Jumat, 11 Oktober 2013

MATAKU SENDIRI

Nats: Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. (Ayub 42:5)

Ketika mengikuti kuliah Penginjilan Anak dalam program pascasarjana, seorang pendeta perempuan merasa tercelikkan oleh penjelasan dosen tentang karya keselamatan Kristus. Karena begitu terharu, ia sampai menangis tersedu-sedu. "Sekarang saya baru memahami hal ini dengan jelas. Mata saya seperti terbuka. Mengapa tidak ada dosen yang mengajarkan sejelas ini ketika dulu saya kuliah untuk menjadi sarjana teologi? Jadi apa yang saya pelajari selama ini? Apa yang telah saya ajarkan selama ini kepada jemaat saya?" katanya. Toh ia tetap bersyukur, akhirnya ia dapat memahami makna keselamatan melalui kematian Kristus.

Ayub orang yang saleh, jujur, takut akan Allah, dan menjauhi kejahatan. Ia selalu setia mempersembahkan kurban kepada Allah. Sekalipun bencana menghantamnya bertubi-tubi­ segala hartanya lenyap dalam hitungan menit, sepuluh anaknya meninggal, tubuhnya dijangkiti penyakit mengerikan, istrinya merongrong imannya, para sahabat menyalahkannya­ ia tetap teguh beriman. Dan, justru melalui segala kesukaran itu, ia benar-benar mengenal Allah. Sekarang ia bukan hanya mendengarkan kata orang tentang Allah. Ia mengalami perjumpaan dengan Allah secara pribadi.

Allah yang menyatakan diri dalam Alkitab bukanlah sekumpulan doktrin atau konsep. Dia sesosok Pribadi. Menjadi Kristen artinya memiliki hubungan dengan Allah yang hidup, yang dapat dialami secara nyata. Apakah Anda menaati Allah karena tradisi saja? Ataukah Anda menjalin hubungan pribadi dengan Dia? --Hembang Tambun

ALLAH TIDAK PERNAH JAUH DARI ORANG PERCAYA;
KITALAH YANG KERAP MENGABAIKAN KEHADIRAN-NYA.

Ayub 42:1-6

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 10 Oktober 2013

IA LAYAK DITOLONG

Nats: Ia layak Engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang membangun rumah ibadat untuk kami. (Lukas 7:4-5)

Seorang teman mengeluh kepada kami dengan mengatakan bahwa ia kecewa kepada Tuhan. Menurutnya, ia telah banyak berkorban untuk pelayanan gereja, tetapi masalahnya justru semakin banyak dan tak kunjung selesai. Ia merasa layak ditolong, tetapi Tuhan seolah tak mau menolongnya.

Sebagai manusia kita tentu memiliki banyak harapan, dan kita berharap Tuhan mengabulkannya. Kita berharap bahwa ketaatan kita kepada-Nya selalu berbuah manis, bahwa Dia akan selalu memenuhi keinginan kita. Ketika Tuhan tidak memenuhinya, kita kecewa dan menuduh Tuhan tidak adil. Nah, apakah memang harus seperti itu? Bagi tua-tua Yahudi dalam bacaan hari ini tampaknya "ya", tetapi bagi Yesus "tidak".

Perhatikan bahwa Yesus membandingkan iman perwira itu dengan iman orang Israel. Jadi, hamba perwira itu sembuh bukan karena perbuatan tuannya menolong orang Yahudi membangun rumah ibadat, melainkan karena imannya yang tidak tanggung-tanggung kepada Yesus. Iman inilah yang membuat Yesus terheran-heran (ay. 9).

Karena itu, masihkah kita akan "menuntut" berkat Tuhan dengan mengandalkan perbuatan baik kita? Apakah kita akan menyatakan bahwa kita layak ditolong karena kita telah banyak melayani, memberikan persembahan, menolong orang lain? Perspektif semacam ini perlu diluruskan. Pertama, kita akan ditolong bukan karena telah berbuat baik, melainkan karena kemurahan Tuhan. Kedua, pertolongan-Nya tidak selalu berlangsung menurut waktu dan cara yang kita harapkan. Maukah kita mengimaninya? --Piter Randan Bua

PERTOLONGAN TUHAN ITU UNTUK MENDATANGKAN KEBAIKAN BAGI KITA,
BUKAN UNTUK MEMBALAS KEBAIKAN KITA.

Lukas 7:1-10

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 09 Oktober 2013

FOKUS KEPADA ALLAH

Nats: Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu. (1 Samuel 17:45)

Konsentrasi dan fokus sangat vital dalam berkendaraan di jalan raya. Tanpa itu, kemungkinan terjadi kecelakaan makin meningkat. Di sepanjang jalan banyak iklan, informasi atau pemandangan yang bisa mengalihkan fokus kita. Jika tidak berhati-hati, kita dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain. Agar tetap aman, fokus dan konsentrasilah.

Dalam perjalanan hidup banyak masalah dan pergumulan yang berusaha mengalihkan fokus kita dalam mempercayai Allah. Kadang-kadang ia hadir melalui kondisi keuangan yang sulit, jodoh yang tak kunjung datang, karier yang seakan jalan di tempat, penyakit yang menahun, dan lain-lain. Tidak sedikit orang yang fokusnya teralih dari Tuhan karena tarikan dan godaan masalah yang begitu kuat.

Untuk itu, kita perlu belajar menjaga fokus dan kepercayaan kita. Seperti Daud yang tidak terpengaruh sedikit pun oleh ancaman Goliat, kita dapat meneguhkan hati dalam menghadapi setiap godaan yang diperhadapkan kepada kita. Bagaimana pun besarnya godaan itu, kita harus berani berkata tidak terhadapnya.

Landasan keteguhan kita adalah kepercayaan yang kokoh di dalam Tuhan. Keyakinan akan pemeliharaan dan kasih setia-Nya akan memampukan kita menghadapi semua tekanan hidup yang berat sekali pun. Seperti dalam persahabatan, semakin kita mengenal-Nya semakin besar kepercayaan kita kepada-Nya. Karena itu, arahkanlah fokus hidup kita untuk semakin mengenal Allah yang kita percayai, Allah yang berkuasa atas semua pergumulan hidup kita. --Piter Randan Bua

BERFOKUS KEPADA TUHAN MENEGUHKAN KITA
DALAM MENGHADAPI MASALAH HIDUP.

1 Samuel 17:40-58

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

KAPANKAH PAGI?

Nats: Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi, lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi. (Mazmur 130:6)

Proses persalinan anak pertama kami cukup sulit. Dokter terpaksa menggunakan alat bantu yang menyebabkan terjadinya cedera di otaknya. Ia mesti menjalani perawatan intensif sebelum diperbolehkan pulang. Syukurlah, kondisinya hari demi hari kian membaik. Namun, bagaimana dengan cedera otaknya? Benarkah tidak ada dampak yang serius? Kami berdoa agar semuanya baik-baik saja. Dan, karena beberapa pertimbangan, kami baru memeriksakan kondisi otaknya ketika anak kami berusia 10 tahun. Menurut dokter saraf, tidak ada tanda-tanda pernah terjadi cedera otak. Hati kami sungguh bersyukur mendengarnya.

Namun, pengalaman menanti selama hampir 10 tahun, dengan berbagai kegalauan yang berkecamuk, mengingatkan saya akan bagaimana seorang pengawal mengharapkan datangnya pagi. Penuh ketegangan dan harus selalu waspada. Kadang jiwa ini lelah. Seolah-olah saya seorang diri melewati "malam persoalan hidup". Tetapi, di sinilah saya belajar untuk selalu mengharapkan Tuhan.

Tumpukan kertas kerja yang menggunung, rekan kerja yang menusuk dari belakang, pasangan hidup yang tidak menjalankan janji pernikahan, anak yang kurang taat, pelajaran di sekolah yang banyak dan sulit, diputus pacar-segudang persoalan hidup dapat meletihkan jiwa. Namun, di manakah sauh pengharapan kita labuhkan? Tuhanlah Penolong kita. Dia senantiasa menyertai kita dalam setiap langkah kehidupan, dan tidak meninggalkan kita ketika masalah datang melanda. Penyertaan-Nya, itulah sumber kelegaan jiwa kita. --Maryolein Wibowo

BAIK PADA WAKTU MALAM GELAP MAUPUN SAAT FAJAR MEREKAH,
TUHAN ADA, MENYERTAI KITA, DAN TIDAK BERDIAM DIRI.

Mazmur 130:1-8

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

GOYAH SAAT MENANTI

Nats: Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak." (Kejadian 16:2)

Menanti bukanlah kegiatan yang menyenangkan bagi kebanyakan orang. Ketika seseorang menanti, ia menghadapi ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi. Apalagi kalau masa penantian itu begitu lama. Tidaklah mengherankan jika ada orang yang akhirnya menyerah dan mengambil jalan pintas.

Ini pula yang terjadi pada Abram dan Sarai dalam bacaan hari ini. Kisah ini terjadi sekitar sebelas tahun setelah Tuhan berjanji bahwa Abraham akan menjadi bapak bangsa yang besar. Kita tentu setuju bahwa sebelas tahun adalah periode waktu yang sangat panjang bagi siapa pun yang sedang menanti, apalagi bagi Abram dan Sarai yang sudah sangat tua.

Tak heran kalau kemudian, di tengah kegundahan menantikan pemenuhan janji ini, keyakinan Abram dan Sarai goyah. Akibatnya mereka mengambil jalan pintas untuk "membantu" Allah memenuhi janji-Nya, dan akhirnya lahirlah Ismael dari Hagar. Tetapi, kita tahu bahwa usaha mereka ini kemudian justru mendatangkan banyak masalah bagi mereka sendiri, bagi Hagar, dan bagi keturunan mereka.

Apakah saat ini Anda sedang menantikan pemenuhan janji Tuhan atau jawaban dari-Nya? Mungkin itu soal buah hati, soal jodoh, soal karier, dsb.? Jangan menyerah! Tetapi, jangan pula mengambil jalan pintas melalui cara yang tidak kudus, seperti menggunakan bantuan ilmu klenik. Sebaliknya, pakailah waktu menanti ini untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin sehingga ketika akhirnya Tuhan menjawab penantian tersebut, Anda siap menyambutnya dengan penuh rasa syukur. --Alison Subiantoro

TUHAN SANGGUP UNTUK MEMENUHI JANJI-NYA;
KITA TIDAK PERLU REPOT-REPOT MEMBANTU-NYA.

Kejadian 16:1-16

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 02 Oktober 2013

DITOPANG KASIH SETIA

Nats: Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. (Mazmur 13:6)

Ada batas kekuatan manusia untuk bertahan menghadapi persoalan hidup. Jika kita merenungkan ungkapan hati Daud dalam kitab Mazmur ini, tentu kita dapat menarik kesimpulan tentang apa yang terjadi pada dirinya. Ya, Daud merasa sangat lelah dan tidak mampu lagi menghadapi beragam persoalan yang bertubi-tubi menimpanya.

"Berapa lama lagi, Tuhan, Kaulupakan aku terus menerus? Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajah-Mu terhadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekhawatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?" Bukankah doa-doa seperti ini juga yang sering kita ucapkan kepada Tuhan untuk menyatakan ketidakmampuan kita mengatasi persoalan hidup? Menurut saya, ungkapan hati seperti ini sangat wajar muncul dalam pikiran atau ucapan kita. Daud pun merasa seolah-olah Tuhan meninggalkannya. Tetapi, satu ucapan terakhir yang patut kita cermati dan kita teladani: Daud tetap menguatkan kepercayaannya kepada Tuhan! Itulah yang membuatnya dapat bertahan dan tampil sebagai pemenang pada akhirnya.

Apakah yang memampukan Daud bertahan? Kasih setia Tuhan. Kasih setia-Nya menyediakan perlindungan dan kekuatan baginya sehingga ia mampu bertahan jauh melampaui batas kemampuannya sebagai manusia. Begitu juga, di tengah pergolakan badai hidup, Anda dan saya dapat mengandalkan kasih setia Tuhan. Dia tidak akan membiarkan kita tergeletak, tetapi kita akan menyaksikan kuasa-Nya menolong dan meneguhkan kita. --Samuel Yudi Susanto

TANPA KASIH SETIA TUHAN, DENGAN APAKAH KITA AKAN BERTAHAN
DALAM MENGHADAPI BERBAGAI PERSOALAN HIDUP?


Mazmur 13:1-6

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®