Sabtu, 08 Februari 2014

TERPAKSA PULANG KAMPUNG

Nats: Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. (Ayub 42:2)

Dulu saya bekerja di perantauan. Suatu saat saya mesti pulang kampung karena Ibu terkena stroke dan saya harus menjaganya. Di satu sisi, saya senang bisa bertemu dan berkumpul kembali dengan keluarga dan saudara-saudara. Di sisi lain, saya sangat sedih melihat keadaan Ibu. Dulu ia sangat aktif; sekarang terus menerus berbaring, tidak dapat bangun atau berjalan tanpa bantuan orang lain.

Rencana manusia sering berbeda atau bahkan bertolak belakang dengan rencana Allah. Pada waktu itu karier saya sedang bagus dan sejumlah impian saya mulai terealisasi. Banyak hal dipercayakan kepada saya dan saya sangat menikmatinya. Tetapi, saya harus meninggalkannya. Meskipun terasa berat, saya belajar memahami rencana Tuhan.

Kisah kehidupan Ayub menghibur saya. Terbukti, Allah itu layak dipercaya. Dia tidak pernah merencanakan hal yang jahat atau kecelakaan terhadap umatNya. Sekalipun harus mengalami sengsara dan kehilangan, Ayub tidak meninggalkan Allah. Pada akhirnya ia menyaksikan Allah memulihkan hidupnya menjadi jauh lebih baik.

Seperti Ayub yang tetap mempercayai Allah sekalipun hidupnya hancur, saya memutuskan mengikuti rencana Tuhan yang belum saya mengerti. Ya, terhadap rencana Allah yang sulit diduga, kita bisa belajar mengikutinya dan percaya bahwa rencanaNya lebih baik dari segala rencana manusia. Yang pasti, Allah menyertai kita apa pun yang terjadi. Dia tidak pernah meninggalkan kita seorang diri dan membiarkan kita dalam kebingungan. --Istiasih /Renungan Harian

KITA TIDAK TAHU APA YANG AKAN TERJADI PADA MASA DEPAN,
AGAR KITA BELAJAR BERPEGANG TEGUH PADA PENYERTAAN TUHAN.

Ayub 42

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 07 Februari 2014

WARISAN BURUK

Nats: Israel lebih mengasihi Yusuf dari semua anaknya yang lain, sebab Yusuf itulah anaknya yang lahir pada masa tuanya. (Kejadian 37:3)

Ishak pada usia 60 tahun menikahi Ribka, yang saat itu berumur 40 tahun. Kemudian lahirlah Esau dan Yakub bagi keluarga ini. Sungguh disayangkan, mereka tidak mengasuh keduanya dengan baik. Ishak cenderung lebih menyayangi Esau; sebaliknya, Ribka menyayangi Yakub. Kedua orangtua ini mengungkapkan rasa sayang secara timpang kepada kedua anak mereka. Baik Ishak maupun Ribka tampaknya tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu merupakan warisan yang salah bagi anak-anak mereka.

Warisan buruk ini berlangsung pada generasi berikutnya. Sebagaimana perlakuan orangtuanya pada dirinya, begitulah Yakub (Israel) memperlakukan anak-anaknya. Ia lebih mengasihi Yusuf daripada anaknya yang lain. Salah satu alasannya, menurut catatan Alkitab, mirip dengan alasan Ishak, yaitu karena Yusuf lahir pada masa tua Yakub. Apa yang pernah ia lihat dan ia alami di rumah orangtuanya, itu pula yang Yakub lakukan di rumahnya sendiri. Warisan salah yang ia terima turut membentuknya menjadi orangtua yang pilih kasih.

Setiap anak memiliki keunikan yang berbeda-beda, namun hal ini bukanlah alasan bagi kita untuk bersikap pilih kasih. Cara kita mengungkapkan kasih kepada masing-masing anak bisa saja berlainan, namun kita tidak seharusnya membela salah satu anak lebih dari yang lain karena lebih menyayangi anak itu. Kita memperlakukan mereka seadil mungkin sehingga kita tidak memberikan warisan yang mendatangkan penyesalan di kemudian hari. Belum terlambat untuk memulainya dari sekarang. Mari! --Yunias Indah W /Renungan Harian

SALAH SATU WARISAN YANG PALING BERHARGA ADALAH
KASIH YANG ADIL TERHADAP ANAK-ANAK KITA.

Kejadian 37:1-11

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

DRAMA MEMILUKAN

Nats: Daud mendaki bukit Zaitun sambil menangis, kepalanya berselubung dan ia berjalan dengan tidak berkasut. (2 Samuel 15:30)

Drama memilukan sering terjadi di banyak keluarga. Dalam keluarga yang tampaknya bahagia, harmonis, dan baik-baik saja, tiba-tiba terbongkar bahwa anak kebanggaan mereka terlibat narkoba. Tidak berhenti di situ, anak keduanya pun diburu polisi karena melakukan kejahatan. Hati orangtua mana yang tidak berduka karenanya?

Daud pun mengalami drama keluarga yang tak kalah memilukan. Tuhan berjanji bahwa tahtanya akan kokoh selama-lamanya, namun nyatanya kini ia harus mengalami masalah pelik. Absalom, anak kandungnya, berencana melakukan kudeta atas tahta sang ayah. Daud pun mengungsi ke Bukit Zaitun sambil menangis dan tanpa alas kaki (ay. 30)! Dalam perjalanan menuju tempat pengungsiannya, ia dikutuki oleh Simei bin Gera, keturunan Raja Saul (16:68). Menghadapi semua kepiluan ini, Daud berkata, "Mungkin Tuhan akan memperhatikan kesengsaraanku ini, dan Tuhan membalaskanku dengan sesuatu yang baik sebagai ganti kutuk orang itu pada hari ini" (ay.12).

Persoalan pelik dalam rumah tangga, dalam hal hubungan dengan sesama, atau pekerjaan mungkin sedang membelit kita. Bagaimana reaksi kita? Untuk menghadapinya, kita dapat mengingat kembali perkataan Yesus: "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Matius 5:44). Alih-alih menyalahkan atau mengutuk orang lain, marilah kita menunjukkan kesabaran dan kebesaran hati untuk tetap mengasihi walaupun dibenci dan tetap memberkati walaupun dikutuki. --Samuel Yudi Susanto /Renungan Harian

DI TENGAH PERSOALAN HIDUP YANG PELIK, MAUKAH KITA TETAP BERSABAR,
MENGASIHI, DAN MEMBERKATI?

2 Samuel 15:13-37

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

TERSENYUM DI TENGAH SAMPAH

Nats: Ucapkanlah syukur dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. (1 Tesalonika 5:18)

Cuaca panas, debu beterbangan ditiup angin, serta asap pembakaran sampah dan pembuatan arang di Smokey Mountain, tempat pembuangan sampah terbesar di Manila, Filipina, tidak menyurutkan kegembiraan mereka. Meskipun tubuh mereka kotor karena debu, senyum tetap mengembang menghiasi wajah-wajah lugu mereka. Sebuah pemandangan yang mengenaskan, sekaligus memperlihatkan masih adanya sukacita dan harapan di tengah kesusahan dan penderitaan 1.700 keluarga miskin kota yang tinggal di tempat pembuangan sampah. Sukacita yang berasal dari dalam diri, bukan karena keadaan sekitar.

Firman Tuhan menghendaki kita bersukacita selalu, tetap berdoa, dan bersyukur di dalam segala hal. Sukacita bukan karena keadaan sedang baik, tetapi karena kebaikan Kristus Yesus semata. Berdoa tak putus bagaikan menarik napas, bukan karena butuh tetapi karena kerinduan hati. Bersyukur senantiasa, bukan hanya pada saat berprestasi, tubuh sehat, atau bisnis lancar, melainkan karena Tuhan dan kasih-Nya yang luar biasa.

Dapatkah kita menjadi seperti anak-anak, yang tetap tersenyum ceria meskipun dikelilingi sampah? Dapatkah kita tetap bersukacita, berdoa, dan bersyukur ketika keadaan tidak berlangsung seperti yang kita harapkan? Bukan berarti kita lalu pasrah dan berdiam diri menerima nasib, namun kita dapat menegakkan kepala dengan yakin bahwa dalam keadaan terburuk sekalipun, Allah tidak akan meninggalkan kita dan membiarkan kita seorang diri. Dialah pengharapan kita yang teguh. --Adama Sihite /Renungan Harian

BERSUKACITA, BERDOA, DAN BERSYUKUR DALAM SEGALA KEADAAN
ADALAH KUNCI UNTUK HIDUP TANPA DIDIKTE OLEH KEADAAN.

1 Tesalonika 5:16-18

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 04 Februari 2014

Layani Tuhan atau orang miskin?

Yohanes 12:1-11

Di masa kini, idiom "cari makan" biasanya tidak lagi bermakna harfiah, yaitu mencari-cari makanan, entah dengan berburu, memetik, atau mencabut. Jika seseorang sedang "cari makan, " biasanya berarti ia sedang melaksanakan pekerjaan yang bisa ia lakukan dan dapat menghasilkan uang. Bahkan seringkali mereka yang berprofesi sebagai petani atau pemburu tidak langsung memakan hasil tani atau buruan mereka. Hasilnya biasanya dijual, baru uang hasil penjualannya untuk membeli makanan, misalnya. Karena itu, tidak masuk akal jika kita meminta seseorang memilih, pekerjaan atau "cari makan", karena keduanya biasanya bermakna (hampir) sama.

Hal yang sama mestinya juga berlaku bagi dua pilihan yang jadi judul renungan ini. Kata-kata Yudas (5) mengesankan tindakan Maria meminyaki kaki Yesus (3) merupakan pemborosan yang tidak perlu. Sepintas lalu, tidak ada hasil konkret yang bisa diperoleh dari tindakan Maria itu. Sementara jika minyak narwastu itu dijual, pasti banyak orang miskin yang bisa dibantu dengan uang hasil penjualannya. Narasi Injil Yohanes memberikan dua alasan mengapa usul Yudas ini pantas ditolak. Yang pertama, Yudas ternyata korup dan tidak benar-benar peduli dengan nasib orang miskin (6). Yang kedua, yang lebih penting, tindakan Maria ini sebenarnya persiapan bagi hari kematian Yesus (7-8). Ungkapan syukur Maria yang penuh perendahan diri ini menjadi teladan bagi kita, murid-murid-Nya, dalam hal kesigapan memuliakan Tuhan.

Ada bahaya jika kita dengan mudah menafsirkan "pemuliaan" Tuhan sebagai upaya pembangunan gedung megah, pengupayaan perabot gereja mewah, dll. Ini tindakan "sambil menyelam minum air": upaya "memuliakan" Tuhan, entah tulus atau tidak, sambil mengagungkan kelompok/diri sendiri. Ini justru kebalikan dari tindakan Maria. Di dalam konteks sekarang, seringkali justru tindakan melayani orang miskinlah yang paling dekat dengan tindakan Maria di atas: kita memuliakan Tuhan atas hidup itu, sambil dengan tulus hati merendahkan diri di hadapan-Nya. Beranikah kita melakukannya?
Powered by Telkomsel BlackBerry®

BUKAN ORANG KHUSUS

Nats: Inilah daftar nenek moyang Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham. (Matius 1:1)

Umumnya kita beranggapan bahwa pendeta, penginjil, atau misionaris adalah orang-orang khusus dengan talenta khusus, yang dipanggil secara khusus oleh Tuhan untuk mengerjakan rencana-Nya yang khusus bagi dunia. Di atas pundak merekalah terletak tanggung jawab untuk memberitakan kabar keselamatan dalam Yesus Kristus kepada dunia dan mengingatkan orang berdosa agar bertobat.

Padahal, untuk membawa Kristus ke dalam dunia, Tuhan memilih orang-orang dengan berbagai latar belakang. Tuhan memakai para pahlawan seperti Abraham, Ishak, Yakub dan Daud (ay. 2, 6), para wanita yang mempunyai reputasi kurang baik seperti Tamar dan Rahab (ay. 3, 5), orang-orang biasa seperti Hezron, Ram, dan Akhim (ay. 3, 14), bahkan orang-orang jahat seperti Abia dan Manasye (ay. 7, 10). Hal ini sepenuhnya tergantung pada kemurahan Tuhan, bukan pada kualifikasi manusia. Kejahatan, dosa, dan kelemahan manusia pun tidak dapat membatasi pekerjaan Tuhan.

Seperti pada masa lampau, saat ini Tuhan juga dapat memakai orang-orang biasa seperti Anda dan saya untuk menyata kan kehendakNya bagi dunia ini. Mungkin kita merasa tidak memiliki kemampuan hebat atau merasa tidak layak karena sering jatuh dalam dosa. Namun, apakah kita sungguh memercayai Tuhan, mau bertobat, dan menyerahkan diri dipakai olehNya? Jika ya, ada banyak hal yang dapat Tuhan kerjakan melalui kita untuk menggenapi kehendakNya. Tuhan dapat memakai Anda dan saya bagi kemuliaanNya. --Rony Sofian /Renungan Harian

HIDUP YANG MEMULIAKAN TUHAN DIMULAI DARI
HATI YANG MEMERCAYAI TUHAN.

Matius 1:1-17

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 03 Februari 2014

TEOLOGI YANG TIMPANG

Nats: Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya. (Amsal 10:4)

Saya mengenal seorang pria yang begitu aktif dalam pelayanan di gereja. Pada saat yang sama, ia menelantarkan bisnis toko warisan orangtuanya. Keuangannya menjadi morat-marit sehingga mengakibatkan kesusahan bagi keluarganya. Ketika saya mengingatkannya untuk lebih bertanggungjawab dalam usahanya, ia malah menjawab, "Saya tidak pernah memusingkan urusan toko karena Tuhan pasti memberkati kami selama saya melayani Dia dengan sungguh-sungguh!"

Sepintas lalu, jawabannya terdengar benar dan mulia. Akan tetapi, di sini ada sebuah ketimpangan dalam berpikir. Amsal memberikan pandangan yang jauh lebih seimbang. Di satu sisi, Tuhanlah yang memberkati dan mencukupkan kebutuhan kita (ay. 3, 22). Kita tidak boleh menyombongkan berbagai pencapaian ekonomi kita seolah itu hasil kecakapan kita semata. Di sisi lain, Tuhan mau kita bekerja keras dan bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari (ay. 45, 16). Kita tidak dapat menggunakan dalih bahwa Tuhan pasti memelihara kebutuhan kita untuk membenarkan kemalasan kita dalam bekerja. Tuhan tidak memberkati kemalasan; Dia menghendaki kita menjauhi sikap buruk itu.

Bagaimana kita dapat mengalami kehidupan yang dicukupkan oleh Tuhan? Andalkan Tuhan senantiasa sebagai sumber berkat. Namun, jangan berhenti di sana. Giatlah dalam melakukan pekerjaan atau bisnis secara profesional disertai dengan hati yang takut akan Tuhan. Kombinasi keduanya memungkinkan kita menikmati berkat Tuhan. --Jimmy Setiawan /Renungan Harian

TUHAN MAU MEMBERKATI ANDA MELALUI KETEKUNAN
DAN KESETIAAN ANDA DALAM BEKERJA.

Amsal 10:1-7

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 02 Februari 2014

PEMIMPIN BERKUALITAS

Nats: Karena tidak ada seorang pun padaku, yang sehati dan sepikir dengan aku dan begitu bersungguh-sungguh memperhatikan kepentinganmu. (Filipi 2:20)

Sosok F.X. Hadi Rudyatmo mungkin tidak seterkenal Jokowi, Gubernur DKI Jakarta. Namun, mantan wakil Jokowi yang sekarang menjabat sebagai Walikota Surakarta ini dikenal peduli pada rakyatnya. Sejak masih menjadi wakil walikota, pria berkumis lebat ini menyumbangkan gajinya untuk kepentingan warganya. Sesekali, ia rela merogoh kocek pribadinya untuk kegiatan sosial tanpa mengharapkan imbalan. Rudy mewakili sosok pemimpin yang rela melayani.

Dalam Alkitab, kita mengenal Timotius sebagai sosok pemimpin berkualitas. Keunggulan karakternya diakui oleh Paulus, mentor sekaligus bapa rohaninya. Timotius sehati dan sepikir dengan Paulus dalam pekerjaan Tuhan. Cucu Lois ini dikenal sungguh-sungguh memperhatikan kepentingan umat Tuhan, bukannya sibuk memikirkan kepentingan sendiri. Ia mengabdikan hidupnya untuk memuliakan Tuhan, bukan mengejar ambisi pribadi. Kualitas Timotius sebagai pemimpin semakin lengkap oleh kesetiaannya yang teruji dalam pelayanan Injil (ay. 22). Tidaklah mengherankan jika Paulus berharap bisa segera mengirim Timotius kepada umat Tuhan di Filipi.

Seseorang yang mengutamakan kepentingan Kristus tidak akan menjadi egois pada waktu yang bersamaan. Orang yang memiliki kualitas karakter seperti Timotius, meskipun tidak menjabat sebagai pemimpin, hidupnya akan berdampak positif bagi lingkungan sekitarnya. Sebagaimana Kristus rela berkurban bagi umat manusia, biarlah kita juga dikenal sebagai orang yang mendahulukan kepentingan sesama. --Widodo Surya Putra /Renungan Harian

KETIKA KITA MENGUTAMAKAN KEPENTINGAN SESAMA,
KITA MENYATAKAN KASIH KRISTUS KEPADA DUNIA.

Filipi 2:19-24

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 01 Februari 2014

MENJAGA LIDAH

Nats: Siapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia orang yang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. (Yakobus 3:2)

Charles Spurgeon dan istrinya suatu saat menjual telur ayam peliharaan mereka. Mereka benar-benar menjualnya, tidak memberikan secara cuma-cuma, bahkan kepada saudara atau kerabat dekat. Beberapa orang menganggap mereka pelit. Suami-istri itu membiarkan saja berita itu beredar tanpa berusaha membela diri. Akhirnya, terkuaklah apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata hasil penjualan telur itu digunakan Spurgeon dan istrinya untuk menyokong hidup dua janda lanjut usia. Mereka bersepakat untuk menolong tanpa diketahui orang lain.

Kita hidup di tengah dunia yang begitu mudah membicarakan masalah dan keburukan orang lain. Lihat saja tayangan televisi atau ambillah lembaran koran, kita akan mendapati banyak liputan gosip tak sedap. Tanpa sadar kita jadi mulai terbiasa dan ikut terseret dalam arus kebiasaan itu. Betapa sering kita menilai seseorang sebatas apa yang kita lihat dan kita ketahui. Alih-alih mencari fakta yang sebenarnya, mendoakan, dan menjaga nama baik orang itu, kita cenderung mempergunjingkannya.

Alkitab mengajarkan pentingnya mengendalikan lidah. Salah satu caranya dengan tidak menyebarluaskan atau membicarakan masalah seseorang pada orang lain yang tak perlu mengetahuinya. Jika saudara kita berbuat salah, kita diminta untuk menegurnya dengan kasih, bukan mempergunjingkannya. Nah, sebagai anak Allah, kita sepatutnya belajar menggunakan lidah untuk mengasihi, bukan untuk menyakiti satu sama lain. --Hendro Saputro /Renungan Harian

LIDAH YANG TAK TERKENDALI MENDATANGKAN KEMATIAN.
LIDAH YANG TERKENDALI MEMBUAHKAN KEHIDUPAN.

Yakobus 3:1-12

e-RH Situs: http://renunganharian.net
Powered by Telkomsel BlackBerry®