Rabu, 31 Juli 2013

SIAP HIDUP, SIAP MATI

Nats: Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. (Filipi 1:21)

Orang-orang yang serius menjalani hidup akan senang dengan pepatah ini, "Hiduplah hari ini seolah-olah engkau akan mati esok hari." Sementara orang-orang yang sudah putus asa menghadapi hidupnya akan beralih pada pemikiran ini, "Bersenang-senanglah hari ini karena besok mungkin engkau sudah tidak ada lagi." Dua pandangan ini sebenarnya sama-sama menitikberatkan pentingnya hidup daripada mati.

Paulus punya cara pandang yang unik dalam melihat hidupnya. Baginya hidup dan mati sama-sama penting. Apa buktinya? Ia hidup untuk bersukacita menyaksikan pertumbuhan iman jemaat Filipi yang ia layani (ay. 3-11) dan rela menderita demi memberitakan Injil (ay. 12-17). Mengapa Paulus dapat menjalani hidupnya dengan sukacita meski menderita? Kuncinya adalah Kristus. Kristus memberikan makna baru baik pada kehidupan maupun kematian. Paulus menekankan bahwa bila ia hidup, ia ingin terus melayani dan berbuah bagi Kristus. Sebaliknya, apabila ia mati, ia memandangnya sebagai suatu keuntungan karena hal itu berarti ia berbahagia hidup bersama-sama dengan Kristus (ay. 18-26).

Dunia akan menuntun kita untuk hanya mementingkan hidup. Tetapi, Kristus telah mati dan bangkit agar kita mendapatkan jaminan hidup kekal setelah kita meninggalkan dunia ini kelak. Hidup seperti apakah yang kita hidupi saat ini? Sudahkah Kristus menjadi pusat hidup kita? Sudahkah kita merindukan hidup bahagia dalam kekekalan bersama Kristus kelak? --Eunike Agustin Butarbutar

KUALITAS HIDUP KITA DI DUNIA DITENTUKAN
OLEH KERINDUAN KITA AKAN TUHAN

Filipi 1:12-26

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 29 Juli 2013

BERPERAN DENGAN TEPAT

Nats: Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh. (1 Korintus 12:20)

Apa yang membuat puzzle dapat menjadi sebuah gambar? Ketika potongan-potongan gambar yang ada disusun sesuai dengan posisinya. Jika potongan itu berserakan, yang terlihat adalah gambar yang berantakan dan tak jelas. Menampatkan potongan pada posisi yang tepat membut gambar menjadi jelas dan indah.

Alkitab berkata bahwa di dalam gereja kita memiliki bagian kita masing-masing, kita memiliki peran yang unik. Kita memiliki talenta yang Tuhan berikan secara khusus. Menjadi masalah jika kita tidak menempatkan diri pada posisi yang tepat. Sekecil apa pun talenta yang kita miliki, jika kita memerankannya secara optimal, kita akan menampilkan gambar Yesus yang jelas bagi dunia.

Dunia perlu melihat Yesus dengan jelas. Caranya bukan dengan memiliki gedung yang besar. Kalau itu tolok ukurnya, banyak perusahaan bisnis yang memiliki gedung menjulang. Juga bukan mukjizat dan tanda karena dukun-dukun pun bisa melakukannya. Lalu apa? Ketika orang percaya bersatu di dalam kasih, memerankan bagiannya tanpa berbantah-bantahan, di situlah dunia melihat bahwa kita adalah murid-murid-Nya.

Kita perlu merenungkan, apakah kita sudah berperan secara optimal sebagai murid-Nya? Apakah kita sudah melayani satu sama lain, atau justru saling mendengki dan iri hati? Tak perlu iri dengan teman pelayanan yang lebih tenar, tak perlu minder karena pelayanan yang kita lakukan sepertinya pelayanan yang kecil dan tak terkenal. Ingat, meskipun kecil, peran kita dapat memancarkan wajah Yesus. --Hendro Saputro

BERPERAN DENGAN TEPAT AKAN MEMANCARKAN WAJAH YESUS

1 Korintus 12:12-31

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 27 Juli 2013

KELELUASAAN TUHAN

Nats: ... jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. (Yesaya 55:8)

Pada awal tahun 2008, suami saya, John, dinyatakan mengidap kanker kelenjar getah bening stadium IIIB. Banyak doa dinaikkan untuk kesembuhannya. Kami yakin bahwa Tuhan berkuasa melakukan hal yang mustahil menurut ukuran manusia. Firman-Nya meneguhkan iman kami. Setelah menjalani serangkaian kemoterapi, keadaan John semakin buruk dan penderitaannya bertambah parah. Pada 1 Juni 2008, dengan cara yang sungguh indah, ia meninggalkan dunia selamanya untuk memasuki kekekalan bersama Yesus. Meskipun permohonan agar John dipulihkan tak dikabulkan, kami percaya bahwa Tuhan telah mengaruniakan yang terbaik.

Rencana Tuhan tidak sama dengan rencana manusia (ay. 8). Begitu pula cara-Nya, sangat berbeda dari cara kita. Pengetahuan dan kebijaksanaan-Nya jauh lebih besar, bagaikan jarak langit dari bumi (ay. 9). Bagaimana mungkin kita menuntut agar Tuhan mencocokkan agenda-Nya dengan agenda kita? Kita hanya mampu melihat sejauh mata memandang. Tidak tahu apa yang menanti sesudah belokan. Kita memiliki keterbatasan, sedangkan Tuhan tak terbatas. Mengapa kita tidak menyerahkan diri dan segala masalah kepada Dia?

Memang, tak selalu doa kita dijawab oleh Tuhan sesuai dengan harapan kita. Wewenang Tuhanlah untuk memberikan atau tidak memberikan yang kita pinta. Doa kita seyogyanya, "Jadilah kehendak-Mu, ya Bapa." Dengan demikian, kita mempersilakan Tuhan bertindak dengan leluasa, bukannya memaksakan keinginan kita sendiri. --Wieke Suryantara

APABILA KITA MENYESUAIKAN DIRI DENGAN RANCANGAN TUHAN,
DAMAI SEJAHTERA AKAN MELIPUTI HATI KITA.

Yesaya 55:6-9

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 26 Juli 2013

SIAPAKAH TUAN KITA?

Nats: Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose 3:23)

Dalam beberapa kesempatan ada beberapa teman yang bercerita tentang sikap atasan mereka di kantor, yang tidak pernah memberikan apresiasi atas apa yang mereka lakukan. Tidak sedikit di antara mereka yang marah dan kecewa. Tak ayal mereka melakukan tugas-tugas dan pekerjaan dengan tidak sepenuh hati dan terkesan asal-asalan. Begitulah. Tiadanya pengakuan dan penghargaan yang sepadan berakibat pada menurunnya kualitas dan produktivitas kerja.

Apakah sikap semacam itu juga patut dilakukan oleh orang percaya? Firman Tuhan berkata bahwa apa pun yang kita lakukan, kita harus melakukannya seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Tuhanlah yang harus menjadi pusat dan Tuan dari segala sesuatu yang kita lakukan. Karena itu, kita harus bekerja demi menyenangkan Tuhan. Kalau pun kita mendapat penghargaan atas apa yang kita lakukan dari manusia, anggaplah itu sekadar sebagai bonus. Tetapi, janganlah hal itu yang menjadi motivasi utama kita dalam bekerja. Sebab bila kita tidak mendapatkannya, kekecewaanlah yang akan memenuhi hati.

Jadi, apa pun pekerjaan kita, lakukanlah dengan sepenuh hati untuk menyenangkan Tuhan. Sebab penghargaan dari manusia bukanlah penghargaan utama. Pada akhirnya Tuhan akan memberikan bagian yang telah ditentukan-Nya untuk kita. Dia menghargai orang yang selalu memberi yang terbaik dalam segala keadaan dan situasi. Dan yang dapat melakukannya hanyalah orang-orang yang menjadikan Tuhan sebagai tuan atas pekerjaannya. --Piter Randan Bua

APA PUN PEKERJAAN KITA. LAKUKANLAH DENGAN BAIK
SEBAGAI WUJUD KASIH, PENYEMBAHAN, DAN PENGABDIAN KEPADA TUHAN.

Kolose 3: 23-4:6

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 24 Juli 2013

PERTEMUAN YANG MENGUBAHKAN

Nats: Kemudian ketika Ia lewat di situ, Ia melihat Lewi anak Alfeus duduk di tempat pemungutan cukai lalu Ia berkata kepadanya, "Ikutlah Aku!" Lewi pun bangkit lalu mengikuti Dia. (Markus 2:14)

Teman saya hampir setahun menganggur setelah meraih gelar Sarjana Sipil. Ia sudah berusaha mencari perkerjaan, namun selalu gagal. Suatu hari ketika berjalan-jalan di mal, ia bertemu dengan teman SMP yang telah bekerja dengan posisi tinggi di Jakarta. Paham akan kesulitan teman saya, ia pun menawarkan pekerjaan di perusahaan yang membutuhkan sarjana sipil. Hidup teman saya berubah!

Lewi mengalami perubahan hidup yang lain lagi. Biasanya ia berkutat dengan pekerjaannya sebagai pemungut cukai. Hari itu jadi berbeda karena perjumpaan dengan Yesus, yang baru mengajar di pantai Galilea. Ketika meninggalkan tempat itu, Yesus melihat Lewi, sosok yang dibenci banyak orang itu. Namun, Yesus menghampirinya dan berkata, "Ikutlah Aku!" (ay. 14). Luar biasa! Pertemuan yang tidak terduga itu serta-merta membuat hidup Lewi berubah. Ya, saat itu juga, berdirilah Lewi, lalu mengikuti Dia (ay. 14b). Ia meninggalkan pekerjaannya, kekayaannya, dan menjadi murid Kristus! Hidupnya berubah.

Tuhan dapat menjumpai kita pada saat-saat yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Dia dapat memakai orang, keadaan, atau peristiwa tak terduga untuk "menjumpai" kita. Tuhan selalu turut berkarya di balik semua kisah hidup, peristiwa hidup, dan perjumpaan dengan sesama -- untuk pada akhirnya mendatangkan kebaikan bagi kita. Tidak ada yang kebetulan dari setiap perjumpaan kita dan Tuhan dapat menggunakannya untuk mengubah jalan hidup kita -- kalau perlu, saat itu juga! --Samuel Yudi Susanto

YANG MENGUBAHKAN BUKANLAH PERJUMPAANNYA ITU SENDIRI,
MELAINKAN TUHAN YANG ADA DI BALIK PERJUMPAAN ITU

Markus 2:13-17

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 21 Juli 2013

WALAU KEADAAN SULIT

Nats: Berbahagialah orang, yang menaruh kepercayaannya pada TUHAN... (Mazmur 40:5)

Saat ini keadaan begitu sulit dan kadang menakutkan. Banyak orang sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari dan keamanan diri pun terancam. Orang tak segan menindas atau bahkan menghabisi nyawa sesamanya hanya karena persoalan sepele. Tak ayal, ketika ada orang berbuat baik, orang kadang berkomentar, "Masih ada orang seperti itu ya?" Mereka heran karena sulit menemukan orang yang baik di tengah masyarakat.

Dunia ini memberikan seribu alasan untuk mengeluh dan bersungut-sungut, tetapi orang yang memercayai Allah akan tetap bersyukur. Itulah yang dialami oleh pemazmur dalam keadaan yang begitu sulit. Ia dikepung malapetaka dan kematian (ay. 13, 15), serta sengsara dan miskin (ay. 18). Akan tetapi, ia memilih untuk tetap memercayai Allah. Ia pun memperoleh kelegaan. Pertama, ia diselamatkan dari kebinasaan yang mengepungnya (ay. 3a). Kedua, ia dikuatkan dalam menghadapi masalah dan dituntun oleh Tuhan (ay. 3b). Ketiga, Tuhan menaruh ucapan syukur dalam mulutnya (ay. 4a). Dan keempat, kehidupannya memberikan dampak sosial yang baik sehingga ada orang-orang yang datang kepada Tuhan (4b).

Dengan melihat teladan yang diberikan oleh pemazmur dalam menghadapi persoalan hidupnya yang begitu sulit, kita juga dapat memilih untuk memercayai Allah dalam keadaan apa pun. Allah pasti menolong, menguatkan, dan memberikan hati yang tetap bersyukur kepada kita. Kiranya orang lain melihat perbuatan Allah yang menakjubkan melaui hidup kita sehingga mendorong mereka untuk datang memercayai Allah. --Piter Randan Bua

KEYAKINAN AKAN KEMAHAKUASAAN ALLAH MEMAMPUKAN KITA
UNTUK TETAP PERCAYA PADA-NYA DALAM SEGALA KEADAAN.

Mazmur 40

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 20 Juli 2013

BERBUAT BAIK

Nats: Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya. (Amsal 3:27)

Suatu saat saya mengunjungi kerabat dari ibu, yang tinggal di sebuah kampung. Warga kampung tersebut sangat ramah menghargai tamu yang datang.Saat berada di sana, bisa dipastikan kita tidak akan kelaparan. Setiap warga selalu membuka pintu rumah, mempersilakan kita singgah, dan menyajikan air minum dan makanan ala kadarnya. Ketika meninggalkan kampung ini, setiap orang berebut menawari saya oleh-oleh berupa hasil bumi atau ternak yang mereka miliki. Saya pun pulang membawa beragam buah tangan. Tradisi kemurahan hati ini terpelihara sejak masa nenek moyang mereka.

Sebagai mahluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain. Manusia membutuhkan sesamanya untuk bekerja sama membangun kehidupan menjadi lebih baik. Diperlukan empati kepada sesama yang mendorong kita untuk saling memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing.

Firman Tuhan dalam nas hari ini dengan tegas memerintahkan agar tidak menahan kebaikan. Artinya, setiap umat pilihan Allah wajib untuk berbuat baik, khususnya kepada orang yang sedang membutuhkan pertolongan. Sayangnya, ada kecenderungan untuk "menahan" kebaikan itu: kita sebenarnya mampu berbuat baik, tetapi enggan memberikan waktu, dana, dan tenaga untuk melakukannya. Firman Tuhan menantang kita untuk melepaskan keengganan itu. Kita dapat menolong dengan mendoakan orang lain, meluangkan waktu untuk mendampingi, hingga memberikan bantuan praktis yang dapat meringankan beban persoalan yang tengah ia pikul. --Wahyu Barmanto

PERBUATAN BAIK ADALAH PEREKAT HUBUNGAN DENGAN SESAMA,
MENYADARKAN KEBERSAMAAN KITA SEBAGAI UMAT MANUSIA

Amsal 3:27-35

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 19 Juli 2013

Menangani Amarah dan Hinaan

Oleh Andrie Wongso

Pada suatu hari yang cerah, seorang guru muda berjalan melintasi sebuah desa. Walaupun usianya baru menginjak dasawarsa ketiga, namun kepandaian dan kebijaksanaannya terkenal di seluruh penjuru negeri.

Tiba-tiba saja, langkahnya dihentikan oleh seorang pemuda yang bertubuh tinggi besar, beraut wajah merah, tampak marah dan tidak senang.

"Hei," katanya kasar. "Anda itu tidak berhak mengajari orang lain..!"

Kemudian pemuda ini mulai berteriak menantang dan menghina guru muda ini. "Tahu tidak? Anda ini sama saja bodohnya dengan orang lain. Punya kepandaian sedikit saja, sok tahu! Badan begitu kecil nyalimu cukup besar ya. Ayoo...kalau berani kita berkelahi!"

Dengan wajah tenang, sambil tersenyum, sang guru muda malahan balik bertanya: "Teman. Jika kamu memberi hadiah untuk seseorang, tapi seseorang itu tidak mengambilnya, siapakah pemilik hadiah itu?"

Si pemuda terkejut, karena tiba-tiba diberi pertanyaan yang aneh. Spontan, ia menjawab lantang, "Pertanyaan bodoh! Tentu saja! Hadiah itu tetap menjadi milikku karena akulah yang memberikan hadiah itu."

Guru muda ini tersenyum, lalu berkata, "Kamu benar. Kamu baru saja memberikan marah dan hinaan kepada saya dan saya tidak menerimanya, apalagi merasa terhina sama sekali. Maka kemarahan dan hinaan itu pun kembali kepadamu. Benar kan? Dan kamu menjadi satu-satunya orang yang tidak bahagia. Bukan saya. Karena sesungguhnya, melampiaskan emosi kemarahan adalah sebuah proses menyakiti diri sendiri. Membangkitkan sel-sel negatif di dalam diri."

Pemuda itu terdiam, mencoba mencerna kata demi kata sang guru. Kepala dan hatinya seperti tersiram air dingin, ketika mendapat sebuah kesadaran baru.

Sang guru muda melanjutkan. "Jika kamu ingin berhenti menyakiti diri sendiri singkirkan kemarahan dan ubahlah menjadi cinta kasih. Ketika kamu membenci orang lain, dirimu sendiri tidak bahagia bahkan tersakiti secara alami. Tetapi ketika kamu mencintai orang lain, semua orang menjadi bahagia."

Netter yang bijaksana,

Saat kemarahan sedang menghampiri kita, tunda sejenak! Jangan biarkan dia lepas tanpa kendali. Mengumbar kemarahan adalah pantulan ketidakbahagiaan.

Karenanya, mari kita belajar mengembangkan kebahagiaan setiap saat. Dengan berbahagia, maka tidak akan muncul kemarahan dan kebencian. Tanpa kemarahan dan kebencian, tidak ada proses menyakiti diri sendiri dan sesama.

Salam sukses luar biasa!
Powered by Telkomsel BlackBerry®

KETIKA NAAMAN TAAT

Nats: Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu. (2 Raja-raja 5:14)

Naaman sakit kusta. Bagi seorang panglima pasukan dan pahlawan perang, penyakit itu jelas mengguncangkan jiwa. Ia sangat ingin sembuh dari penyakitnya. Kemudian ia mengikuti saran gadis pelayan istrinya untuk datang kepada Nabi Elisa. Namun, Elisa tidak memberikan ramuan atau menumpangkan tangan untuk berdoa bagi kesembuhannya seperti yang ia bayangkan. Nabi itu hanya menyuruh Naaman untuk mandi sebanyak tujuh kali di Sungai Yordan. Naaman merasa gusar dan kecewa. Tetapi, setelah dibujuk oleh para pegawainya, ia mau juga melakukannya dan pulihlah tubuhnya dari kusta. Ia menjadi tahir, dan mendatangi Elisa untuk mengakui kebesaran Allah Israel.

Sering kita tidak setuju dengan cara Allah untuk memulihkan kehidupan kita. Cara-Nya sering terlihat begitu aneh, bahkan tampak mustahil di mata manusia. Kita jadi meragukan dan mempertanyakan hal itu. Sebaliknya, kadang cara-Nya terkesan sangat mudah dan tidak menuntut kerja keras kita. Kita tidak boleh meremehkannya karena tidak ada sesuatu pun yang mustahil bagi Tuhan. Sebenarnya, cara-Nya yang tidak lazim itu justru mendorong kita untuk semakin mengerti jalan Allah yang misterius. Meskipun cara-Nya kerap tidak kita pahami, Dia tetap layak dipercayai.

Sewaktu kita mulai memercayai dan mengikuti cara Allah, kita belajar untuk semakin mengenal cara berpikir dan cara kerja Allah dalam kehidupan kita. Dengan mengesampingkan pola pikir manusiawi, kita memperbarui pikiran, yang selanjutnya berdampak pada pembaruan dan pemulihan hidup. --Istiasih

MESKIPUN CARA-NYA KERAP TIDAK KITA PAHAMI,
DIA TETAP LAYAK DIPERCAYAI.

2 Raja-raja 5:1-27

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 18 Juli 2013

SI SUMBU PENDEK

Nats: Orang yang sangat cepat marah akan kena denda, karena jika engkau hendak menolongnya, engkau hanya menambah marahnya. (Amsal 19:19)

Apakah kita termasuk orang yang mudah marah? Sedikit saja ada sesuatu yang menjengkelkan, amarah kita segera meledak. Sasaran kemarahan kita pun beragam, mulai dari pasangan, anak, sampai orang lain yang tidak tahu-menahu mengapa kita marah. Jika jawaban kita "ya", jangan-jangan kita termasuk "Si Sumbu Pendek".

"Si Sumbu Pendek" adalah gambaran dari orang yang mudah meledak dalam kemarahan. Sama seperti petasan atau bom bersumbu pendek, disulut sedikit saja petasan atau bom itu segera meledak. Ledakan amarah "Si Sumbu Pendek" terkadang tanpa alasan logis dan tidak terkendali. Mengenai sifat buruk ini, nas hari ini menggarisbawahi, "Orang yang sangat cepat marah akan kena denda, karena jika engkau hendak menolongnya, engkau hanya menambah marahnya." Dalam Alkitab Terjemahan BIS, frasa "akan kena denda" dituliskan dengan "merasakan sendiri akibatnya". Orang yang pemarah tidak jarang terkena akibat dari kemarahannya sendiri. Dalam kondisi marah, upaya orang lain untuk menolongnya tidak jarang malah menambah kemarahannya. Orang jadi perlu berhati-hati jika hendak menolong orang yang sedang marah karena bisa-bisa kita akan kena marah juga.

Marah bukanlah dosa, tetapi sifat pemarah menandakan adanya masalah dalam penguasaan diri orang tersebut. Jika kita termasuk dalam kelompok "Si Sumbu Pendek", mintalah anugerah Tuhan agar kita dapat lebih mengendalikan amarah. Yakinlah bahwa Allah sanggup mengubahkan segala sesuatu, termasuk mengubah seorang pemarah menjadi seorang peramah. --Widodo Surya Putra

KEMARAHAN YANG MUDAH MELEDAK
MEMBAHAYAKAN DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN.

Amsal 19:1-29

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sikap Dalam Bekerja

'BEKERJA ADALAH MELAYANI"

Suatu malam ada seorang pria tua dengan istrinya masuk sebuah lobi hotel kecil di Philadelphia.

"Semua hotel besar di kota ini telah terisi, bisakah kau beri kami satu kamar saja?" kata pria tua itu. Pegawai hotel menjawab "Semua kamar telah penuh karena ada 3 event besar yang bersamaan diadakan di kota ini, tapi sepertinya saya tidak dapat membiarkan pasangan yang baik seperti Anda untuk kehujanan di luar sana pada jam satu dini hari seperti ini. Bersediakah anda berdua tidur di kamar saya..?"

Keesokan harinya pada saat membayar tagihan, pria tua itu berkata pada si pegawai hotel "Kamulah orang yang seharusnya jadi bos sebuah hotel terbaik di USA, karena kamu melakukan pekerjaanmu dengan hati yang mau melayani, mungkin suatu hari saya bangun sebuah hotel untukmu". Pegawai hotel itu hanya tersenyum melupakan kata-kata pria tua itu, karena dia pikir dirinya hanya seorang pegawai biasa.

Kira-kira dua tahun kemudian, dia menerima surat yang berisi tiket ke New York permintaan agar dia menjad tamu pasangan tua tersebut.

Setelah berada di New York, pria tua tersebut mengajak pegawai hotel itu ke sudut jalan antara Fifth Avenue Thirty-Fourth Street, dimana dia tunjuk sebuah bangunan baru yang luar biasa megah dan katakan "Itulah hotel yang saya bangun untuk kamu kelola".

Pegawai hotel itu adalah George Charles Boldt, yang terima tawaran William Waldorf Astor, si pria tua itu untuk menjadi pimpinan dari hotel Waldorf-Astoria, yg merupakan hotel terbaik di dunia.

Ternyata sikap dalam bekerja sangat menentukan keberhasilan. Bila bekerja hanya untuk mencari uang semata, maka karierhasil yang diperoleh akan biasa saja. Namun jika "BEKERJA DGN HATI" yang mau "MELAYANI" orang lain, dengan motivasi bahwa lewat pekerjaan harus memberi dampak dan "BERKAT" orang lain, maka akan memperoleh hasil yang luar biasa..!!!
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 17 Juli 2013

SIAP LAKSANAKAN!

Nats: Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi... (Lukas 7:8)

Dalam kemiliteran ada dua sikap yang menarik untuk diperhatikan. Pada waktu sang komandan memberikan pengarahan atau perintah, para prajurit bersikap "istirahat di tempat" (kedua kaki direnggangkan dengan jarak sekitar 30 cm dan kedua tangan mengepal di belakang). Ini menunjukkan sikap tubuh "siap menerima perintah apa pun dari komandan". Setelah komandan selesai berbicara, para prajurit berseru, "Siap laksanakan!" (tubuh tegak, kaki rapat, dan tangan kanan memberi hormat).

Dalam bacaan hari ini, sang perwira, yaitu pemimpin pasukan 100 orang dalam kemiliteran Romawi, mengutus para pemuka agama untuk bersaksi tentang reputasi Yesus di antara umat Yahudi (ay. 3-5) sebagai sikap perdamaian (karena pada waktu itu bangsa Israel dijajah oleh bangsa Romawi). Selanjutnya, sang perwira juga mengutus para sahabatnya untuk mencegah Yesus datang ke rumahnya dan hanya memohon agar Yesus memberikan perintah supaya hambanya yang sedang sakit dapat sembuh (ay. 6-8). Hal tersebut dilakukannya karena orang Yahudi dilarang keras menginjakkan kaki ke rumah orang non-Yahudi dan sebaliknya. Yesus menyebut sikap perwira tersebut sebagai "iman yang langka di kalangan bangsa Israel" (ay. 9).

Sang Perwira tersebut telah menempatkan Yesus sebagai Panglimanya yang berkuasa memberi perintah, sementara tugasnya adalah melaksanakan segala perintah-Nya. Jika benar Yesus adalah Panglima kita, sudahkah kita menerima dan melaksanakan segala perintah-Nya dalam keadaan apa pun? --Eunike Agustin Butarbutar

IMAN ADALAH MENDENGARKAN
DAN MELAKSANAKAN SEGALA PERINTAH TUHAN

Lukas 7:1-10

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 14 Juli 2013

NAMA YESUS

Nats: Ketika didengarnya bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (Markus 10:47)

Suatu kali saya mendapat perintah dari atasan di kantor untuk memanggil salah seorang rekan kerja saya untuk segera menghadapnya. Ketika saya menyampaikan pesan ini dengan menyebut nama atasan tersebut, reaksinya terlihat jelas. Ekspresi wajahnya tampak terkejut, dan ia tergesa-gesa menuju kantor atasan.

Bartimeus, pengemis yang buta itu, memahami benar betapa berkuasanya nama Yesus. Sekalipun tidak melihat, namun ia mendengar dan percaya! Ya, ia hanya mendengar dari cerita orang tentang Yesus yang telah melakukan banyak mujizat kesembuhan. Dari mendengar, Bartimeus beriman. Iman itulah yang memberinya keyakinan bahwa Yesus mampu memberinya kesembuhan. Ketika kesempatan itu tiba, saat didengarnya bahwa Yesus tiba di Yerikho dan akan melewatinya, ia pun mulai memanggil-Nya dengan suara keras, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah Aku!" (ay. 47). Imannya kepada nama Yesus, nama yang penuh kuasa itu, terbukti memberinya kesembuhan. Iman itu memberinya mukjizat (ay. 52).

Kita dengan mudah mengucapkan nama Yesus dalam lagu pujian atau doa kita. Setiap kali kita mengakhiri sebuah doa, kita akan berkata, "Dalam nama Yesus atau demi nama Yesus. Amin!" Tahukah kita bahwa penyebutan nama itu bukanlah sekadar pengakuan kosong, tetapi sebuah pengakuan iman bahwa Dia berkuasa dan hadir dalam diri kita? Marilah kita menyadari betapa mulianya nama Yesus itu sehingga kita memberikan penghormatan yang selayaknya. --Samuel Yudi Susanto

NAMA YESUS ADALAH NAMA YANG PENUH KUASA,
PERLAKUKANLAH DENGAN PENGHORMATAN YANG SELAYAKNYA.

Markus 10:46-52

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

MENERUSKAN KASIH

Nats: Siapa yang tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. (1 Yohanes 4:8)

Bunda Teresa menulis, "Penyakit paling menakutkan itu bukan TBC atau lepra, melainkan tidak dikehendaki, tidak dicintai, dan tidak dipedulikan. Kita dapat mengobati fisik dengan obat-obatan, tetapi satu-satunya obat untuk kesepian, keputusasaan, dan hilangnya harapan adalah kasih. Banyak orang di dunia ini yang mati karena kurang makan, tetapi lebih banyak lagi yang mati karena haus kasih sayang." Banyak orang yang tertolak oleh lingkungannya dan mereka merasa sendiri. Banyak orang putus asa karena apa yang ia harapkan tak kunjung terwujud dalam hidupnya. Ya, dunia haus akan kasih sayang dan menantikan orang-orang yang bersedia menyatakan kasih itu.

Rasul Yohanes mengatakan bahwa Allah adalah kasih dan kita banyak sekali mendapatkan limpahan kasih yang dari Allah dalam kehidupan kita. Tujuan Allah memberikan kasih itu kepada kita adalah supaya kita melanjutkan kasih tersebut bagi sesama. Bukan hanya untuk disimpan dan dinikmati bagi diri kita sendiri. Kewajiban kita adalah mengasihi sesama tanpa membeda-bedakan latar belakang mereka. Kasih pasti menyelamatkan banyak hal dalam kehidupan. Orang menjadi merasa dihargai dan tidak kesepian karena ia tahu bahwa ia tidak sendiri lagi.

Kasih tidak akan pernah habis sewaktu kita membagikannya. Justru kasih akan semakin bertambah banyak dalam diri kita. Karena kita sudah mendapatkan kasih Allah secara cuma-cuma, demikian hendaknya kita juga berbagi kasih tanpa mengharapkan imbalan apa pun. --Istiasih

TUGAS KITA ADALAH MEMBAGIKAN KEPADA SESAMA
KASIH YANG SUDAH TUHAN BERIKAN BAGI KITA

1 Yohanes 4:7-21

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 09 Juli 2013

KEKUATAN DARI TUHAN

Nats: Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu. (1 Samuel 17:45)

Suatu saat kami bertugas ke daerah yang dianggap penuh kekuatan gaib. Kepala bagian merasa khawatir dan menunda keberangkatan. Malamnya saya membuka renungan harian, yang membahas kuasa Tuhan di atas segala sesuatu di langit, di bumi, dan di bawah bumi. Tidak ada satu kuasa pun yang menandingi kuasa-Nya. Esoknya, saya memberikan artikel itu kepada kepala bagian. Setelah memahami kebesaran kuasa Tuhan dan perlindungan-Nya, ia merasa mantap untuk berangkat ke daerah itu.

Saat menghadapi Goliat, Daud tidak berpikir bahwa musuhnya itu sangat besar. Ia hanya tahu, dirinya diperintahkan untuk menghadapinya. Hanya dengan batu kecil dan doa kepada Allah yang Mahabesar, ia pun berhasil melumpuhkan raksasa itu. Kekuatan dari Tuhanlah yang memberinya keberanian untuk maju bertarung tanpa pedang, tombak, atau lembing. Ia yakin bahwa siapa pun yang ada di hadapannya tidak akan sanggup mengalahkan kuasa Tuhan Allah yang ia sembah.

Bagaimana dengan kita? Adakah kita merasa takut dan cemas hati menghadapi semua hal yang terjadi dalam hidup kita? Apakah itu masalah keuangan, masalah keluarga, pekerjaan, atau masa depan? Seberapa besar semuanya itu dibandingkan dengan kuasa Tuhan? Saat kita percaya kepada Sang Pemberi Hidup, kita akan mampu menghadapi apapun. Keberanian ekstra untuk menghadapi segala sesuatu, termasuk hal-hal yang berada di luar batas kemampuan kita. Pada saat seperti inilah Tuhan menunjukkan mukjizat-Nya. Dengan hanya percaya kepada-Nya, kita akan senantiasa menang. --Soni Sri Rezeki Simatupang

KUASA TUHAN MEMBERI KITA KEMAMPUAN DAN KEBERANIAN
DALAM MENGHADAPI SEGALA SESUATU

1 Samuel 17:40-58

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 08 Juli 2013

SEKALI SAJA KOK!

Nats: Sebab itu, siapa yang menyangka bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh! (1 Korintus 10:12)

Chinmi, tokoh dalam komik Kungfu Boy, suatu hari melihat ada orang berbadan besar unjuk kekuatan. Orang itu menantang, siapa pun yang dapat merobohkannya dalam sekali pukul akan mendapat uang. Chinmi berniat mencobanya, tetapi sempat dicegah oleh seorang dokter yang juga ahli kungfu. "Hanya sekali saja kok!" ucap Chinmi mengabaikannya. Berbekal kungfu peremuk tulang yang ia kuasai, Chinmi menjatuhkan orang itu. Semua orang berdecak kagum, kecuali dokter tersebut, yang menyayangkan kesombongan Chinmi.

Kesombongan adalah sikap yang membahayakan, begitu pula dengan sikap merasa kuat. Seperti dinasihatkan dalam nas hari ini, "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" Peringatan ini diberikan setelah Paulus menguraikan penyebab kegagalan mayoritas bangsa Israel memasuki Tanah Perjanjian. Biasanya, orang yang merasa dirinya kuat, justru paling gampang jatuh. Ungkapan "Sekali saja, enggak apa-apa kok" tidak jarang terdengar dari mereka yang merasa hebat. Sekali saja mengisap rokok, sekali saja mengintip situs porno, sekali saja mencuri, dan seterusnya, dapat berakibat fatal.

Sebisa mungkin, hendaknya kita tidak merasa terlalu kuat, terutama berkaitan dengan godaan dosa. Godaan dosa bekerja seperti lumpur isap yang akan menarik hidup kita ke bawah. Bersikap waspada adalah pilihan terbaik, jangan merasa kuat. Ingatlah bahwa kekuatan kita untuk hidup benar berasal dari Tuhan, bukan karena kehebatan kita. --Widodo Surya Putra

KESALAHAN ATAU DOSA YANG DIANGGAP SEPELE
SERING MENJADI PENYEBAB KEJATUHAN YANG BESAR.

1 Korintus 10:1-13

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 07 Juli 2013

MELEPASKAN PENGAMPUNAN

Nats: Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai ia melunasi utangnya. (Matius 18:30)

Pada zaman itu, orang yang tidak mampu membayar utang dapat menanggung akibat yang buruk. Orang yang meminjaminya uang dapat menangkapnya dan memaksa dia bekerja untuk membayar utang itu sampai lunas. Orang yang berutang itu juga dapat dipenjarakan atau keluarganya dijual sebagai budak untuk membantu membayar utangnya.

Orang yang berutang sepuluh ribu talenta itu juga harus siap menerima hukuman karena tidak mampu melunasi utang. Orang itu memohon-mohon, agar raja mau bersabar kepadanya. Raja tergerak hatinya. Bukan hanya menunda pelunasan utang itu, ia bahkan membebaskan dan menghapuskan seluruh utang itu (ay. 27). Ya, orang itu menerima anugerah yang besar! Tetapi orang itu kemudian menunjukkan sikap bengis kepada kawan yang berutang "hanya seratus dinar" kepadanya. Sekalipun kawan itu memohon kesabarannya, ia menolak dan menjebloskan orang itu ke dalam penjara sampai mampu melunasi utang (ay. 30). Tragis, bukan?

Jika kita mengasihi seseorang seperti Kristus mengasihi kita, kita akan bersedia mengampuninya. Jika kita sudah mengalami kasih karunia Allah, kita akan meneruskannya kepada orang lain. Dengan menyadari bahwa Yesus telah mengampuni utang dosa kita sepenuhnya, kita memiliki motivasi yang kuat untuk mengampuni kesalahan dan pelanggaran orang lain. Bila kita tidak mengampuni orang lain, berarti kita menempatkan diri di atas dan di luar hukum kasih Kristus. Jadi, bersediakah kita mengampuni siapa saja yang telah melukai hati kita? --Samuel Yudi Susanto

YESUS TELAH MEMBAYAR LUNAS DOSA DAN PELANGGARAN KITA.
APAKAH KITA MENERUSKAN KARUNIA ALLAH INI UNTUK ORANG LAIN?

Matius 18:21-35

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 05 Juli 2013

DENGAN PERBUATAN

Nats: Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. (1 Yohanes 3:18)

Kasih adalah pengikat hubungan. Hubungan yang sehat berlangsung timbal balik, bukan hanya satu arah. Kasih dalam hubungan terungkap melalui cara kita memperlakukan orang yang kita kasihi. Sayangnya, dalam hal mengasihi, orang kerap berhenti pada mengucapkan atau membicarakannya. Orang kerap lalai bahwa kasih perlu ditunjukkan dalam bentuk perhatian dan perbuatan.

Pada suratnya yang pertama, Rasul Yohanes berbicara tentang kasih. Ia mendorong kita agar mengasihi dengan perbuatan, bukan dengan perkataan. Kata-kata atau ungkapan dari bibir kita itu memang penting, tetapi menjadi tidak bermakna jika tidak terwujud dalam perbuatan. Perbuatan ini pun, lanjut Yohanes, bergerak dalam koridor kebenaran. Artinya, kita menyadari bahwa kasih itu bukan bersumber dari diri kita sendiri. Kasih itu bersumber dari Allah, yang sudah terlebih dulu mengasihi kita melalui penebusan Kristus (ay. 16), dan dengan demikian memampukan kita untuk mengasihi.

Bagaimana kita menerapkan kasih itu? Jika kita memiliki sesuatu dan melihat saudara kita kekurangan, kita harus segera membantunya (ay. 17). Tidak cukup kita hanya berkata-kata pada seseorang, tanpa benar-benar mencari tahu keadaan atau masalah yang sedang ia hadapi. Akibatnya, kita tidak dapat memberikan bantuan atau dorongan semangat yang tepat. Atau, kita tahu ada teman yang sedang bermasalah, namun kita diam saja, padahal sebenarnya kita dapat membantu. Sebuah perhatian kecil yang tulus, bisa jadi akan sangat bermakna baginya. --Istiasih

PERKATAAN KASIH TANPA DIDUKUNG PERBUATAN
IBARAT SAYUR TANPA GARAM

1 Yohanes 3:11-18

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 04 Juli 2013

KEBESARAN HATI

Nats: Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil. (Yohanes 3:30)

Charles Dickens pernah memberikan pernyataan tentang siapakah sebenarnya orang yang disebut terbesar itu. Ia berkata, "Ada orang besar yang menjadi besar dengan cara mengecilkan dan merendahkan orang lain. Tetapi, seorang besar sejati adalah seorang yang mampu membuat setiap orang merasa dirinya besar."

Hampir setiap orang ingin menjadi nomor satu dan terkemuka. Tidak semua orang mempunyai kebesaran hati untuk menjadi orang nomor dua. Namun, Yohanes Pembaptis memahami benar arti sebuah kebesaran sejati. Di saat begitu banyak orang mulai ribut dan membanding-bandingkannya dengan Yesus, Yohanes Pembaptis justru menunjukkan kebesaran hatinya. Pernyataannya bahwa Yesus harus makin besar, tetapi ia harus makin kecil menunjukkan betapa ia tidak berusaha membesarkan dirinya sendiri. Ia tahu panggilan Tuhan baginya sebagai pembuka jalan bagi Mesias yang akan datang (ay. 28). Tujuan hidupnya adalah mengarahkan hati orang-orang kepada Yesus, Sang Mesias, dan bukan kepada dirinya sendiri.

Bagaimana dengan kita? Bagaimana reaksi kita ketika di hadapan kita berdiri orang-orang yang siap menggantikan posisi kita? Apa reaksi kita ketika banyak orang mulai membanding-bandingkan kemampuan kita dengan orang lain? Apakah kita mulai terganggu? Seorang besar sejati tentu tidak akan terganggu dengan semua itu. Sebaliknya, ia akan menunjukkan kebesaran hatinya untuk membuat orang lain merasa dirinya besar. Ia akan memberi dukungan dan turut senang dengan keberhasilan orang lain. --Samuel Yudi Susanto

SEORANG YANG MEMILIKI KEBESARAN HATI
AKAN TERBEBAS DARI GODAAN UNTUK BERSAING.

Yohanes 3:22-36

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 02 Juli 2013

YANG BURUK JUGA

Nats: Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? (Ayub 2:10)

Ayub orang terkaya pada masanya, saleh dan takut akan Allah. Dia memiliki banyak harta dan hidupnya damai sejahtera. Dia menikmati hari-harinya dengan bersemangat. Lalu, Tuhan mengizinkan Iblis mengambil semua yang ia miliki. Seluruh tubuhnya -- dari telapak kaki sampai batu kepalanya -- pun penuh dengan barah busuk. Orang dapat melihat dengan jelas betapa berat penderitaan. Tetapi, Ayub tidak protes: "Saya sudah melakukan semua kehendak-Mu, mengapa hal ini terjadi sama saya?" Ayub justru berkata, "Aku akan melompat-lompat kegirangan di waktu kepedihan yang tak kenal belas kasihan, sebab aku tidak pernah menyangkal Firman Yang Mahakudus" (Ayub 6:10). Artinya, Ayub siap menerima baik perkara yang baik maupun perkara yang buruk dari Tuhan.

Ketekunan Ayub berbuah. Pada pasal terakhir kitab Ayub, Tuhan memulihkan keadaan Ayub dan Tuhan memberikan kepadanya dua kali lipat dari segala kepunyaannya dulu. Ayub memilih tetap berpegang pada Tuhan, entah dalam keadaan baik entah dalam keadaan buruk. Terbukti, Tuhan tidak pernah membawa kita kepada keadaan yang melampaui kekuatan kita.

Mungkin yang kita alami tidak separah pengalaman Ayub. Namun, saat melewati keadaan yang buruk, masih bisakah kita percaya penuh pada Tuhan dan janji-janji-Nya? Apa yang kita lakukan jika bisnis kita gagal atau terjadi peristiwa yang tidak kita harapkan, padahal kita sudah aktif dalam pelayanan? Apakah kita akan protes atau tetap percaya bahwa janji Tuhan itu ya dan amin? --Istiasih

JANJI TUHAN ITU SEPERTI MATAHARI
YANG TETAP BERSINAR MESKIPUN TERALANG AWAN MENDUNG

Ayub 1-2

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 01 Juli 2013

STIGMA NEGATIF

Nats: Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. (Yakobus 2:1)

Masyarakat cenderung menerakan stigma tertentu pada golongan orang tertentu. Orang yang pernah menginap di hotel prodeo atau lembaga pemasyarakatan, misalnya, tak ayal mendapatkan stigma negatif dan cenderung disingkiri. Tidak sedikit narapidana yang kesulitan berbaur kembali dengan masyarakat ketika masa hukumannya usai. Akibatnya, alih-alih kembali bermasyarakat secara wajar, mereka malah kembali terjerumus ke dalam dunia kriminal.

Dalam kehidupan iman, menerakan stigma negatif pada orang lain adalah sikap yang tercela. Rasul Yakobus menyebutnya sebagai memandang muka, yaitu membedakan perlakuan terhadap orang lain karena status sosialnya. Apa yang terlihat dengan mata jasmani dapat dengan mudah menipu karena manusia tidak dapat mengetahui isi hati dan pikiran orang lain. Pembedaan perlakuan terhadap si kaya dan si miskin adalah contoh yang sering terjadi, termasuk di dalam gereja.

Allah mau umat-Nya belajar memandang orang lain seperti ia memandang dirinya sendiri. Orang yang mampu mengasihi sesama seperti dirinya sendiri -- termasuk menghargai orang lain tanpa melihat status sosial atau penampilan fisiknya -- sedang berbuat baik (Yak. 2:8). Sikap seperti ini selayaknya dijalankan secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimana kita menerapkan iman selama ini? Apakah kita menyimak nasihat Rasul Yakobus ini manakala berinteraksi dengan sesama? Mari kita bersama-sama belajar menilai seseorang bukan dari penampilan luarnya, melainkan seperti cara Tuhan memandang diri kita. --Widodo Surya Putra

IMAN YANG SEJATI MEMBUANG STIGMA NEGATIF
DAN MEMPERLAKUKAN SETIAP ORANG DENGAN KASIH

Yakobus 2:1-13

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®