Sabtu, 29 Juni 2013

BERKAT DAN KUTUK

Nats: Aku akan meneguhkan perjanjian-Ku dengan engkau, dan engkau akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN... (Yehezkiel 16:62)

Di organisasi perusahaan yang cukup besar, sistem yang baku diterapkan agar perusahaan berjalan dengan baik. Salah satunya, reward and punishment (penghargaan dan hukuman) dimaksudkan untuk memacu karyawan berprestasi optimal. Karyawan yang berprestasi diberi hadiah, sedangkan karyawan yang melakukan kesalahan diberi sangsi atau hukuman. Semuanya itu dituangkan di dalam perjanjian kerja.

Tuhan mengikat perjanjian dengan umat Israel, dan Dia setia kepada ikatan perjanjian itu. Dalam perjanjian Sinai, berkat dan kutuk merupakan konsekuensi yang harus diterima umat Israel tatkala mereka taat atau memberontak. Ketidaktaatan mereka menuai kutuk penghukuman sebagai didikan agar mereka bertobat dan berbalik kepada Allah. Namun, penghukuman-Nya itu hanya berlaku sementara. Setelah masa penghukuman selesai, mereka akan dipulihkan dan diterima lagi sebagai umat kesayangan Allah. Sekali lagi, Tuhan bermaksud mendidik umat-Nya agar mengenal diri-Nya dan karakter-Nya yang tidak berubah sehingga mereka menjadi sadar dan merasa malu atas perilaku mereka yang tidak terpuji.

Saat ini Allah mendidik kita sebagai Bapa yang penuh kasih kepada anak-anak-Nya. Didikan-Nya sama sekali tidak dimaksudkan untuk menyakiti atau menghancurkan kita. Didikan-Nya justru dimaksudkan demi kebaikan dan pembentukan kita. Dia menuntun kita untuk menjauhi jalan-jalan yang tidak terpuji, dan mengajari kita untuk hidup di dalam kebenaran. Dia mendidik kita agar karakter-Nya semakin nyata dalam hidup kita. --Eddy Nugroho

KEHIDUPAN KITA MENJADI KUAT DAN INDAH
KETIKA KITA BERJALAN MENURUT DIDIKAN ALLAH.

Yehezkiel 16:59-63

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak kompromi dengan berhala

Keluaran 20:22-26

Pasti kita bukan satu-satunya penghuni rumah kita. Selain pemilik rumah, di dalam rumah biasanya ada berbagai hewan, mulai dari hewan peliharaan seperti anjing atau kucing, hingga hewan yang dianggap sebagai hama, seperti tikus, semut, dll. Terhadap yang disebut terakhir ini, jelas orang-orang yang tinggal di rumah itu tak mau kompromi. Sebisa mungkin hewan-hewan pengganggu itu dienyahkan.

Allah pun tidak mau bangsa Israel berkompromi dengan berhala. Ini terlihat dari perintah-perintah-Nya, di dalam nas hari ini. Mereka dilarang membuat patung-patung sesembahan, terutama yang terbuat dari perak dan emas (23). Ketika mendirikan mezbah bagi Allah, mereka tak boleh menggunakan batu pahat, karena batu jenis ini biasa digunakan orang Kanaan untuk mendirikan mezbah bagi dewa-dewi mereka; mereka juga dilarang menggunakan beliung, sejenis kapak, karena alasan serupa (25). Larangan untuk membangun mezbah yang tinggi kelihatannya disebabkan alasan serupa, yaitu imam-imam orang Kanaan terbiasa membiarkan aurat mereka tak tertutup saat mempersembahkan korban (26). Larangan-larangan ini disempurnakan dengan beberapa perintah positif. Pertama, Israel mesti mengingat bahwa Allah telah berfirman secara langsung kepada mereka, kehadiran-Nya di hadapan mereka nyata (22), tak abstrak seperti dewa-dewi yang hanya bisa dilihat patungnya. Kedua, tempat persembahan haruslah ditentukan oleh Allah sendiri, dan di tempat itulah Allah akan datang dan memberkati mereka (24).

Allah tetap menghendaki kita untuk terus berperang dan tidak berkompromi dengan berhala. Namun berhala-berhala yang kita perangi kini tak hanya berupa dewa-dewi ataupun roh-roh. Berhala masa kini juga bisa berupa ambisi, harta, teknologi, sensasi inderawi, ketenaran, dan lainnya. Intinya, berhala adalah apa pun yang kita tempatkan sebagai hal dan terpenting bagi diri hidup kita, yang menggantikan posisi Allah. Jangan kompromi dengan hal-hal itu. Gumuli semuanya di dalam terang firman Allah, dan kita akan melihat bagaimana Allah berperang bagi kita dan memberkati kita.

Keluaran 20:22-26

e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2013/06/29/
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 28 Juni 2013

EFEKTIF DAN EFISIEN

Nats: ... dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. (Efesus 5:16)

Waktu adalah uang! Slogan ini menggarisbawahi pentingnya efisiensi waktu. Tetapi, pernyataan itu tidak sepenuhnya benar. Jika Anda kehilangan uang, masih ada kemungkinan Anda dapat menghasilkan uang lagi, bahkan yang jauh lebih banyak. Namun, jika Anda kehilangan waktu, seberapa pun singkatnya, Anda tidak akan dapat memperolehnya lagi. Dengan kata lain, waktu jauh lebih berharga daripada uang.

Paulus mengingatkan agar jemaat Efesus hidup secara berbeda dari orang yang belum percaya di sekitar mereka. Ia mengibaratkan perbedaan itu seperti antara terang dan gelap, suatu kontras yang tajam. Salah satu nasihat Paulus adalah agar mereka mempergunakan waktu sebaik mungkin, tidak hidup untuk memuaskan nafsu duniawi dalam segala bentuknya.

Makna kata 'pergunakanlah' yang dipilih dalam terjemahan bahasa Indonesia tidak sekaya kata bahasa Yunani yang dipakai Paulus. Dalam bahasa aslinya, kata ini berarti 'tebuslah, pakailah secara maksimal'. Kata ini mengindikasikan bahwa sebelum mereka mengenal Kristus, telah banyak waktu yang terbuang sia-sia. Sekarang saatnya menebus kesia-siaan itu dengan mempergunakan waktu yang ada secara efektif dan efisien. Jangan lagi mengisinya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi Kerajaan Allah, tetapi isilah dengan sikap, perkataan, dan tindakan yang benar, baik kepada sesama maupun kepada Allah.

Apakah kita telah mempergunakan waktu secara efektif dan efisien? Apakah kehidupan kita berdampak positif bagi Kerajaan Allah? --Hembang Tambun

YANG PENTING BUKAN BERAPA LAMA KITA HIDUP,
MELAINKAN BAGAIMANA DAMPAK KEHIDUPAN KITA.

Efesus 5:1-21

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 26 Juni 2013

MENERIMA YANG DITOLAK

Nats: Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang. (Lukas 19:10)

Sebagai anak, saya mengagumi banyak hal dalam diri Ibu saya. Salah satunya adalah sifat welas asihnya. Suatu saat, misalnya, Ibu bersedia menampung salah satu kerabatnya. Padahal, orang itu telah ditolak oleh keluarganya sendiri karena kelakuannya yang dianggap tidak patut.

Pemungut cukai adalah orang Yahudi yang bekerja pada pemerintah Roma sehingga dipandang sebagai pengkhianat. Begitu juga dengan Zakheus. Sebagai pemungut cukai, ia ditolak masyarakat dan dianggap memperkaya diri dengan memeras bangsanya sendiri. Akan tetapi, Yesus bersedia menumpang di rumahnya. Tentu saja sikap Yesus ini membuat orang banyak tidak senang. Menurut mereka, kesediaan Yesus singgah di rumah Zakheus menandakan penerimaan, sedangkan mereka menganggap Zakheus sepantasnya ditolak.

Tindakan Yesus tersebut sesungguhnya untuk menyatakan bahwa anugerah Allah berlaku bagi semua orang yang berdosa dan terbuang. Dia datang ke dunia untuk mencari dan menyelamatkan yang sesat. Dan, karena Yesus menerimanya, Zakheus bertobat. Anugerah Allah mengubah hidupnya.

Di tengah kita pun biasanya ada orang yang dipinggirkan oleh masyarakat. Mungkin karena status sosial, gaya hidup, atau tingkah lakunya. Janganlah kita ikut-ikutan mengucilkan orang itu; sebaliknya, kita perlu belajar untuk mengasihi dan menerimanya. Biarlah ia mendengar dan mengalami kabar baik bahwa Yesus Kristus datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang. Kiranya, seperti Zakheus, ia pun menanggapinya dengan sukacita. --Eddy Nugroho

KITA SEMUA MANUSIA BERDOSA YANG SEPANTASNYA DITOLAK,
NAMUN YESUS KRISTUS MERENGKUH KITA DENGAN ANUGERAH-NYA.

Lukas 19:1-10

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 25 Juni 2013

DEWA KAERUS

Nats: Sebab kamu tahu bahwa kemudian, ketika ia hendak menerima berkat itu, ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata. (Ibrani 12:17)

Dalam mitologi Yunani, Kaerus atau dewa kesempatan digambarkan sebagai dewa yang paling sibuk. Selalu berlari kencang, kakinya bersayap, badan dan kepalanya licin, hanya tersisa sedikit jambulnya. Orang yang bisa menangkap jambulnya akan dianugerahi kesenangan, dikabulkan apa saja permintaannya.

Sehubungan dengan kesempatan, ada orang bodoh yang menyia-nyiakan kesempatan, orang kebanyakan yang menanti kesempatan, dan orang bijak yang menyongsong kesempatan. Ada pula orang yang secara cerdik menciptakan kesempatan. Ada banyak kesempatan yang tersedia, dan kita ditantang untuk mendayagunakannya. Keadaan buruk sekalipun dapat menjadi pintu kesempatan untuk berbuat baik.

Nah, bagaimana kita memaknai kesempatan ini? Ada orang yang seperti Esau, yang menyia-nyiakan kesempatan yang Allah berikan. Ada pula orang yang memakai kesempatan untuk meraih kekayaan sebanyak-banyaknya, kekuasaan sebesar-besarnya, ketenaran sehebat-hebatnya, dan kehormatan setinggi-tingginya sehingga orang mengaguminya sebagai orang yang memiliki segala-galanya. Sebaliknya, orang yang menghargai anugerah keselamatan Allah menggunakannya sebagai kesempatan untuk hidup tak bercacat dan bernoda di hadapan-Nya (ay. 2-6, 16-17), untuk melayani seorang akan yang lain (Gal. 5:13), untuk berbuat baik (Gal. 6:10), dan untuk memberitakan Injil keselamatan pada orang lain, baik atau tidak baik waktunya (2 Tim. 4:2). Bagaimanakah kita mendayagunakan kesempatan yang Allah anugerahkan? --Susanto

ORANG BODOH MEMAKAI KESEMPATAN UNTUK MEMUASKAN KEDAGINGAN;
ORANG BENAR MEMAKAI KESEMPATAN UNTUK MEMULIAKAN ALLAH.

Ibrani 12:1-17

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 24 Juni 2013

RAGU KEPADA YESUS

Nats: Kata Natanael kepadanya, "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" (Yohanes 1:46)

Ada banyak kesaksian orang yang pada mulanya ragu-ragu bahkan tidak percaya kepada Yesus. Apakah benar Dia adalah Tuhan dan Juru Selamat manusia? Bagaimana mungkin Allah yang Mahakuasa menjadi manusia? Namun, setelah melalui beberapa pergumulan dan pengalaman hidup, mereka menjadi yakin akan siapa Yesus sebenarnya.

Natanael salah satu contohnya. Sebelum menjadi salah satu dari dua belas murid Yesus, ia pernah memiliki pandangan yang salah tentang Dia. Ia mempertanyakan "ketokohan" Yesus karena Dia berasal dari Nazareth, dan hanya anak seorang tukang kayu. Sulit baginya untuk memercayai bahwa Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan oleh para nabi (ay. 45). Memang Nazaret hanyalah kota kecil dan terpencil, tidak ada yang menonjol dari kota ini, mustahil akan bisa melahirkan seorang tokoh besar, apalagi sampai memunculkan seorang Mesias yang dijanjikan. Bisa jadi ia berpikir bahwa Mesias pasti datang dari Yerusalem, kota besar tempat tinggal para Imam Israel pada waktu itu. Tetapi, ia beruntung karena bersedia datang dan berjumpa dengan Yesus. Keraguannya tentang siapakah Yesus berubah drastis sehingga ia kemudian mempercayai-Nya sebagai Anak Allah (ay. 49).

Siapakah Yesus Kristus bagi kita? Apakah kita sudah mempercayai Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat? Belajarlah lebih banyak tentang Dia untuk mengetahui jati diri-Nya. Meskipun Dia hanya lahir dari seorang perempuan biasa di sebuah kandang domba, tetapi Dia telah mengubah kehidupan jutaan umat manusia. --Yakobus Budi Prasojo

JIKA KITA BELAJAR SUNGGUH-SUNGGUH TENTANG SIAPAKAH YESUS,
KERAGUAN TENTANG SIAPAKAH DIA PASTI AKAN PUPUS.

Yohanes 1:35-51

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

PENGALAMAN ZIKLAG

Nats: Seluruh rakyat itu telah pedih hati, masing-masing karena anaknya laki-laki dan perempuan. Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya. (1 Samuel 30:6b)

Hati siapa yang tidak geram menyaksikan seluruh hartanya habis terbakar dan keluarganya ditawan musuh? Pengikut Daud marah dan kecewa. Daud pun memiliki alasan untuk kecewa. Bagaimana tidak? Selama ini ia sudah cukup menderita karena dikejar musuh. Ia sudah begitu lelah hingga akhirnya tinggal di Ziklag, sebuah tempat yang nyaman. Belum lama ia menikmati rasa aman, musuh datang dan memporakporandakan tempat itu. Rakyat marah dan melemparkan kesalahan pada Daud. Apa yang dilakukannya dalam tekanan sehebat itu? Ia justru menguatkan kepercayaannya kepada Tuhan! Ia tetap percaya bahwa Tuhan sanggup memberinya jalan keluar.

Peristiwa Ziklag memiliki urutan fase seperti ini: kehilangan segala sesuatu (ay. 1-5), penolakan (ay. 6), kemenangan (ay. 17-18), dan pemulihan (ay. 19). Ziklag mengingatkan bahwa menjadi pengikut Tuhan itu tidak berarti perjalanan hidup kita akan mudah. Sebaliknya, ada waktu ketika Tuhan mengizinkan kenyamanan kita diporakporandakan. Ada waktu ketika kita ditolak, dipersalahkan, dan disudutkan oleh orang-orang di sekitar kita.

Apa reaksi kita ketika mengalami "peristiwa Ziklag" ini? Seperti Daud, kita dapat belajar untuk tetap menguatkan kepercayaan kepada Tuhan. Kita tetap percaya pada rencana terbaik Tuhan di balik kehancuran tempat nyaman. Tuhan ingin agar kita bergantung kepada-Nya dan bukan kepada harta benda kita. Dia sedang menguji hati kita, apakah kita tetap mengandalkan-Nya. Jika kita percaya, kita akan mengalami pemulihan dan kemenangan. --Samuel Yudi Susanto

KEKECEWAAN TIDAK AKAN MENYELESAIKAN MASALAH,
KEPERCAYAAN KEPADA TUHAN MENYEDIAKAN JALAN KELUAR.

1 Samuel 30:1-25

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 23 Juni 2013

MELUPAKAN MUKJIZAT

Nats: Demikianlah pada hari itu TUHAN menyelamatkan orang Israel dari tangan orang Mesir. (Keluaran 14:30)

Bagi penduduk tepi pantai, peristiwa pasang surut adalah hal biasa. Tetapi, bagi saya yang tinggal jauh dari pantai, pasang surut amat menarik. Ketika laut pasang, saya hanya dapat bermain-main di tepi pantai. Namun, ketika laut surut, saya dapat berjalan ke arah laut lepas sampai beratus-ratus meter jauhnya dari tepi pantai. Siklus alam ini, menurut saya, sangat indah.

Terpikir oleh saya, jika hal sederhana seperti itu dapat menjadi suatu pengalaman menarik, bagaimana dengan pengalaman bangsa Israel ketika mereka berjalan melewati laut yang terbelah. Pengalaman yang luar biasa, bukan? Bayangkan, berjalan di tengah laut di tempat yang kering, dengan air laut sebagai tembok di sisi kiri dan kanan mereka (ay. 22, 29). Sungguh dahsyat! Kemudian, bersama dengan Musa, mereka menyanyikan nyanyian syukur akan perbuatan-Nya (Kel. 15:1-18). Sayang, hanya berselang tiga hari setelah mengalami mukjizat tersebut, bangsa Israel bersungut-sungut karena menemukan air yang pahit di Mara (Kel. 15:22-24). Mereka melupakan kebesaran Tuhan.

Masalah dan pergumulan akan senantiasa mewarnai kehidupan setiap orang. Tak terkecuali dalam kehidupan orang percaya. Apa pun masalah dan pergumulan yang sedang kita hadapi, jangan pernah melupakan kebesaran Tuhan. Ingatlah perbuatan-perbuatan luar biasa yang pernah Dia lakukan untuk kita pada masa lalu. Dan percayalah, Dia masih sanggup dan mau melakukannya lagi. Hari ini dan juga esok. Sebab Dia Allah yang tetap sama (Ibr. 13:8). --Okky Sutanto

JANGAN PERNAH MELUPAKAN KEBESARAN TUHAN;
DULU, SEKARANG DAN SELAMANYA DIA TAK PERNAH BERUBAH.

Keluaran 14:15-31

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 20 Juni 2013

DOSA BERULANG

Nats: Sesudah peristiwa ini pun Yerobeam tidak berbalik dari kelakuannya yang jahat itu, tetapi mengangkat pula imam-imam dari kalangan rakyat untuk bukit-bukit pengurbanan. (1 Raja-raja 13:33)

Suatu kali teman saya mengalami kecelakaan setelah mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Ia jatuh terguling-guling di jalan raya dan sempat pingsan selama beberapa hari. Gegar otak yang ia alami menyebabkannya sering mengalami sakit kepala hebat. Namun, beberapa waktu kemudian ia pulih secara ajaib. Sejak itu, ia lebih berhati-hati bila berkendaraan.

Pengalaman tertentu dapat menjadi peringatan yang mendorong seseorang menghentikan kebiasaan buruknya. Hal ini tidak berlaku bagi Yerobeam. Raja ini mendirikan mezbah pengurbanan untuk patung anak-anak lembu (12:32). Seorang nabi menyampaikan peringatan dari TUHAN dalam bentuk tanda ajaib, yaitu mezbah itu akan pecah sehingga abu yang di atasnya tercurah (ay. 3, 5). Tanda peringatan yang tak kurang kerasnya adalah Yerobeam tidak dapat menarik kembali tangannya ketika memerintahkan penangkapan terhadap nabi itu (ay. 4). Namun, sesaat setelah Tuhan berbelas kasihan dan memulihkannya, Yerobeam pun kembali pada dosa lamanya. Akibatnya, seluruh keluarganya dimusnahkan dari muka bumi (ay. 34).

Yesus Kristus sudah mengampuni kita secara sempurna, namun dosa tetap merupakan masalah yang sangat serius. Kecanduan terhadap dosa dapat menghancurkan hidup kita. Apakah saat ini Anda terikat oleh dosa tertentu? Rasanya sulit untuk tidak mengulanginya? Mintalah kepada Tuhan untuk memberi hati yang peka terhadap peringatan-Nya dan kekuatan untuk bertobat dari dosa tersebut. --Heman Elia

ANUGERAH-NYA MENGAMPUNI KITA DAN MEMAMPUKAN KITA
MEMUTUSKAN LINGKARAN SETAN KEBIASAAN BERDOSA.

1 Raja-raja 13

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 19 Juni 2013

JANGAN MENUNDA!

Nats: Bangsa ini berkata: Sekarang belum tiba waktunya untuk membangun kembali rumah Tuhan! (Hagai 1:2)

Seorang kawan menceritakan pengalamannya di seminari. Ia menyanggupi sebuah tugas yang ditawarkan pembimbingnya. Namun, sampai waktu yang ia janjikan sendiri, ia belum menyentuh tugas itu. Dan ia masih juga menundanya sampai beberapa lama. Setiap kali ditanya, ia selalu berdalih. Akhirnya, suatu hari, sang pembimbing membawanya ke taman seminari. Di situ, ia dipaksa berlutut di depan patung Yesus yang tersalib. Sang pembimbing berkata, "Silakan kamu jelaskan alasan penundaanmu kepada Tuhan Yesus!" Sejak saat itu, ia tidak pernah menunda semua janji dan tugasnya.

Penundaan adalah problem yang menjangkiti bangsa Yehuda. Sebagai umat pilihan Allah, mereka seharusnya membangun kembali Bait Allah yang sudah dihancurkan oleh bangsa Babel karena Bait Allah adalah tempat dan representasi dari kemuliaan Allah (ay. 8). Namun, enam belas tahun telah lewat sejak mereka kembali dari pembuangan ke kota Yerusalem, dan mereka sama sekali belum menunjukkan niat untuk membangunnya. Mereka terus menundanya (ay. 2). Ironisnya, mereka sudah bergegas membangun rumah masing-masing, sementara Bait Allah dibiarkan telantar. Allah pun menegur mereka melalui Hagai.

Suka menunda hal yang penting adalah kebiasaan buruk. Anak Tuhan bertanggung jawab mengerjakan tugasnya tanpa mengulur-ulur waktu. Sesungguhnya, penundaan adalah sikap yang tidak menghargai Tuhan dan sesama. Apakah Anda sedang menunda suatu tugas? Jangan menundanya lagi, dan tuntaskan segera tugas itu. --Jimmy Setiawan

PENUNDAAN SERINGKALI MALAH BERAKHIR
PADA TUGAS YANG SAMA SEKALI TIDAK DIKERJAKAN.

Hagai 1:1-11

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 18 Juni 2013

MAKIN SERUPA

Nats: Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita. (2 Petrus 1:8)

Saya menanam tiga biji mangga sekitar 20 tahun yang lalu di halaman rumah. Beberapa tahun lalu saya menikmati buah mangga dari dua pohon, sedangkan pohon yang ketiga tidak berbuah walaupun pohon ini berdaun rimbun. Akhirnya pohon yang tidak berbuah saya tebang. Kenapa pohon yang satu itu tidak berbuah, saya sendiri tidak tahu sebabnya.

Berbeda dari pohon mangga yang tidak berbuah itu, orang beriman ditetapkan untuk bertumbuh dan berbuah. Rasul Petrus menasihati orang-orang yang sudah lahir baru untuk bertumbuh. Orang beriman dapat mengembangkan kualitas dan citra Kristus di dalam dirinya. Sebab itu, seharusnya tidak ada istilah "jalan di tempat" dalam perjalanan iman kita.

Orang beriman akan menghasilkan kebajikan, pengetahuan, penguasaan diri, ketekunan, kesalehan, kasih terhadap saudara-saudara seiman, dan kasih terhadap semua orang (ay. 5-7). Itulah buah iman (ay. 8). Orang beriman bertumbuh menjadi semakin serupa dengan Kristus. Kita ditetapkan untuk bertumbuh dalam pengetahuan yang benar akan Kristus dan berbuah. Sayangnya, ada orang percaya yang terhambat pertumbuhan imannya. Bukannya menjadi berkat, mereka malah menjadi batu sandungan. Mereka tidak menunjukkan tanda pertumbuhan dan buah iman.

Pertumbuhan iman terjadi karena kuasa ilahi dan anugerah-Nya. Bukan berarti kita lalu pasif dan berdiam diri. Sebaliknya, kita mendayagunakan kuasa ilahi dan anugerah-Nya untuk menentukan pilihan hidup yang menumbuhkan dan mengembangkan iman. --Eddy Nugroho

IMAN YANG BERTUMBUH
TAK AYAL AKAN MENGHASILKAN BUAH KEBENARAN.

2 Petrus 1:3-11

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 17 Juni 2013

TAK PERLU MINDER

Nats: Tetapi Saul berkata kepada Daud: "Tidak mungkin engkau dapat menghadapi orang Filistin itu untuk melawan dia, sebab engkau masih muda, sedang dia sejak dari masa mudanya telah menjadi prajurit." (1 Samuel 17:33)

Seorang dokter ditempatkan di rumah sakit terkenal, berdampingan dengan seorang dokter spesialis senior. Tentu saja, ia merasa minder. Apalagi dokter senior itu seakan memandangnya dengan sinis. Suatu saat ia berbicang-bincang dengan istri dokter senior itu. Ibu itu mendorongnya agar tidak minder, dan agar menggunakan kesempatan itu untuk menimba pengalaman dari suaminya. Hal itu pasti akan menjadi bekal yang berharga bagi kemajuan kariernya.

Daud juga dipandang sinis dan tidak dipercaya oleh orang lain ketika ia hadir dalam kancah peperangan orang Israel melawan orang Filistin. Bukan hanya dari kakak-kakaknya dan orang banyak yang ada pada saat itu, tetapi juga dari Raja Saul. Ia memang bukan prajurit; ia seorang gembala domba. Tetapi, hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk menghadapi musuh yang merendahkan Allahnya. Allah pernah menyertainya dalam menaklukkan singa dan beruang di padang penggembalaan. Masakan Allah tidak sanggup menjatuhkan orang Filistin bermulut besar ini? Benarlah, dengan penyertaan Allah, Daud yang masih bocah berhasil menggulingkan Goliat.

Kemampuan kita adalah karunia Allah. Jangan meremehkannya. Manfaat kemampuan itu bukan ditentukan oleh usia atau pengalaman kita, melainkan oleh Tuhan. Ya, pengalaman yang sederhana sekalipun dapat dipakai-Nya untuk mencapai tujuan yang besar. Jangan biarkan pandangan sinis orang lain menghentikan langkah kita. Dalam penyertaan-Nya, kita dapat mendayagunakan kemampuan secara optimal. --Intan Grace

MENDAYAGUNAKAN KEMAMPUAN YANG KITA MILIKI
BERARTI MENGHARGAI KARUNIA YANG ALLAH PERCAYAKAN.

1 Samuel 17:12-39

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 15 Juni 2013

BERMUKA DUA

Nats: Tetapi bagi mereka, itu adalah tenungan yang menipu, walaupun mereka mengangkat sumpah yang muluk-muluk; tetapi ia mengingat kesalahan mereka, sehingga mereka ditangkap. (Yehezkiel 21:23)

Banyak pendatang baru yang muncul lewat ajang pencarian bakat di berbagai televisi. Salah satunya adalah Hudson-Jessica, si penyanyi berwajah dua asal Yogyakarta. Jika wajah Hudson yang ditampilkan, suara pria pun diperdengarkan; jika wajah Jessica, suara perempuan dilantunkan. Suatu bakat yang luar biasa dari seorang artis berwajah dua.

Artis berwajah dua menakjubkan. Tetapi, bagaimana jika manusia bermuka dua dalam relasi dengan Tuhannya? Seperti Yehuda, umat yang terikat dengan Tuhan melalui perjanjian di Sinai. Yehuda meninggalkan Tuhan dan berpaling kepada ilah palsu. Mereka memiliki kehidupan yang bermuka dua. Di satu sisi, mereka mengaku setia kepada Tuhan, tetapi di sisi lain mereka menyembah berhala. Mereka menjalani kehidupan seperti bangsa yang tidak bertuhan, tetapi tidak merasa bersalah. Ketika tersiar kabar bahwa Babel akan menyerang Yehuda, umat Tuhan menganggap sepi isu tersebut (ay. 23). Mereka menolak pemberitaan nabi yang jelas-jelas berasal dari Tuhan. Penghukuman atas Yehuda pun tidak terelakkan lagi. Kesalahan Yehuda disingkapkan sehingga terbukti mereka memang pantas menerima hukuman. Karena menolak bertobat, Yerusalem akan menjadi puing-puing!

Kisah Yehuda mendorong kita untuk berhenti dari kehidupan ganda, dari kemunafikan. Kita dipanggil untuk mengikuti Tuhan dengan sepenuh hati, bukan menggantungkan hidup pada hal-hal lain. Hanya Dialah sumber hidup dan oleh belas kasih-Nya kita beroleh jaminan kepastian keselamatan. --Eddy Nugroho

HIDUP BERMUKA DUA TAK MUNGKIN MENDATANGKAN KETENTERAMAN
KARENA KESETIAAN KITA AKAN SELALU TEROMBANG-AMBING.

Yehezkiel 21:18-32

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 14 Juni 2013

BUDAK

Nats: Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan. (Lukas 17:10)

Film miniseri Rome menggambarkan kehidupan pada zaman Romawi, termasuk tentang perbudakan masa itu. Digambarkan bahwa seorang budak tidak pernah mempertanyakan apalagi membantah perintah majikannya. Seberat apa pun sebuah perintah, ia harus tetap menaatinya, bahkan sekalipun perintah itu dapat membuatnya terancam bahaya dan mati.

Konsep semacam inilah yang dimaksudkan oleh Alkitab ketika memakai kata "hamba" yang diterjemahkan dari sebuah kata Yunani yang dipakai untuk menyebut para budak pada zaman itu, yakni doulos. Kata ini pula yang Yesus pakai dalam nas hari ini. Sang tuan menyimbolkan Tuhan dan sang hamba menyimbolkan kita, hamba-hamba-Nya. Dijelaskan bahwa sebagaimana layaknya seorang hamba pada zaman itu, ketaatan kita kepada-Nya adalah suatu kewajiban yang mutlak. Apa pun situasi diri kita, baik sedang dalam keadaan yang baik maupun tidak baik, perintah Sang Tuan harus dikerjakan. Bahkan sekalipun Sang Tuan tampaknya tidak menghargai perbuatan kita.

Pesan semacam ini memang tidak mudah diterima oleh kita yang hidup pada zaman ini, zaman ketika kebanyakan orang terbiasa untuk bersikap mandiri dan tidak mau diatur oleh orang lain. Akan tetapi, sikap ini tidak dapat kita terapkan dalam hubungan dengan Tuhan. Ketika kita mengakuinya sebagai Tuhan, kita wajib menaati segala perintah-Nya secara mutlak. Sekalipun kita menghadapi tantangan yang berat karenanya, penyertaan Tuhan akan menguatkan kita dalam menjalaninya. --Alison Subiantoro

KETIKA KITA MENYAPA DIA SEBAGAI TUHAN,
HENDAKNYA KITA JUGA MENAATI DIA DENGAN SEGENAP HATI.

Lukas 17:7-10

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 13 Juni 2013

MADU TERBAIK

Nats: Tetapi umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik dan dengan madu dari gunung batu Aku akan mengenyangkannya. (Mazmur 81:17)

Lebah di Timur Tengah biasa membuat sarang dan menyimpan madunya di tanah, di bawah gunung batu, atau di celah-celah gunung batu. Mengapa Tuhan menjadikan "madu dari gunung batu" sebagai salah satu janji persediaan-Nya bagi kita? Bisa jadi madu dari gunung batu mewakili produk madu terbaik. Bisa jadi pula itu metafora dari sesuatu yang manis, yang timbul dari situasi yang keras atau sulit.

Ya, "gunung batu" mengacu pada tempat yang curam, terjal, dan keras. Ini salah satu gambaran perjalanan iman kita di dunia ini. Sepanjang hidup ini, kita akan banyak menghadapi tempat-tempat yang keras, banyak tantangan atas iman kita, dan perkara-perkara yang sulit diatasi. Tetapi, di tempat seperti itu sesungguhnya Tuhan sedang membentuk dan membawa kita menuju tataran iman yang lebih tinggi. Jangan pernah menyerah, sebab di tempat yang keras sekalipun, Tuhan selalu menyertai kita. Dia tidak akan membiarkan dan meninggalkan kita sendirian. Dan kita akan mengalami "berkat termanis" dari pengalaman-pengalaman berat yang kita lalui.

Mungkin kita sering bertanya mengapa Tuhan tidak menyingkirkan saja gunung batu yang keras itu dari hidup kita? Bagaimanapun, tidak ada orang yang suka melewati tempat yang keras. Namun, kita percaya bahwa Tuhan mengetahui hal terbaik yang kita perlukan. Tempat-tempat yang keras itu justru berguna untuk mengencangkan otot iman kita dan mendewasakan kerohanian kita. Dan kita akan mensyukuri madu yang timbul dari tempat keras itu. --Samuel Yudi Susanto

MADU YANG MANIS TERSEDIA DI TEMPAT YANG KERAS,
ITULAH PARADOKS PERJALANAN IMAN KITA.

Mazmur 81:1-17

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 11 Juni 2013

SUNGGUH TERCELA

Nats: Tetapi dia tidak insaf bahwa Akulah yang memberi kepadanya gandum, anggur dan minyak, dan yang memperbanyak bagi dia perak dan emas yang dibuat mereka menjadi patung Baal. (Hosea 2:7)

Ketika kita mendengar kasus korupsi dan penyalahgunaan jabatan oleh para pejabat, kadang kita tidak habis pikir. Mereka adalah orang yang telah mendapatkan keuntungan dari negara berupa kedudukan, fasilitas, dan tunjangan hidup. Seharusnya mereka berterima kasih kepada negara atas semua keistimewaan tersebut. Namun, bukannya melakukan hal-hal yang berguna bagi negara, mereka justru merampok dan merugikan negara. Sungguh tercela.

Perselingkuhan atau ketidaksetiaan bangsa Israel digambarkan secara ironis. Istri yang berselingkuh itu menceritakan asal-usul segala harta miliknya. Dengan bangga ia berkata bahwa itu semua dari Baal (ay. 4). Allah sangat tertusuk dengan pengakuan bohong ini. Allah mengingatkan bahwa Dialah yang memelihara dan mencukupkan seluruh kebutuhan Israel. Bahkan secara tidak tahu malu bangsa Israel mempergunakan pemberian Allah untuk membuat patung Baal, sembahan mereka. Fasilitas dan berkat dari Allah mereka pakai untuk melukai hati Allah. Tuhan akan menghukumnya dengan mengambil kembali berkat-Nya.

Apakah pernah kita melupakan sumber seluruh fasilitas dan berkat yang kita miliki? Pernahkah kita justru menggunakan fasilitas dan berkat yang Allah berikan untuk melakukan hal-hal yang tidak Dia kehendaki? Coba perhatikan bagaimana selama ini kita menggunakan uang, waktu, talenta, atau harta benda lainnya. Kita mempergunakannya untuk hal-hal yang menyenangkan Allah atau justru menyakiti hati-Nya? --Petrus Budi Setiawan

SUNGGUH TERCELA APABILA KITA
MENGGUNAKAN BERKAT-NYA UNTUK MENYAKITI HATI-NYA.

Hosea 2:1-8

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 09 Juni 2013

TEGURAN SIA-SIA

Nats: Sekalipun engkau mengatakan kepada mereka segala perkara ini, mereka tidak akan mendengarkan perkataanmu, dan sekalipun engkau berseru kepada mereka, mereka tidak akan menjawab engkau. (Yeremia 7:27)

Mungkin Anda pernah mengalaminya. Anda mengingatkan seorang rekan yang jatuh ke dalam dosa, namun ia tidak mau mendengar teguran Anda, bahkan terus tenggelam dalam dosa. Bagaimana perasaan Anda? Sakit hati, bukan?

Yeremia mengalami penolakan yang tak kalah parah. Ia hidup di tengah bangsa Israel yang telah mengalami karya Allah sejak pembebasan besar dari tanah perbudakan (ay. 22). Allah ingin seluruh hidup mereka diserahkan kepada-Nya (ay. 23). Ia memiliki rencana yang mulia bagi bangsa Israel. Tetapi, kita tahu kisah selanjutnya. Mereka berulang-ulang memberontak terhadap Allah. Israel sama sekali tidak takut kepada Allah, Pemilik hidup mereka (ay. 24-26). Yeremia pun menghadapi kenyataan pahit: segala tegurannya tidak mereka dengar (ay. 27). Mungkin kita bertanya, "Lalu untuk apa Yeremia menyuarakan kebenaran?" Jika melihat pasal-pasal berikutnya, terlihatlah bahwa tugas utama Yeremia adalah menyatakan murka Allah atas Israel, menelanjangi segala kebobrokan hidup mereka. Sulit sekali? Memang. Tetapi, teguran-Nya tetap harus dinyatakan, agar mereka dapat sadar dan bertobat.

Bagaimana sikap hati kita, sebagai alat Tuhan, saat menyuarakan kebenaran? Apakah kita bersikap: "Meskipun tidak didengar, bahkan sekalipun dicela, aku akan tetap melaksanakannya dengan penuh sukacita dan berharap sepenuhnya kepada Dia yang mengutus aku"? Kita tidak dapat mengubah orang lain. Roh Kudus dan kebenaran firman-Nya yang dapat melakukannya. Tugas kita cukup menyuarakan kebenaran itu. --Bobby Widya Ardianto

KITA TIDAK DAPAT MEMBUAT ATAU MEMAKSA ORANG UNTUK BERTOBAT,
NAMUN KITA DAPAT MENYUARAKAN KEBENARAN KEPADA MEREKA.

Yeremia 7:21-28

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 08 Juni 2013

YESUS YANG FINAL

Nats: ... tetapi hal-hal ini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya karena percaya, kamu memperoleh hidup dalam nama-Nya. (Yohanes 20:31)

Kemungkinan besar Anda mengenal nama ini. Popularitasnya bertahan lama. Namanya pernah dipakai untuk merek parfum, nama asteroid, dan nama proyek pemantauan pencemaran di Laut Mediterania. Sejarawan Harold Bloom menyebutnya "selebritas pertama di dunia". Riwayatnya telah diadaptasi menjadi paling tidak 5 pertunjukan balet, 45 opera, 77 sandiwara, dan 5 film layar lebar. Masalahnya, keberadaannya masih menjadi bahan perdebatan di antara para ilmuwan. Sosoknya jadi lebih mirip tokoh dongeng. Namanya adalah Cleopatra.

Yesus adalah realitas sejarah yang lain. Kehadiran-Nya berdampak besar dalam sejarah. Menurut riset pada 2012, sepertiga penduduk dunia atau 2, 2 miliar orang adalah pengikut Kristus. Yesus memikat banyak orang dengan kisah-Nya. Tak terhitung jumlah orang yang diubahkan karena mendengarkan sabda-Nya, yang terus disebarluaskan oleh para pengikut-Nya. Sampai sekarang Dia masih "menuliskan" kisah-Nya dalam kehidupan banyak orang di bumi ini. Seperti kesaksian Yohanes, seluruh kitab di dunia ini tidak cukup untuk memuat kisah-Nya. Dan, Kristus mengundang kita untuk menyambut kehadiran-Nya dalam hidup kita.

Meskipun demikian, tidak sedikit penentang yang berusaha mempertanyakan kisah-Nya. Mereka hendak memasukkan Yesus ke dalam kotak dongeng sebagaimana Cleopatra: sosok yang terkenal, namun hanya khayalan, bukan Tuhan yang layak dipuja dan disembah. Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga meragukan Dia, ataukah kehadiran-Nya telah mengubahkan kehidupan kita? --Martinus Prabowo

JIKA YESUS HANYA TOKOH DONGENG, BETAPA SIA-SIA
SEKIAN BANYAK BUKU YANG DITULIS TENTANG DIRI-NYA.

Yohanes 21:24-25

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 06 Juni 2013

LAWANLAH GODAAN

Nats: Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari hadapanmu! (Yakobus 4:7)

John White berkata dalam salah satu bukunya, "Kecakapan terhebat iblis terletak pada kemampuannya membuat Anda merasa sebagai majikan atas diri sendiri." Iblis memiliki berbagai macam cara untuk bisa menjatuhkan kita. Dia bisa memberikan permen kepada anak-anak, dia bisa menggoda anak muda dengan pornografi, dia juga bisa memberikan tawaran yang menggiurkan melalui harta kepada para pengusaha. Sadarkah Anda akan godaan yang ia berikan kepada kita?

Godaan untuk berbuat dosa berasal dari hawa nafsu kedagingan dalam diri kita (ay. 1, bdk. Yak. 1:14). Manusia mudah terjerumus ke dalam dosa (ay. 2-3). Dengan tekadnya sendiri, mustahil bagi manusia untuk lepas dari kuasa dosa. Kalau begitu, bagaimana kita dapat menghadapi? Menundukkan diri kepada Allah dan melawan iblis (ay. 7). Tunduk kepada Allah berarti menyambut anugerah-Nya dan berjalan menurut kebenaran-Nya. Adapun melawan iblis berarti kita secara aktif mendayagunakan anugerah Allah untuk melawan tipu muslihat iblis, yang mencobai kita melalui hawa nafsu kedagingan.

Iblis mengetahui titik kelemahan kita, pencobaan apa yang paling tepat untuk menggoda kita, kapan waktu untuk menawarkannya. Iblis menunggu saat kita berada dalam keadaan paling rentan. Kita perlu menyadari kelemahan tersebut, agar dapat waspada terhadap pencobaan Iblis. Jangan mengandalkan kekuatan diri, tapi ingatlah kemenangan Kristus yang sudah dianugerahkan pada kita, berpeganglah pada kebenaran, dan tolaklah tawaran iblis. --Irfan Setyawan W

KEPEMIMPINAN YANG SALAH ARAH PATUT DIKOREKSI
BUKAN DENGAN KEBENCIAN, MELAINKAN DENGAN KEBENARAN.

Yakobus 4:1-10

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 04 Juni 2013

SEDIH BERSAMA TUHAN

Nats: Berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Berapa lama lagi engkau berdukacita karena Saul?" (1 Samuel 16:1)

Bagaimana reaksi Anda ketika menyaksikan pemimpin yang bobrok? Mereka seharusnya memberi contoh, namun justru menyalahgunakan kekuasaan. Mereka tidak takut akan Tuhan dan melakukan berbagai penyelewengan. Apakah Anda mengkritik mereka habis-habisan? Anda menyerang dan melawan mereka? Atau, Anda tidak peduli karena Anda merasa apa pun yang Anda lakukan akan percuma saja?

Ketika melihat Saul berkali-kali melanggar perintah Tuhan, Samuel sangat gusar. Betapa tidak! Suatu kali Saul yang terdesak oleh orang Filistin dengan lancang mempersembahkan kurban bakaran yang menjadi hak nabi Samuel (1 Sam. 13:9). Bukannya bertobat, kali berikutnya, Saul kembali melanggar perintah untuk memusnahkan orang Amalek beserta segala kepunyaan mereka (15:3). Oleh ketamakan hatinya, ia membiarkan raja Agag tetap hidup dan menyisakan ternak mereka yang baik (15:8-9). Samuel pun berduka oleh tabiat Saul yang buruk dan tidak mau mengaku salah (15:13, 35). Namun, kemarahan dan kesedihan Samuel ini seiring dan sejalan dengan isi hati Tuhan. Karena itu, Tuhan pun menghibur Samuel dan menyuruhnya menobatkan raja yang baru bagi-Nya.

Anda boleh kecewa melihat pemimpin Anda tidak melakukan tugasnya. Masalahnya, apakah respon Anda terhadapnya sesuai dengan hati Tuhan? Anda tetap perlu tunduk padanya. Namun, bila tersedia kesempatan untuk menegur dan mengoreksi pemimpin, Anda perlu mendoakannya lebih dulu supaya hati Anda dipenuhi oleh kasih, agar Anda terhindar dari kebencian dan dendam. --Heman Elia

KEPEMIMPINAN YANG SALAH ARAH PATUT DIKOREKSI
BUKAN DENGAN KEBENCIAN, MELAINKAN DENGAN KEBENARAN.

1 Samuel 16:1-13

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 02 Juni 2013

MENGHADAPI GODAAN

Nats: Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini. (Titus 2:12)

Seorang pelayan Tuhan menuliskan pengalaman pahitnya terjatuh ke dalam dosa perselingkuhan. Kehidupannya porak-poranda; istri dan anak-anaknya meninggalkannya. Ia mengakui, perselingkuhan itu buah dari kecanduan akan pornografi yang membelenggunya sejak muda. Ia menutup kesaksiannya dengan berkata, "Seandainya saya bisa mengendalikan diri dan berkata 'tidak' kepada godaan pertama dari pornografi pada waktu saya masih muda, saya tentu tidak akan terpuruk sejauh ini sekarang!"

Definisi dalam kesaksian di atas kurang lengkap dan bisa menyesatkan karena penguasaan diri terkesan semata-mata usaha kita. Padahal, penguasaan diri bukanlah kekuatan kehendak manusia belaka. Secara sederhana, penguasaan diri berarti ketegasan dan keteguhan untuk berkata 'tidak' terhadap godaan dosa. Dalam terjemahan NIV, ay. 12 berbunyi, "Anugerah-Nya mengajarkan kita untuk berkata 'tidak' kepada ketidaksalehan dan hawa nafsu duniawi." Seperti ditegaskan oleh Paulus, anugerah Allah yang memampukan kita untuk berkata 'tidak' terhadap dosa (ay. 12). Tuhanlah yang menguduskan kita (ay. 14). Bukankah Galatia 5:23 juga menyatakan bahwa penguasaan diri adalah salah satu manifestasi dari buah Roh?

Apakah selama ini Anda sulit menguasai diri dari godaan dosa? Mungkinkah itu karena Anda belum sepenuhnya bergantung kepada anugerah dan kuasa Allah? Marilah kita berhenti bersandar pada kekuatan diri sendiri saja. Kita dapat datang kepada Tuhan, meminta pertolongan-Nya setiap kali pencobaan untuk berdosa muncul. --Jimmy Setiawan

ANUGERAH-NYA MEMAMPUKAN KITA BERKATA 'YA' PADA KEBENARAN ALLAH
DAN BERKATA 'TIDAK' PADA PENCOBAAN DAN GODAAN DOSA.

Titus 2:11-15

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 01 Juni 2013

TAK BERTERIMA KASIH

Nats: Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. (Lukas 6:35)

Seorang gelandangan diundang ke rumah seorang kaya yang baik hati. Sambil mengganti pakaiannya yang dekil dengan pakaian baru yang diberi tuan rumah, ia berkata, "Ini baju yang bagus, namun saya tidak terlalu suka warna garis-garisnya!" Ketika menyantap hidangan, ia berkata, "Ini makanan yang enak, hanya saja ikan panggangnya terlalu gosong. Supnya pasti lebih enak kalau ditambah sedikit lagi merica. Dan, es buahnya akan lebih nikmat kalau ditambah sirup rasa leci." Ketika ia dipersilakan beristirahat di kamar, ia berkata, "Ini kamar yang mewah, lengkap dengan pendingin ruangan. Hanya saja, kasurnya kurang tebal!" Sikap yang konyol, bukan?

Akan tetapi, jika dicermati, manusia kerap bersikap seperti si gelandangan itu terhadap Allah yang mahabaik. Kebanyakan orang cenderung tidak tahu berterima kasih kepada-Nya. Mereka lupa bersyukur pada saat tengah dilingkupi kebahagiaan. Sebaliknya, mereka mulai mempertanyakan kebaikan Tuhan ketika hal buruk menimpa mereka. Tidak jarang orang menganggap dirinya terlalu saleh sehingga tidak pantas mengalami penderitaan tertentu. "Saya sudah setia melayani Tuhan, tetapi mengapa Tuhan mengizinkan musibah ini menimpa keluarga saya?" kata mereka.

Bagaimana mengatasinya? Dengan menyadari bahwa kita diberi anugerah oleh Tuhan karena kebaikan-Nya, bukan karena kehebatan diri kita. Kesadaran ini mendorong kita untuk bersyukur kepada-Nya dan berbelas kasihan pada orang yang tidak tahu berterima kasih pada kita. --Hembang Tambun

MENYADARI KETIDAKLAYAKAN KITA DALAM MENERIMA ANUGERAH
AKAN MEMENUHI HATI KITA DENGAN RASA SYUKUR YANG BERLIMPAH.

Lukas 6:27-36

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Semakin akrab dengan Tuhan

Alkitab sering memakai nama Allah yang berbeda untuk menekankan karakteristik Allah yang berbeda, yang dinyatakan melalui nama-nama yang berbeda. Dalam kitab Keluaran nama yang hendak dinyatakan adalah nama Yahweh (diterjemahkan dengan TUHAN atau ALLAH dalam LAI). Nama ini kita jumpai dalam pasal 3 ketika Musa bertanya siapa nama Allah, dan Allah menjawab bahwa namanya adalah Yahweh (TUHAN, Kel. 3:15), dan nama itu artinya "AKU ADALAH AKU" (Kel. 3:14). Perhatikan, Allah mengatakan bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak, dan Yakub sebagai Allah yang Mahakuasa (terjemahan dari nama El-Shaddai), tetapi dengan nama TUHAN Ia belum menyatakan diri (2). Apakah Abraham, Ishak, dan Yakub belum tahu tentang nama TUHAN? Ternyata mereka sudah tahu, bahkan Abraham telah memanggil Allah dengan nama TUHAN (Kej. 12:8). Lalu apa arti pernyataan Allah ini?

Karena Abraham sudah tahu tentang nama TUHAN, berarti yang Allah maksud bukan bahwa nama tersebut tidak diketahui Abraham, tetapi bahwa Ia belum menyatakan arti nama itu. Arti nama TUHAN/Yahweh akan Ia nyatakan melalui tindakan-Nya dalam peristiwa Keluaran. Allah akan menunjukkan nama TUHAN dengan membebaskan orang Israel dari kerja paksa orang Mesir dan membawa mereka keluar dari Mesir ke tanah perjanjian (5-7).

Melalui semua itu, para ahli melihat bahwa jika nama Allah (terjemahan dari nama Elohim) menekankan Allah yang Mahakuasa, yang mencipta langit dan bumi, yang berkuasa atas bangsa-bangsa, maka nama Yahweh (TUHAN/ALLAH) menekankan bahwa Ia adalah Allah dari umat perjanjian-Nya, yang menyelamatkan dan memberikan Taurat kepada umat, seperti yang Allah lakukan dalam peristiwa Keluaran.

Dengan demikian tujuan dari peristiwa Keluaran adalah supaya umat mengenal Tuhan dengan akrab yang adalah Allah mereka, yang membebaskan mereka dari belenggu Mesir dan membawa mereka ke tanah perjanjian. Kiranya tujuan peristiwa Keluaran terjadi juga dalam hidup kita, yaitu semakin akrab dengan Tuhan, yang membebaskan kita dari dosa.

Keluaran 6:1-12

e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2013/06/01/
Powered by Telkomsel BlackBerry®