Murid-murid sering kali dilibatkan dalam pekerjaan yang dilakukan-Nya. Mereka melihat dengan mata kepala sendiri, bahwa kepemimpinan yang diperagakan Yesus adalah kepemimpinan yang tidak mencari kepentingan pribadi. Hanya dengan cara seperti itu, firman Tuhan menjadi tampak dalam ucapan dan tingkah laku kita, sehingga orang lain merasa senang bergaul dengan kita dan mereka dapat mulai diperkenalkan kepada berita Injil.

Ego

Pada suatu hari, seorang pembicara terkenal acara televisi diundang membawakan ceramah pada pertemuan tahunan sebuah organisasi. Jauh sebelum pertemuan itu, pembicara telah dihubungi melalui telepon maupun surat oleh pemimpin pertemuan, yang intinya setiap peserta mengharap kedatangannya. Para peserta dalam pertemuan itu ingin berjumpa dan mendengar langsung orang yang selama ini hanya dapat mereka kenal melalui acara televisi.

Hari yang ditentukan pun tiba. Pembicara telah sampai di tempat seminar sebelum acara dimulai. Namun, orang-orang tidak begitu mengenalnya sehingga ia diperlakukan sama seperti peserta lainnya. Acara sudah hampir mulai, namun sang pembicara terlihat gelisah. Tidak lama kemudian, ia datang menemui salah seorang panitia dan berkata bahwa perasaannya terluka karena tidak mendapatkan sambutan sebagai pembicara.

Sebagai manusia, Yesus juga memiliki Ego. Namun, arah dan motivasi dari ego-Nya lain. Oleh sebab itu, kalau orang tidak begitu memerhatikan-Nya, Ia tidak merasa kecil hati. Yesus bahkan sering kali menghindar dari kegiatan-kegiatan yang akan semakin membuat-Nya dikenal masyarakat luas.

Salah satu contoh mengenai hal tersebut terdapat dalam Injil Yohanes mengenai penyataan sikap Natanael yang meragukan penglihatan Filipus, yang juga menyangsikan Yesus Kristus (baca Yohanes 1:45-46). Namun, Yesus tidak tersinggung dan marah. Sebaliknya, Ia berusaha meyakinkan Natanael tentang keberadaan diri-Nya. Setelah Yesus berbicara secara langsung kepada Natanael, akhirnya Natanael berkata, "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!" (Yohanes 1:49)

Dalam pembicaraan-Nya, sering kali Yesus menyatakan bahwa Dia adalah Mesias. Mungkin kita berpikir bahwa pernyataan-Nya baru akan didengar orang jika disertai dengan tanda-tanda mukjizat. Namun Yesus tidak melakukan hal itu. Sebagai seorang pemimpin, Yesus lebih memusatkan perhatian-Nya kepada misi utama-Nya di dunia ini. Penampilan dan sikap Yesus tidak pernah berubah. Ia tidak berusaha bersembunyi di balik topeng yang indah-indah, agar kesan orang terhadap-Nya baik. Karena itu, Ia tidak takut identitas pribadi-Nya dikenal orang.

Ke mana pun Yesus pergi, Dia tidak mengharapkan sambutan atau penghormatan istimewa. Tujuan kedatangan-Nya ke dalam dunia bukan untuk mencari penghormatan manusia (Yohanes 5:41). Ia datang dengan misi menyelamatkan manusia dari dosa, bukan untuk merampas kedudukan orang lain (baca Yohanes 4:31-34).

Kalau Yesus menyatakan seperti itu, bukan berarti Yesus tidak pernah merasa lapar, tetapi segala sesuatu yang diperlukan dan diingini-Nya selalu dihubungkan dengan tujuan-Nya datang ke dunia. Itulah sebabnya, Ia juga melatih murid-murid-Nya dalam hal kepemimpinan, agar kelak mereka dapat meneruskan pekerjaan yang telah dimulai-Nya.

Sekarang ini, kita jarang menjumpai kepemimpinan seperti itu. Kalau dalam kehidupan masyarakat, kita bertugas sebagai pemimpin, hendaknya kita belajar dari teladan Yesus. Seorang pemimpin yang disegani akan mencurahkan seluruh perhatiannya kepada tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Dengan demikian, hasil kerja yang dicapai juga memuaskan.

Secara umum, seseorang biasanya mengharapkan penghargaan atau pengakuan atas pekerjaan yang telah dilakukannya dengan susah payah. Karena itu, wajar kalau orang bisa marah atau kecewa bila pekerjaan yang telah dilakukan dengan susah payah tersebut, tidak diperhatikan atau kurang mendapat penghargaan. Kalau kita dapat belajar dari contoh yang diperagakan Yesus, tentu kita tidak akan bersikap seperti itu.

Pemimpin yang benar tidak terlalu memikirkan keuntungan yang mungkin diperoleh untuk diri sendiri, tetapi lebih memusatkan diri pada tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Pemimpin yang baik biasanya mampu melihat dan menghargai kelebihan yang ada pada orang lain. Mereka tidak akan memanfaatkan kelebihan orang lain untuk keuntungan diri sendiri. Bila orang lain memuji keberhasilannya dalam menyelesaikan satu tugas tertentu, maka dengan rendah hati ia akan berkata bahwa hal itu bukan hasil pekerjaannya sendiri, melainkan hasil kerja sama dengan orang lain.

Pemimpin yang benar menyadari bahwa ia merupakan bagian dari suatu tim. Karena itu kalau ada sesuatu yang baik, tidak langsung diambil untuk diri sendiri. Ia juga tidak akan takut menampakkan diri sebagaimana adanya. Seorang pemimpin yang bijaksana pernah berkata, "Apabila saya dapat melakukan suatu pekerjaan dengan baik, saya sadar akan hal itu. Itu sebabnya, kalau orang lain memuji dan menghargai karya saya, saya menerima. Namun, saya bekerja bukan untuk mendapat pujian. Yang penting saya telah melakukan yang terbaik. Selebihnya, saya serahkan kepada Tuhan."

Apa pun model kepemimpinan yang kita lakukan, lakukanlah semuanya dengan kesadaran bahwa semua itu pada akhirnya harus kita pertanggungjawabkan kepada Tuhan. Yesus berkata bahwa bila kita mencari pujian manusia, maka kita tidak akan mendapatkan upah dari Tuhan. Dan orang yang bekerja dengan tujuan untuk mendapatkan pujian, biasanya kerjanya tidak benar.

Adalah sesuatu yang wajar, bila dalam pekerjaannya seseorang membutuhkan pengakuan dan pujian atas hasil pekerjaan yang memang baik. Jika seseorang telah bekerja dengan baik namun orang tidak melihat, apa yang akan terjadi? Atau orang lain melihat pekerjaannya, tetapi tidak menghargainya, apakah orang tersebut akan tetap melanjutkan pekerjaannya? Kalau orang itu Yesus, kita dapat menjawab "ya". Akan tetapi bila orang itu bukan Yesus, kita tidak dapat menjawab dengan pasti. Bagaimanapun, tidak semua orang dapat melakukan sesuatu tanpa pengakuan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali menjumpai bahwa pujian manusia merupakan sesuatu yang besar artinya.

Pemimpin-pemimpin Kristen terkemuka yang banyak kita kenal, adalah orang-orang yang sungguh-sungguh mengabdikan diri bagi tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Biasanya faktor kemampuan tidak selalu mutlak jadi ukuran. Orang yang kemampuan pribadinya tidak terlalu menonjol, tetapi memiliki kesetiaan dan kejujuran justru sering kali menjadi pemimpin yang berhasil (1 Korintus 4:2).

Pemimpin yang benar mengenal kemampuan dirinya. Mereka tidak takut kehilangan jabatan. Mereka tidak merasa khawatir dikhianati oleh orang yang mengingini jabatannya, sebab mereka telah belajar menyerahkan kekhawatiran mereka kepada Tuhan. Rasul Paulus menasihatkan, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus" (Filipi 4:6-7).

Sumber: Disadur dari "Leadership Style Of Yesus", Oleh Michael Youssef
Powered by Telkomsel BlackBerry®

BANGGA AKAN TUHAN

Seorang pemuda yang saya kenal punya banyak tindikan, dua di masing-masing telinga, satu di dagu, dan dua di lidah. "Dulu lebih banyak lagi, " katanya bangga. Saya bertanya bagaimana awalnya ia punya banyak tindikan, tidakkah itu terasa menyakitkan? Ia mengaku bahwa ia terpancing dengan ucapan seorang gadis bertindik yang meremehkan keberaniannya melakukan hal serupa. Dengan bertindik ia bisa membanggakan diri bahwa dirinya adalah seorang lelaki pemberani.

Anda dan saya mungkin tidak bertindik, tetapi kita tentu sama-sama punya sesuatu yang dibanggakan, atau setidaknya ingin kita banggakan, karena kita tahu itu sesuatu yang istimewa. Namun, ternyata apa yang di mata manusia istimewa, tidaklah berarti di mata Tuhan (ayat 23). Kegiatan rohani pun tidak: tanda sunat yang dimiliki bangsa Israel bukan sesuatu yang layak dimegahkan, demikian pula potongan rambut tertentu dari bangsa-bangsa lain sebagai salah satu tanda ibadah mereka (ayat 25-26). Hukuman justru sudah menanti karena hati mereka tidak tertuju pada Tuhan (ayat 26). Lalu apa yang boleh dibanggakan? Tuhan sendiri! (ayat 24). Sang Pencipta ingin agar umat-Nya bangga karena diberi kehormatan yang istimewa untuk mengenal Dia, dan menghargai kasih karunia itu dengan sungguh-sungguh berusaha memahami isi hati-Nya.

Seberapa istimewa pengenalan akan Tuhan di mata Anda? Seberapa penting itu bagi Anda? Mengenal Tuhan berbicara tentang sebuah relasi yang intim. Dimulai dari sikap hati yang penuh syukur menanggapi kasih karunia-Nya, kemauan untuk memperhatikan firman-Nya, dan ketaatan untuk melakukan apa yang disukai- Nya. --LIT

TAK KENAL TUHAN, MAKA TAK SAYANG, APALAGI BANGGA.
MAKIN KENAL, MAKIN SAYANG, MAKIN KITA BISA BERBANGGA AKAN DIA.

Yeremia 9:23-26
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 11 November 2012

LEITOURGIA

Kebaktian doa malam itu kosong melompong. Di musim liburan seperti ini sebagian besar jemaat pergi ke luar kota. Matt, salah satu pemimpin kebaktian berkata, biasanya ia berbicara kepada jemaat tentang Tuhan. Namun, malam itu ia berbicara kepada Tuhan tentang jemaat. Ia mengaku, malam itu membuatnya banyak merenungkan kembali keutuhan makna sebuah leitourgia.

Leitourgia, kata Yunani yang kita serap menjadi kata liturgi, adalah kata yang digunakan untuk merujuk pada pelayanan para imam di Bait Allah. Kata ini dapat diterjemahkan sebagai ibadah atau penyembahan. Dalam bacaan hari ini sejumlah pengajar di Antiokhia sedang berkumpul menyembah Tuhan. Leitourgia. Apa yang mereka lakukan? Di satu sisi mereka berpuasa dan berdoa, menghadap Allah. Mungkin saja mereka memuji Tuhan yang secara ajaib membebaskan Petrus (pasal 12). Mungkin mereka bersyukur atas pertumbuhan rohani Saulus dan pelayanan Barnabas (pasal 11). Mungkin mereka membawa kondisi jemaat dan orang-orang yang rindu mereka jangkau di hadapan Tuhan. Di sisi lain mereka juga mendengarkan Tuhan berbicara kepada mereka (ayat 2), lalu meresponi dalam doa dan tindakan (ayat 3).

Penyembahan adalah suatu tugas keimaman orang percaya. Dalam terang Perjanjian Baru, kita semua yang telah ditebus Kristus adalah para imam yang melayani Sang Raja. Kita dipanggil bukan untuk memamerkan kemegahan sebuah ibadah di hadapan banyak "penonton", melainkan untuk membawa tubuh Kristus dan dunia menghadap Tuhan dalam roh dan kebenaran, serta menerima karya anugerah-Nya. --JOE

LEITOURGIA=PENYEMBAHAN.
MENGHADAP TUHAN DAN MENANGGAPI KARUNIA-NYA.

Kisah Para Rasul 13:1-3
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 10 November 2012

DOA BAPA KAMI

Sahabatku, yang Yesus kasihi, mari kita RENUNGKAN .....

DOA BAPA KAMI :

JANGAN katakan BAPA..
Jika kamu tdk berlaku sbg 'anak'setiap hari..

JANGAN katakan KAMI..
Jika hidupmu penuh dgn 'egois'...

JANGAN katakan YANG ADA DI SURGA ...
Jika yg kamu pikirkan akan 'perkara duniawi' saja

JANGAN katakan DIMULIAKAN NAMA-MU ....
Jika kamu tdk 'menghormati dan memuliakan' Allah sebagaimana mestinya...

JANGAN katakan DATANGLAH KERAJAAN-MU..
Jika yg kamu obsesikan hanyalah 'keberhasilan duniawi saja'...

JANGAN katakan JADILAH KEHENDAK-MU..
Jika yg kamu lakukan hanyalah 'yg kamu inginkan'...

JANGAN katakan BERIKANLAH KAMI PADA HARI INI MAKANAN..
Jika kamu tdk 'peduli' terhadap org yg sedang kesusahan...

JANGAN katakan AMPUNILAH KESALAHAN KAMI..
Jika kamu masih menyimpan 'dendam' dgn org lain...

JANGAN katakan JGN MASUKAN KAMI KEDALAM PENCOBAAN.
Jika kamu sungguh2 tdk tegas 'menolak kejahatan'

JANGAN katakan AMIN..
Jika kamu 'tdk sungguh2 dgn doa BAPA KAMI' ini...

Kiranya kasih dan anugerah Nya memampukan kita utk dpt melakukan apa yg Tuhan Yesus ajarkan ini kepada semua org yg percaya. Matius 6 : 9-13. Met pagi,Met aktifitas •̃ Τûђàή Ƴέšΰš Mέmßέяƙά†ΐ •̃ `kt smua,amiin...
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada yang kebetulan

Ayub memulai respons terhadap sahabat-sahabatnya dengan kesadaran bahwa beberapa perkataan mereka benar adanya (9:2). Ayub menekankan kembali apa yang telah dipertanyakan oleh Elifas sebelumnya (Ayb. 4:17), yaitu tentang ketidakmungkinan manusia untuk benar di hadapan Allah.

Ada empat alasan yang Ayub kemukakan. Jika manusia berperkara dengan Allah, ia tidak dapat membantah Allah karena Allah itu Maha Besar (9:3-14). Jika Ayub berseru dan kemudian direspons oleh Allah, ia tidak akan mengira hal itu dapat terjadi karena Allah telah mendakwa dia (9:15-19). Dan meskipun ia benar, Allah akan menyatakan bahwa ia bersalah, karena Allah membinasakan orang yang bersalah dan orang yang tidak bersalah (9:20-24). Begitu juga jika ia mengakui dosanya, Allah akan tetap memandang dirinya bersalah (9:25-32). Maka dalam pandangan Ayub, tidak ada gunanya membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah karena Allah sendiri kelihatannya ingin membinasakan dia.

Akan tetapi, Ayub heran karena Allah telah membentuk dia sejak dalam kandungan dan memeliharanya hingga saat itu hanya untuk membinasakan dirinya (10:8-17). Maka lagi-lagi Ayub menyatakan keinginannya untuk mati (10:18-22). Bagi Ayub, kematian adalah negeri yang gelap gulita, kelam pekat, dan kacau balau (10:21-22). Namun itu tetap lebih baik daripada kehidupan yang dialaminya saat itu.

Sampai saat itu, Ayub masih bergumul dengan kegalauan karena ketidakmengertian akan apa yang dia alami. Dan memang dalam keterbatasan kita sebagai manusia, tidak semua hal yang terjadi dalam kehidupan kita dapat kita mengerti alasan atau penyebabnya. Kita mencoba menganalisa, bahkan pikiran Tuhan pun kita coba terka.Namun kita harus memahami bahwa pikiran kita berbeda jauh dengan pemikiran Tuhan (bdk. Yes. 55:8). Lagi pula, tidak ada yang kebetulan di dalam Tuhan. Oleh karena itu, bagaimanapun kegalauan Anda akan hidup Anda, betapa pun Anda tidak memahami Allah dalam situasi itu, tetaplah pasrahkan diri ke dalam tangan Tuhan yang kuat.

Ayub 9:1-10:22
Powered by Telkomsel BlackBerry®

NYANYIAN YANG MENYEMBAH

Agama Kristen adalah agama yang bernyanyi. Julukan ini sangat tepat karena nyanyian adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Allah. Sekitar setengah ibadah diisi oleh musik dan nyanyian pujian. Alkitab pun memuat begitu banyak referensi tentang betapa Allah menyukai nyanyian pujian. Namun, sadarilah bahwa tindakan menyanyikan lagu rohani tidak otomatis menjadikan hal tersebut sebagai penyembahan. Seringkali kita memuji Tuhan secara lahiriah tetapi tidak benar-benar menyembah Dia.

Bilamanakah suatu nyanyian menjadi penyembahan yang menyenangkan Allah? Ada tiga hal yang dapat kita amati dari nas hari ini. Pertama, nyanyian ini harus dipersembahkan oleh orang-orang percaya. Nasihat Paulus disampaikan kepada orang-orang yang telah menerima Kristus dan dibenarkan oleh-Nya (ayat 12). Hanya orang-orang yang demikian yang dapat memuji Allah atas karya keselamatan-Nya. Orang tidak percaya bisa saja menyanyikan lagu rohani dengan baik tetapi ia tidak sedang menanggapi pribadi dan karya Allah. Ia tidak sedang menyembah Allah. Kedua, nyanyian pujian harus selaras dengan Firman. Perkataan Kristus harus melandasi dan menuntun nyanyian kita (ayat 16). Akhirnya, nyanyian pujian harus ditujukan secara sadar kepada Allah (ayat 17). Melalui nyanyian pujian, kita berkomunikasi dengan Allah.

Marilah melantunkan nyanyian pujian bukan karena kita ikut-ikutan orang lain atau hanya menjalankan kewajiban agamawi. Namun, kita bernyanyi dengan didasari oleh Firman dan iman. Niscaya, pujian kita akan memperkenankan hati-Nya. --JIM

TANPA HATI PENYEMBAHAN, ENGKAU HANYA BERMAIN MUSIK,
BUKAN MENYEMBAH! -BOB KAUFLIN

Kolose 3:12-17
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 09 November 2012

PENYEMBAHAN YANG DIKORTING

Saya pernah ditipu seorang penjual mangga. Ceritanya begini, sewaktu jalan-jalan di pasar, saya tertarik dengan mangga yang dijajakan seorang penjual. Mangga yang ditampilkan begitu ranum. Saya pun membeli beberapa kilo. Sesampainya di rumah, saya kaget karena mangganya belum matang. Ternyata, ia menaruh mangga matang hanya sebagai pajangan. Jika pembelinya tidak jeli seperti saya, ia akan mengambil mangga dari keranjang yang kualitasnya lebih rendah.

Tuhan juga pernah "ditipu" oleh umat-Nya. Mereka berjanji akan memberikan hewan terbaik sebagai kurban persembahan kepada Allah karena mereka memang mampu (ayat 14). Faktanya, mereka malah membawa hewan cacat, sakit, dan hasil rampasan (ayat 8, 13). Betapa ini adalah suatu penghinaan dan kejahatan di mata Allah (ayat 6-8a). Dia tidak berkenan atas persembahan mereka (ayat 10). Kualitas persembahan mereka menunjukkan sikap hati mereka kepada Allah. Jika mereka sungguh mengakui kebesaran dan kemahakuasaan Allah, bukankah sudah sepatutnya mereka menghormati dan memberikan yang terbaik bagi-Nya (ayat 11)?

Kapankah kita menipu Tuhan dalam penyembahan? Ketika kita mengorting apa pun yang sebenarnya kita bisa lakukan dengan optimal. Allah layak menerima keseluruhan hidup kita dalam menyembah-Nya; tak sebatas pada ibadah di dalam tembok gereja, tetapi juga di luar gereja--pekerjaan dan karya kita di tengah dunia. Mari kita belajar memberi yang terbaik kepada-Nya sebagai wujud penyembahan kita.

PENYEMBAHAN YANG TERBAIK ADALAH BUKTI
DARI RASA HORMAT DAN KASIH KITA KEPADA ALLAH.

Maleakhi 1:6-14
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 08 November 2012

MENANGGAPI SIAPA?

Apa Anda merasa terganggu melihat orang yang memuji Tuhan sambil bergoyang dan menari-nari? Atau sebaliknya, apa Anda merasa terganggu ketika melihat orang menyanyi dengan tenang dan diam di tempat saja? Menurut Anda, bagaimana seharusnya orang memuji dan menyembah Tuhan?


Kata Ibrani untuk berbagai ekspresi penyembahan menariknya memang terkait dengan postur tubuh. Misalnya: mengucap syukur =merentangkan tangan, memuji=berlutut, menyembah= sujud hingga wajah menyentuh tanah. Pengalaman akan Tuhan tak hanya memengaruhi pikiran, tetapi seluruh tubuh untuk berespons kepada-Nya. Dalam Mazmur 95, pemimpin ibadah mengajak umat menyembah Tuhan dengan dua ekspresi yang kontras. Yang pertama gegap gempita, sarat sorak dan pujian, kemungkinan besar dengan musik dan tari-tarian (ayat 1-2). Yang kedua hening teduh, diam di tempat dan bersujud khidmat. Namun, kedua ekspresi itu sama-sama dikaitkan dengan pengalaman dan pemahaman akan pribadi dan karya Tuhan: "Sebab Tuhan adalah Allah yang besar ...Sebab Dialah Allah yang menuntun kita ..." (ayat 3, 7). Ini adalah prinsip yang penting. Penyembahan bukanlah sekadar rangkaian kata atau gerakan tubuh, tetapi tanggapan hati terhadap Tuhan. Tidak ada penyembahan yang lahir dari hati yang keras, yang meragukan Tuhan dan tidak mengakui perbuatan-perbuatan-Nya (ayat 9).


Ketika kita tergoda menilai cara orang lain menyembah Tuhan dalam ibadah bersama, ingatlah untuk menguji hati sendiri. Apakah ekspresi kita lebih dipengaruhi oleh musik yang dimainkan, kebiasaan mayoritas, atau pengenalan kita akan pribadi dan karya Tuhan? --ELS

MENYEMBAH TUHAN BERARTI MENANGGAPI TUHAN,
BUKAN MENANGGAPI MUSIK ATAU ORANG DI SEKITAR KITA.

Mazmur 95:1-11
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 07 November 2012

Hati-hati dalam berkata-kata

Sahabat yang baik adalah yang setia menemani kita dalam suka dan duka. Maka betapa menyakitkan bila seorang sahabat tidak memberikan dukungan justru ketika kita sedang berbeban berat.

Elifas adalah salah seorang sahabat yang mengunjungi Ayub (4:1). Mulanya ia merespons keluh kesah Ayub dengan pujian. Ia memuji kebaikan dan kearifan Ayub dalam kaitan dengan orang-orang yang membutuhkan bantuannya (4:3-4). Namun pujian Elifas kemudian berubah menjadi kritik. Bukannya memberikan penguatan dan dorongan, Elifas malah menegur Ayub atas keluh kesahnya. Ia juga mengemukakan pandangannya tentang penyebab penderitaan manusia (4:7). Berdasarkan pengalamannya, Elifas telah melihat bahwa orang baik pasti berhasil dan orang jahat pasti menderita. Elifas meyakini bahwa penderitaan Ayub merupakan teguran dan didikan Tuhan atas dosa-dosa yang telah Ayub perbuat (5:17). Oleh karena itu Ayub harus berbahagia mengalami semua itu dan memberi respons yang tepat, yaitu bertobat. Dengan demikian Allah kemudian akan memberkati dia (5:18-27).

Coba tempatkan diri Anda pada posisi Ayub, yang sedang duduk di tengah abu karena penyakit dan bersedih karena penderitaan. Lalu mendengar komentar sahabat yang bukan menguatkan, tetapi malah cenderung menghakimi. Pengalaman Ayub memang bisa membuat dia bertumbuh dalam pemahamannya akan Allah, tetapi bukan itu tujuan utama Allah membiarkan Iblis mengganggu dia (Ayb. 1:6-2:10). Maka nasihat Elifas adalah nasihat yang tidak efektif. Perkataan yang mungkin ia anggap baik, sesungguhnya malah bisa menyakiti hati Ayub.

Dari Elifas, kita harus belajar untuk tidak menghakimi orang lain dalam hubungannya dengan Tuhan, terutama dalam masalah yang sedang mereka hadapi. Kita juga perlu berhati-hati dalam menasihati dan menghibur orang yang sedang bermasalah atau berduka, jangan sampai kata-kata kita malah menjadi sembilu tajam yang menambah perih di hati. Mintalah hikmat Tuhan sehingga kata-kata yang kita ucapkan jadi berkat yang membangun.

Ayub 4:1-5:27
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 06 November 2012

RUBAH CINTA KITA

Entah apa yang istimewa dengan rubah sehingga Salomo menyebutkan hewan ini dalam syairnya (ayat 15). Mungkin ia memang benar-benar melihat sekawanan rubah ketika ia sedang menelusuri kebun anggur bersama kekasihnya! Rubah adalah hewan omnivora, tetapi makanan favoritnya memang adalah buah-buahan.

Beberapa penafsir menganggap rubah-rubah ini melukiskan hal-hal kecil yang bisa merusak hubungan dalam pernikahan. Karena kecilnya, seringkali luput dari perhatian. Posturnya mirip anjing peliharaan, tampaknya tidak berbahaya. Namun, orang yang tahu sifat rubah yang merusak tidak akan membiarkannya. Rubah tak hanya akan sekadar dihalau karena ia bisa kembali lagi, tetapi ditangkap untuk dihabisi. Hal-hal perusak pernikahan juga harus serius ditangani hingga tuntas. Rubah-rubah itu tidak membatalkan pernikahan, tetapi bisa merusaknya.

Hubungan pernikahan dipakai Alkitab untuk menggambarkan hubungan Kristus dengan umat-Nya. Seperti hubungan pernikahan, hubungan kita dengan Tuhan juga sering dirusak oleh hal-hal yang tampaknya sepele. Dosa-dosa yang tidak diakui, kesibukan yang mengambil alih persekutuan pribadi dengan Tuhan, kemalasan untuk belajar firman, kecintaan pada keluarga atau harta benda yang melebihi kecintaan pada Tuhan. Anda dapat meneruskan daftarnya. Kelihatan tidak berbahaya, kita masih ke gereja dan aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani. Status kita sebagai anak Tuhan tidak berubah. Namun, kita tak lagi menikmati hubungan yang intim dan indah dengan Tuhan. Kebun anggur kita tak lagi semerbak, habis dilalap rubah. Rubah-rubah kecil apa yang harus kita tangkap dan bereskan di hadapan-Nya hari ini? --HAN

KETIKA KITA MENGASIHI TUHAN, KITA AKAN MEMBERESKAN
SEMUA YANG MERUSAK HUBUNGAN DENGAN-NYA.

Kidung Agung 2:8-17
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 04 November 2012

INDAHNYA CINTA KITA

Bukan kebetulan cinta menghinggapi manusia. Tuhanlah yang menciptakannya. Perintah pertama dan utama-Nya adalah agar manusia mencintai-Nya dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan. Kidung Agung adalah kitab yang paling gamblang mengekspresikan cinta, karena memang ditulis sebagai syair-syair cinta Raja Salomo. Kitab ini adalah salah satu tulisan suci yang dibacakan pada hari raya Paskah umat Yahudi. Para penafsir sepakat bahwa kitab ini memberikan model seksualitas yang sehat sebagaimana rancangan Tuhan, yaitu hubungan antara laki-laki dan perempuan (bukan antara sesama jenis), dan dinikmati dalam ikatan pernikahan yang kudus.

Meski kitab ini secara unik mengangkat hubungan kasih dalam pernikahan, ada banyak hal yang dapat direnungkan dalam konteks hubungan kita dengan Tuhan. Misalnya yang kita baca hari ini. Betapa kita terpesona melihat cinta yang berkobar hebat di antara kedua mempelai. Sosok dan keindahan dari yang terkasih membayang ke mana pun pergi (ayat 2-3, 7-8, 9-10, 12-14). Waktu-waktu bersama begitu menggairahkan, begitu dinanti (ayat 15-17). Pernahkah cinta kita kepada Tuhan berkobar sedemikian hebat?

Pikirkan saja waktu-waktu teduh kita. Apakah dilalui dengan gairah dan kerinduan untuk bertemu Tuhan? Ataukah itu rutinitas yang ingin kita lewati dengan cepat saja? Apakah keindahan pribadi dan karya Tuhan adalah hal-hal yang senang kita renungkan ketika menjalani hari-hari kita, ataukah kita terlalu sibuk untuk memikirkan-Nya? Diiringi syukur atas cinta yang Tuhan karuniakan dalam relasi kita dengan orang-orang terkasih, mari memeriksa temperatur cinta kita kepada Tuhan. --HAN

KETIKA KITA MENGASIHI TUHAN,
KITA MERINDUKAN KEHADIRAN-NYA DAN MENIKMATI KEINDAHAN-NYA.

Kidung Agung 1:1-17
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sahabat = saudara dalam kesukaran

Perhatian dan kepedulian adalah hal yang biasanya ditunjukkan seorang sahabat. Terutama bila sahabatnya sedang ditimpa kesedihan atau kemalangan.

Elifas, Bildad, dan Zofar adalah tiga sahabat Ayub yang mendengar tragedi yang dialami Ayub, lalu mendatangi dia dari tempat-tempat mereka yang jauh. Tentu saja mereka bermaksud menyatakan rasa belasungkawa dan menyampaikan penghiburan. Namun perubahan drastis yang dialami Ayub membuat sahabat-sahabatnya sempat tidak mengenali dia (11-12). Ayub, yang dulu mereka kenal sebagai orang terkaya di wilayah timur, saat itu duduk bermandikan debu bagaikan seorang pengemis penyakitan. Orang yang dulu berada di puncak kemegahan yang begitu gemerlap, saat itu bagai berada di lembah hina dina. Itulah sebabnya mereka begitu sedih sampai-sampai menangis dengan suara nyaring. Mereka menyatakan duka cita mereka dengan mengoyak jubah dan menaburkan debu di kepala. Bahkan mereka juga tidak berbicara sampai tujuh hari lamanya (13), seolah ingin menunjukkan keprihatinan atas kesakitan dan kepahitan yang dialami Ayub.

Betapa mengharukan rasa empati yang ditunjukkan oleh sahabat-sahabat Ayub. Itu memperlihatkan bahwa mereka adalah sahabat-sahabat sejati bagi Ayub. Keprihatinan mereka ditunjukkan bukan dengan kalimat-kalimat penghiburan yang terdengar klise. Upaya mereka untuk menempatkan diri pada posisi sahabat yang sedang bermasalah sungguh merupakan penghiburan yang efektif. Tanpa banyak bicara melainkan hanya menemani. Dan kadang-kadang hal itu justru terasa lebih bermakna.

Adakah kita memiliki sahabat-sahabat yang sedemikian dekat, peduli pada kita dan memahami keadaan kita? Sebaliknya, apakah kita juga telah menunjukkan diri sebagai sahabat sejati yang ada ketika mereka berduka dan menderita, bukan hanya ketika senang dan bersuka? Amsal 17:17 mengatakan bahwa, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran."

Ayub 2:11-13
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Doa saat terjepit siasat musuh

Bagaimana seharusnya umat Kristen menyikapi kebebasan mengekspresikan iman yang semakin sempit di Indonesia? Misalnya, semakin sulit mendapatkan IMB gereja dan bahkan penutupan gereja di wilayah tertentu. Sikap umat Kristen beragam. Ada yang bersikap, "Yang penting kami tidak diutik-utik, gereja lain urusan mereka." Ini sikap yang egois! Sikap lainnya, adalah mengupayakan advokasi hukum untuk menegakkan keadilan dari perlakuan diskriminasi dari kelompok agama tertentu. Ini menunjukkan kesadaran bahwa kekristenan adalah bagian integral dari bangsa dan Negara Indonesia. Walau efektivitasnya masih dipertanyakan!

Pemazmur, mewakili umat Tuhan membawa semua pergumulan ini, pertama-tama kepada Tuhan di dalam doa. Seruannya menunjukkan kedaruratan situasi yang umat hadapi (2). Sebagai bangsa, mereka hendak dimusnahkan (3-5). Musuh umat Tuhan adalah sebagiannya musuh bebuyutan, tetapi juga adikuasa pada masa itu (7-9).

Kemudian, pemazmur berdoa agar Tuhan membalas rencana dan perbuatan jahat para musuh setimpal dengan perlakuan mereka kepada umat-Nya. Alasannya, dahulu Allah pernah memperlakukan para musuh-Nya dengan cara yang sama. Keadilan Allah harus ditegakkan. Juga, agar para musuh menyadari siapa yang mereka hadapi. Allah yang dahsyat dan berdaulat adalah lawan mereka. Dengan demikian mereka akan mengenal Tuhan sebagai Allah semesta dan menerima Dia sebagai Tuhan mereka (17b). "Mencari nama-Mu, ya Tuhan!" berarti datang untuk menyembah Dia.

Pembalasan adalah hak Allah. Sebelum kita minta Allah membalas, ingat Kristus sudah menanggung hukuman yang seharusnya ditimpakan kepada manusia berdosa. Jadi, doa-doa kita adalah agar mereka -oleh belas kasih Allah- mengalami keadilan Allah yang sudah ditegakkan melalui Kristus.

Mazmur 83
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Bukan sekedar receh

Mohon bantuan untuk membeli buku sekolah." Kertas itu diletakkan seorang gadis kecil di meja warung makan tempat saya bersantap. Saya bergumul bagaimana harus meresponinya. Bukankah jika saya mengaku mengasihi Tuhan, saya seharusnya membantu? Namun, saya pernah diperingatkan adanya kelompok yang sengaja mempekerjakan anak-anak untuk mengemis. Bisa saja saya justru turut andil membuatnya bertumbuh dengan mental peminta-minta. Apakah itu kasih?



Yesus, yang sempurna kasih-Nya kepada Bapa, juga pernah menghadapi pengemis. Apa yang dilakukan-Nya? Dia tidak memberi receh ketika orang itu minta belas kasihan; juga tidak marah karena perjalanannya diganggu. Dia berhenti, memperhatikan dari dekat, dan menanyakan kebutuhannya (ayat 40). Tampaknya si pengemis sudah mendengar siapa Yesus. Bukan sedekah yang ia minta, melainkan penglihatan yang dapat mengubah hidupnya. Tindakan kasih Yesus tak hanya memenuhi kebutuhan si pengemis, tetapi juga membawa banyak orang memuji Allah (ayat 43).



Saya ingin mengikuti jejak Yesus. Jadi, meski bergumul, saya menanyakan kebutuhannya. "Buku apa yang kamu perlukan? Saya akan membelikannya untukmu." Gadis itu terkejut. Ia bergegas menjauh. Tampaknya ia tidak benar-benar membutuhkan buku. Saya tercenung, sedih. Tidak semua pengemis di Yerikho sungguh-sungguh ingin mengalami perubahan hidup. Tidak juga di Indonesia. Namun, saya belajar satu hal. Mengasihi Tuhan itu bukan sekadar memberi receh agar saya terbebas dari gangguan, tetapi memberi diri memperhatikan kebutuhan sesama yang sesungguhnya, seperti teladan Yesus (lihat 1 Yohanes 2:6). --MEL

MENGASIHI TUHAN ITU BELAJAR HIDUP SEPERTI YESUS,
MEMPERLAKUKAN ORANG LAIN DENGAN KASIH YANG TULUS.

Lukas 18:35-43
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 03 November 2012

LEBIH DARI SEKADAR UCAPAN

Bagaimana perasaan Anda jika orang yang Anda kasihi berulang kali bertanya, "Apakah kamu mengasihiku?" Mungkin Anda sedih, merasa tidak dipercaya. Mungkin Anda jengkel, orang ini harus diyakinkan dengan cara apa lagi. Pertanyaan yang diajukan berulang-ulang jelas menunjukkan jawaban yang diharapkan bukanlah jawaban sekadarnya.



Petrus juga merasa sedih. Mungkin juga separuh jengkel dan putus asa. Tiga kali Yesus bertanya, "Apakah engkau mengasihi Aku?" Tampaknya Yesus tidak puas dengan jawaban Petrus. Ia harus menjawab bagaimana lagi? Tidakkah Yesus mengenal hatinya? Bukankah Dia adalah Tuhan Yang Mahatahu? Lalu, untuk ketiga kalinya pula Yesus berkata, "Peliharalah domba-domba-Ku" (ayat 15, 16, 17). Mungkin kali ini perkataan itu membuat Petrus tersentak, karena Yesus menambahkan penjelasan panjang di belakangnya. Dari tadi ia berfokus pada diri sendiri, sedih karena Yesus seolah meragukan kasihnya. Kini ia diarahkan pada fokus yang berbeda: apa yang harus ia lakukan sebagai orang yang mengasihi Yesus. Seakan Yesus hendak berkata: Kamu mengasihi-Ku, Petrus? Lakukanlah apa yang kutugaskan dan ikutilah teladan-Ku.



Apakah artinya "mengasihi Tuhan" bagi Anda? Bisa jadi frase ini tidak lagi berarti apa-apa dalam hidup kita selain sebuah ungkapan yang indah untuk didengarkan atau dinyanyikan. Bukankah kita cenderung lebih suka dikasihi daripada mengasihi? Apalagi jika mengasihi itu melibatkan hal-hal yang membuat kita tidak nyaman, seperti yang diminta Yesus dari Petrus (ayat 18-19). "Jika kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku, " kata Yesus. Sungguhkah kita mengasihi Tuhan? --MEL

KETIKA KITA MENGASIHI TUHAN,
KITA SENANG MELAKUKAN APA YANG DIA INGINKAN.

Yohanes 21:15-19
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 02 November 2012

BERSERU BERSAMA

Ada lebih banyak orang kristiani yang menjadi martir pada abad kedua puluh dibandingkan dengan jumlah seluruh martir dari abad-abad sebelumnya. Bagaimana reaksi Anda mengetahui hal ini? Biasa-biasa saja? Tersentak? Kasihan? Benci pada orang-orang yang menganiaya kekristenan?


Ketika mendengar tekanan dan aniaya yang dialami oleh Petrus dan Yohanes, saudara-saudara seiman dalam komunitas jemaat Tuhan mengambil langkah untuk berdoa. Mereka menyadari bahwa masa-masa sulit itu adalah bagian yang memang akan terjadi untuk menggenapi rencana Tuhan (ayat 25-28). Mereka mengakui kegentaran mereka terhadap ancaman-ancaman yang mereka terima (ayat 29a). Namun, mereka tahu bahwa mundur bukanlah jalan keluar, sebab dunia harus mendengar kabar kasih karunia Tuhan yang dinyatakan melalui Yesus Kristus. Yang mereka minta adalah penyertaan dan kuasa Tuhan agar mereka dengan berani dapat menyampaikan kebenaran firman-Nya (ayat 29b-30). Respons Tuhan? Dia mencurahkan Roh Kudus dan memampukan mereka menjadi saksi-saksi-Nya (ayat 31).


Kita bersyukur jika masih bisa beribadah dengan bebas. Di berbagai tempat, mengekspresikan iman kristiani bisa diancam dengan penjara, siksaan, bahkan kematian. Pada Hari Doa Sedunia bagi Gereja-Gereja Teraniaya ini, mari bersehati berdoa, mohon kuasa dan penyertaan Tuhan dicurahkan sehingga dengan setia dan berani, mereka dapat tetap memberitakan kebenaran dan menjadi berkat di mana pun mereka berada. --JOE

BERSERU KEPADA TUHAN ADALAH LANGKAH TERBAIK DI TENGAH ANIAYA.

Kisah Para Rasul 4:23-31
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 01 November 2012

Milikku = milik Allah?

Dalam pandangan Iblis, kesalehan manusia bagaikan omong kosong. Bagi Iblis, manusia hanya taat kepada Allah karena ada pamrih, yaitu bila mendapatkan segala sesuatu yang dia inginkan. Bila tidak, tentu manusia tidak akan menyia-nyiakan waktunya bagi Allah. Pandangan tersebut kemudian diajukan Iblis kepada Allah sebagai gugatan untuk mencabut semua "fasilitas kelas satu" yang sudah dimiliki Ayub sebagai sebuah ujian bagi iman Ayub. Dan Allah setuju (6-12).

Dalam waktu yang hampir bersamaan, Ayub kehilangan seluruh miliknya. Ribuan hewan ternaknya dirampas (13-17). Seolah masih belum cukup, kesepuluh anaknya tewas secara mengenaskan dalam bencana saat mereka berpesta (18-19). Siapakah orang yang tak hancur hati mengalami situasi demikian? Katakanlah harta masih dapat dicari, tetapi anak-anak yang selama ini begitu dia kasihi? Maka tak heran bila Ayub mengoyak jubah dan mencukur kepala sebagai tanda duka citanya (20).

Mari kita kembali pada gugatan Iblis terhadap Ayub. Dalam masalah berat yang Ayub hadapi, adakah ia meninggalkan Allah? Ayat 22 jelas menyatakan bahwa "Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut."

Cara pandang manusia terhadap kepemilikan sangat berpengaruh terhadap respons ketika miliknya itu diambil. Tentu tak salah bila kehilangan harta benda bagai sebuah pukulan, atau kehilangan anggota keluarga bagai rusaknya tatanan hidup, dan kehilangan keduanya bagai langit runtuh. Ayub sendiri berduka dan ia jelas menyatakan perasaan dukanya. Namun imannya merespons secara mengagumkan. Ayub sadar bahwa semua yang ia miliki adalah pemberian Tuhan dan karena itu, ia patut menerima bila Tuhan ingin mengambil semua itu kembali (21).

Sampai sedemikian dalamkah pemahaman kita akan segala sesuatu yang kita miliki? Bila Tuhan mengambil semuanya sekaligus, bagaimana kira-kira respons Anda? Akankah Anda berkata, "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan"?

Ayub 1:6-22
Powered by Telkomsel BlackBerry®

LEBIH DARI SEKADAR RASA

Meski berat, momen perpisahan sering merupakan saat-saat menikmati hujan kasih. Saya masih menyimpan sejumlah kenang-kenangan yang diberikan ketika saya selesai kuliah dan akan pulang ke kota asal. Tidak semuanya berguna, tetapi tiap benda mengingatkan saya pada mereka yang meluangkan waktu, uang, dan tenaga demi menunjukkan kasih kepada saya.


Saya pikir orang yang mengurapi Yesus menjelang penyaliban pastilah sangat mengasihi Yesus. Sebab itu, Yesus sangat menghargai tindakannya (ayat 10). Menuangkan minyak wangi menunjukkan penghormatan yang besar dalam budaya zaman itu, apalagi minyak yang mahal harganya. Menurut catatan Injil Yohanes, ia adalah Maria, saudara Lazarus yang pernah dibangkitkan Yesus. Mungkin sekali Maria telah mendengar bahwa Yesus akan disalibkan dan ia tak tahan menunjukkan kasih dan penghormatannya kepada Sang Mesias selagi masih punya kesempatan. Menurut catatan Matius, Yesus telah empat kali memberitahukan tentang kematian-Nya kepada para murid. Namun, mereka tidak memercayai-Nya (lihat pasal 16:22), bahkan gusar melihat tindakan Maria yang mereka anggap berlebihan (ayat 8).


Tindakan Maria mengingatkan kita bahwa kasih adalah sesuatu yang "aktif", bukan sekadar perasaan yang kita harap bisa meluap sewaktu-waktu. Perintah pertama dan utama yang diberikan Yesus adalah "Kasihilah Tuhan, Allahmu, ...." Kasihilah, sebuah kata kerja. Ketika kita mengasihi Allah, kita memercayai dan menaati-Nya (lihat Yohanes 14:15). Tak mengapa jika tidak dihargai orang. Kita melakukannya semata-mata karena hendak menunjukkan kasih dan penghormatan tertinggi bagi-Nya. --MEL

MENGASIHI ALLAH BERARTI KITA MEMERCAYAI-NYA
DAN MENGAMBIL LANGKAH NYATA UNTUK MENANGGAPI-NYA.

Matius 26:1-13
Powered by Telkomsel BlackBerry®