Sabtu, 29 Desember 2012

BERKAT DARI KRITIK

Meskipun saya senang belajar dari masukan orang lain, pada praktiknya tidak selalu mudah mencerna dan menerimanya. Suatu kali pemimpin saya mengembalikan sejumlah naskah yang sudah saya tulis dengan susah payah disertai komentar yang intinya mengatakan bahwa naskah-naskah itu harus dirombak ulang. Spontan saya protes dan berusaha membela pendapat saya. Lucunya, ketika pikiran sudah lebih tenang, dan saya membaca ulang komentar-komentar yang diberikan, saya menemukan banyak konsep saya yang memang keliru. Sambil memperbaikinya saya bersyukur. Kritik membangun mencegah saya melakukan kesalahan yang memalukan, sekaligus membuka wawasan dan mengasah ketajaman berpikir saya.

Alkitab memperingatkan kita untuk memiliki sikap yang terbuka untuk diajar. Teguran-teguran yang dimaksudkan untuk membangun haruslah didengarkan (ayat 31). Bukan didengarkan sambil lalu, tetapi diterima dengan pikiran terbuka. Teguran yang membangun itu disamakan dengan didikan, pengajaran yang memberikan akal budi (ayat 32). Rugi besar jika kita mengabaikannya, kita sedang membuang kesempatan untuk maju. Sikap yang mau diajar adalah cerminan kerendahan hati. Jika seseorang tidak cukup rendah hati untuk menerima masukan sesama, mungkinkah ia bisa sepenuh hati mendengarkan didikan Tuhan?

Acap kali pelayanan terhambat dan hubungan dalam tubuh Kristus bermasalah karena kita menolak untuk saling mendengarkan. Kita tidak mau belajar dari orang lain yang Tuhan tempatkan di sekitar kita. Adakah noda keangkuhan hati yang mungkin perlu kita bersihkan hari ini agar kita dapat dengan jernih melihat masukan-masukan yang penuh berkat di sekitar kita? --ELS

TEGURAN YANG TULUS IBARAT PISAU OPERASI.
DITUJUKAN UNTUK MEMPERBAIKI, BUKAN UNTUK MENYAKITI.

Amsal 15:29-33
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 27 Desember 2012

KOK BUKAN SAYA?

Semasa kuliah, saya "laris" diminta menangani acara anak dari berbagai gereja. Sempat tebersit rasa tak rela saat adik-adik kelas bermunculan dan menerima lebih banyak undangan melayani, terutama di tempat-tempat yang baru. Sebenarnya jika diundang, saya akan punya banyak dilema, karena saya sedang sibuk dengan tugas akhir. Namun, entah mengapa, saat itu iri hati tetap muncul meski hanya sesaat.

Perumpamaan Yesus tentang para pekerja di kebun anggur sangat telak menegur sikap iri hati (ayat 15). Para pekerja lama marah karena keberuntungan yang dinikmati oleh para pekerja baru (ayat 11). Mereka tak lagi puas dengan apa yang sudah diterima dan tadinya dianggap cukup (ayat 13). Sebelum perumpamaan ini diberikan, Petrus mempertanyakan upah bagi para pengikut Yesus. Pertanyaan ini muncul setelah ia mendengar Yesus menjanjikan harta di surga bagi orang lain (lihat 19:21, 27). Ketika Yesus berbicara tentang takhta kepada Petrus, muncul pertanyaan baru apakah murid tertentu bisa memiliki posisi tertentu (lihat 19:28, 20:21). Mungkinkah perumpamaan ini diberikan Yesus untuk menangkis potensi iri hati di hati para murid?

Pelayanan bisa rusak apabila iri hati melanda sesama anggota tubuh Kristus. Biasanya kita tidak iri pada orang yang jauh di atas kita atau yang berbeda bidang, tetapi justru pada rekan yang dekat dan kemampuannya mirip dengan kita. Kita perlu mengingatkan diri kita bahwa Allah berdaulat dalam memberikan kemampuan dan berkat-Nya. Ketika kita cemburu, kita sedang menuduh Allah berlaku tidak adil. Dan itu jelas bukan perilaku warga kerajaan Allah! --ITA

PERHATIKANLAH APA YANG DIBERIKAN ALLAH PADA KITA,
BUKAN APA YANG DIBERIKAN-NYA PADA ORANG LAIN.

Matius 20:1-16
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 24 Desember 2012

USAHA YANG KELIRU

Pernahkah Anda berandai-andai bahwa hidup Anda akan lebih baik jika hal tertentu Anda miliki? Andai aku memiliki pekerjaan tertentu ... andai aku punya banyak uang ... andai aku menemukan orang yang tepat ... andai aku dikaruniai tubuh yang indah ... andai jabatanku naik .... Ini adalah pergumulan semua orang. Kita berusaha mencari sesuatu yang akan memenuhkan hidup kita, yang akan menyelamatkan kita dari segala belitan masalah.

Bagaimana kita menanggapi kata Alkitab bahwa segala sesuatu yang kita perlukan untuk hidup sudah dikaruniakan pada kita? (ayat 3). Mungkin itu membuat kita bertanya-tanya. Tuhan, aku sudah lama mengikut-Mu, mengapa aku merasa hidupku masih begini-begini saja? Masalahnya mungkin terletak pada definisi kita tentang hidup. Rasul Petrus menjelaskan bahwa hidup yang berhasil itu tidak ada hubungannya dengan tren dunia, tetapi bagaimana kita dibentuk makin serupa dengan kodrat ilahi (ayat 4). Keberhasilan adalah makin siap menjadi warga kerajaan kekal dari Tuhan sendiri (ayat 11). Dan oleh kasih karunia Tuhan, semua yang kita butuhkan untuk itu telah disediakan di dalam Yesus Kristus (ayat 2-3). Yesus membebaskan kita dari dosa, dan memungkinkan kita mengejar hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup ini (ayat 5-9).

Mungkinkah selama ini kita mencari "Juru Selamat" di tempat yang keliru? Kita mencarinya dalam pekerjaan kita, dalam diri pasangan kita atau sosok pemimpin kita, dalam kepemilikan harta benda kita, dalam pencapaian, bahkan dalam kecanduan kita. Segala sesuatu telah disediakan Allah di dalam Kristus, Sang Juru Selamat dunia. Sudahkah Anda datang kepada-Nya? --JOE

SEGALA YANG DIBUTUHKAN UNTUK HIDUP YANG BERHASIL
TELAH DISEDIAKAN ALLAH DI DALAM YESUS, JURU SELAMAT DUNIA.

2 Petrus 1:1-11
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 23 Desember 2012

DIA MENYUSAHKANKU

Anak itu bernama Gerhard Herbert Kretschmar. Usianya lima bulan, lahir buta, tangan kakinya tidak sempurna. Ia adalah korban praktik eutanasia pertama atas perintah pribadi Adolf Hitler pada dokter pribadinya. Setelahnya, tercatat lebih dari 200.000 penyandang cacat yang dibunuh dalam kurun waktu tahun 1939-1945. Mereka dipandang tidak berguna, tidak pantas untuk hidup. Dengan kemajuan teknologi medis, tak hanya mereka yang terlahir cacat, anak-anak dalam kandungan yang berpotensi cacat pun kini banyak dibunuh dengan praktik bernama keren: aborsi. Anak sehat pun banyak diaborsi karena orangtuanya tidak siap atau tidak mau membayar harga untuk mengasuhnya.

Bertentangan dengan rencana pribadinya; berpotensi menyusahkan hidupnya; tidakkah keegoisan ini yang juga menggerakkan Herodes untuk memerintahkan pembantaian massal anak-anak di Betlehem? Ia tidak mau ambil risiko. Pengganggu itu harus disingkirkan. Berapa pun harga yang harus dibayar. Siapa pun yang harus dikorbankan. Rencana agung Allah Yang Mahatahu tidak gagal karenanya. Namun, seisi Betlehem meratap. Dan Herodes sendiri tak pernah berjumpa dengan Sang Mesias.

Apakah Anda ngeri melihat keegoisan Herodes, Hitler, dan para orangtua yang berusaha menyingkirkan para "penghambat" hidup mereka? Bagaimana dengan keegoisan kita sendiri? Menghalalkan segala cara untuk menyelesaikan masalah bisa menjadi solusi yang menggoda ketika kita merasa Tuhan memperlambat bahkan menghambat hidup kita dengan banyak masalah. Janin yang cacat, pasangan yang sulit, dan sebagainya. Tanpa disadari, kita mungkin sedang melewatkan hal-hal terbaik dari-Nya. --MEL

HAL-HAL YANG KITA ANGGAP SEBAGAI PENGHAMBAT
DAPAT MEMBAWA KITA MENGALAMI TUHAN DENGAN LEBIH HEBAT.

Matius 2:16-18
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 21 Desember 2012

DAMAI DI BUMI

Seorang pengusaha yang sedang stres diajak temannya mengikuti sebuah seminar manajemen stres. Salah satu saran dari pembicara seminar itu adalah: "Lepaskan stres Anda dengan menceritakan masalah Anda kepada seseorang yang bisa mendengarkan." Ia lalu menambahkan bahwa salah satu cara terbaik adalah berbicara kepada hewan kesayangan. Sang pengusaha sangat jengkel. Ia membayar mahal sebuah tiket seminar hanya untuk mendengarkan saran bahwa ia harus memiliki hubungan dari hati ke hati dengan anjing piaraannya. Jelas hewan itu takkan bisa membantu membereskan konflik-konflik pemicu stres yang ia alami dan menghadirkan damai di hatinya.

Natal membawa kabar baik bahwa Yesus datang untuk membawa damai sejahtera di bumi (ayat 14). Damai yang akan dinikmati oleh orang-orang yang "berkenan kepada Tuhan". Bagaimana mungkin manusia berdosa bisa diperkenan Allah? Jelas bukan dengan usahanya sendiri. Orang paling saleh di dunia pun tak luput dari kekhilafan di hadapan Allah yang mahasuci dan membenci dosa. Manusia butuh Juru Selamat yang akan membebaskan mereka dari dosa-dosa yang menyebabkan mereka tak dapat hidup dalam damai dengan Allah dan dengan sesama.

Rick Warren menulis: "Kedamaian dunia takkan ada tanpa kedamaian di tengah bangsa-bangsa. Kedamaian bangsa takkan ada tanpa kedamaian di tengah komunitas kita. Kedamaian komunitas takkan ada tanpa kedamaian di tengah keluarga kita. Kedamaian keluarga takkan ada tanpa Raja Damai bertakhta dalam hati kita." Ia benar. Jika Anda merindukan damai yang sejati, mengapa tidak datang kepada Sumber-Nya? --LIT

BAGAIMANA DAMAI DAPAT TERCIPTA DALAM HIDUP KITA
JIKA KITA SENDIRI BELUM BERDAMAI DENGAN ALLAH?

Lukas 2:8-14
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 19 Desember 2012

BEBAS DARI AIB

Aib. Anda dan saya tentu memilikinya. Sesuatu yang memalukan. Noda yang ingin kita tutupi. Catatan yang ingin kita kubur dalam-dalam. Mungkin itu berupa masa lalu yang kelam, latar belakang keluarga, kekurangan secara fisik, dan sebagainya. Kita takut tidak diterima orang lain. Kita berusaha memolesnya dengan berbagai hal yang akan dipandang baik oleh orang lain.

Aib. Betapa hal ini menghantui hari-hari Elisabet. Tidak bisa punya anak alias mandul adalah aib pada zamannya. Apalagi suaminya adalah seorang imam. Tentu ada bisik-bisik mengapa pasangan ini tidak dikaruniai penerus keturunan. Tak putus-putusnya Elisabet dan suaminya berdoa memohon sebuah keajaiban (ayat 13). Tuhan tidak menjawab. Meski demikian, mereka tetap setia melayani hingga lanjut usia (ayat 6-7). Hingga suatu hari yang tak pernah diduga itu tiba. Tuhan membuatnya mengandung! Sungguh tak dapat dipercaya! Ia kini bisa menyombong ke semua tetangga yang dulu membicarakannya karena mukjizat yang diterimanya. Menariknya, ia justru menarik diri selama lima bulan. Ia tidak sibuk memperbaiki reputasinya. Tidak ada yang perlu dibanggakan. Tuhan berhak membiarkan aib itu melekat seumur hidupnya, dan Elisabet tetap senang melayani-Nya. Jika kini Dia bermurah hati untuk menghapuskannya, segala puji hanya bagi Tuhan!

Kita tak dapat mengendalikan pendapat orang lain. Namun, kabar baiknya, kita tak perlu mendapatkan penerimaan dari manusia mana pun agar bisa hidup bahagia! Yesus datang untuk menggantikan segala aib kita dengan kebenaran-Nya sehingga kita dapat diterima oleh Allah. Bukankah itu jauh lebih penting daripada diterima oleh manusia? --MEL

ORANG MENERIMA KITA JIKA KITA MEMENUHI STANDAR MEREKA.
TUHAN MENERIMA KITA DENGAN KASIH TAK BERSYARAT.

Lukas 1:5-25
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 16 Desember 2012

SUKA MENUNDA

Salah satu penyakit saya semasa kuliah adalah suka menunda-nunda. Meski tak berniat untuk malas, kerap saya mengalir begitu saja menjalani hari, mengabaikan jadwal yang sebenarnya sudah saya buat. Ketika tugas harus dikumpul atau ujian tiba, saya terpaksa harus begadang. Heran juga kalau melihat bahwa semua itu sebenarnya dapat diselesaikan dalam waktu relatif singkat ketika saya benar-benar fokus. Jika saya sedikit lebih rajin, tentu saya tak perlu begadang dan yang saya kerjakan bisa lebih optimal.

Alkitab berulang kali memberi nasihat tentang kemalasan. Salah satunya yang kita baca hari ini. Kemalasan mengakibatkan kerja paksa. Kemalasan bisa membuat seseorang tidak menikmati, apalagi memetik manfaat dari apa yang dikerjakannya. Mungkin akhirnya ia merasa didikte orang lain yang lebih rajin (ayat 24). Mungkin akhirnya ia merasa sering gagal (ayat 27). Di sini penulis Amsal berbicara tentang sesuatu yang realistis untuk dicapai, tetapi tidak kesampaian karena usaha yang diberikan terlalu sedikit.

Kemalasan atau keengganan melakukan sesuatu pada waktunya bisa bersumber dari banyak hal. Mungkin sesuatu itu memang kurang kita sukai. Mungkin cara kita menata waktu perlu dibenahi. Temukan dan bereskanlah akar masalahnya. Setiap orang punya kecenderungan untuk bermalas-malasan. Kita lebih suka mengatur jadwal sesuka hati dari pada memperhatikan kepentingan orang lain. Kemalasan bisa merebut sukacita dan berkat dalam bekerja serta hidup bersama. Mari melatih diri untuk rajin dan persembahkan upaya terbaik kita untuk menghormati Tuhan. --ITA

KESEMPATAN YANG TUHAN BERIKAN
TAK PANTAS KITA JALANI DENGAN BERMALAS-MALASAN.

Amsal 12:24-28
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 15 Desember 2012

KARENA MENGHORMATI TUHAN

Alkisah seorang raja mencari pengawas kebun kerajaan dengan cara yang unik. Tiap pelamar diberikan sekantong biji untuk ditanam selama waktu tertentu. Seorang pemudi ikut mendaftar dengan semangat. Biji dari raja ditanamnya hati-hati, disiramnya tiap hari. Namun, betapa sedih hatinya melihat biji itu tak kunjung tumbuh. Ketika tiba batas waktu untuk melapor ke istana, ia melihat orang-orang membawa tanaman yang indah-indah. Setengah menangis ia mohon ampun pada raja, karena biji itu tidak mau tumbuh sekalipun ia telah merawatnya tiap hari. Raja menepuk pundaknya dan berkata, "Semua biji yang kuberikan sebenarnya sudah dipanggang, jadi tidak mungkin tumbuh. Entah dari mana tanaman-tanaman yang mereka bawa. Terima kasih sudah membawa kejujuranmu. Hari ini juga kamu resmi menjadi pengawas kebun kerajaanku."

Kejujuran tak hanya menunjukkan ketulusan hati, tetapi juga sikap yang menghormati orang lain. Karena hormat, kita tidak mau menipu orang itu. Lebih dari menghormati sesama, Amsal berkata bahwa sikap yang jujur menghormati Tuhan sendiri (ayat 2). Ketika seseorang berdusta, ia sebenarnya sedang menghina Tuhan Yang Mahatahu. Memang bersikap jujur di tengah dunia yang sarat ketidakjujuran bisa dipandang sebagai suatu kebodohan di mata manusia. Namun tidak di mata Tuhan. Orang yang jujur justru menunjukkan kesetiaan dan kebaikan di hadapan-Nya (ayat 5, 9).

Ketika diperhadapkan pada pilihan untuk jujur atau tidak, ingatlah bahwa kita tidak saja sedang berurusan dengan manusia, tetapi juga dengan Tuhan. Manusia tidak serbatahu, tetapi Tuhan tahu apakah kita sedang menghormati-Nya atau tidak. --ELS

JUJUR ITU MENGHORMATI TUHAN.
MENYATAKAN BAHWA DIA MAHATAHU DAN MENYUKAI KEBENARAN.

Amsal 14:1-9
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 13 Desember 2012

MENGUKUR KEFASIKAN

Siapa sih orang fasik itu? Pertanyaan menarik itu terlontar dalam sebuah pertemuan di kantor. Apakah orang fasik sama dengan orang yang tidak percaya Tuhan? Apakah orang fasik identik dengan orang jahat? Apakah ada orang kristiani yang bisa disebut fasik?

Pada dasarnya orang fasik adalah orang yang congkak, merasa ia tahu apa yang baik (ayat 2-3, 6). Hukum-hukum Allah tidak relevan baginya (ayat 5). Ia melakukan segala sesuatu sesuai dorongan hatinya, tanpa berpikir tentang apa yang menjadi kehendak Allah, apa yang memuliakan Allah, bagaimana ia harus bergantung kepada Allah. Ia bukan orang yang ateis, tetapi ia hidup seolah-olah Allah tidak ada, tidak melihat, dan tidak akan menuntut pertanggungjawaban atas hidupnya (ayat 4, 11). Dalam bagian-bagian lain di Alkitab kita bisa melihat bahwa para pemimpin rohani pun bisa terjebak dalam dosa kefasikan (Yeremia 23:11).

Seberapa sering kita berpikir tentang Allah dan kehendak-Nya dalam menjalani hidup? Kita bisa beribadah beberapa jam lalu melanjutkan hidup seolah-olah Dia tidak melihat. Kita bisa melakukan banyak hal yang baik tanpa memikirkan Allah sama sekali. Kita jarang berpikir tentang tanggung jawab kita kepada Pencipta kita dalam bekerja. Kita merasa cukup baik karena tidak melakukan dosa-dosa besar. Kita tidak tertarik membangun relasi yang intim dengan Allah. Dalam derajat tertentu, kita pun bisa berlaku fasik sehingga pola pikir dan perilaku kita tidak banyak berbeda dengan orang-orang yang belum mengenal Allah. Kefasikan memberi ruang bagi dosa-dosa lain untuk bertumbuh. Waspadalah! --ELS

HINDARKAN DIRI DARI KEFASIKAN DENGAN MENYADARI BAHWA ALLAH HADIR
DAN TERLIBAT DALAM HIDUP KITA SETIAP HARI.

Mazmur 10
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 11 Desember 2012

ARTIKEL: MENGEMBANGKAN KARAKTER PEMIMPIN KRISTEN (I)

Pendahuluan

Hampir mustahil memisahkan antara kepemimpinan Kristen dengan karakternya, antara kepemimpinan Kristen dengan kehidupan spiritualnya. Ini merupakan hal yang paling penting dan absolut jika hendak menjadi pemimpin Kristen yang efektif. Setiap pemimpin gereja yang potensial juga akan terkena diskualifikasi jika tidak menunjukkan kehidupan kerohanian yang baik. Itu sebabnya Yesus memberikan teladan dengan menjadi manusia, agar para pemimpin Kristen memiliki roh seorang hamba Tuhan yang dimampukan dan diperkaya oleh Roh Kudus.

Saat ini, bangsa Indonesia sangat membutuhkan pemimpin yang memiliki karakter. Hampir semua sisi kenegaraan dililit oleh masalah, baik bidang pemerintahan, pendidikan, olah raga, bahkan gereja juga tidak bebas dari permasalahan. Oleh karena itu, bangsa ini sangat membutuhkan pemimpin yang memiliki integritas.

Pembahasan dalam tulisan ini akan difokuskan pada karakter para pemimpin gereja, serta peran mereka dalam mengembangkan karakter bangsa, paling tidak menjadi teladan. Karakter yang dimaksud, bukan berbicara soal dedikasi dan kekudusan, walaupun itu adalah esensial. Tetapi, karakter ini berbicara tentang manusia sebagai ciptaan Allah, yang berperan mentransformasikan (mengubah) dunia ini.

Keunikan Karakter

Karakter atau pribadi atau oknum adalah suatu istilah yang menunjuk pada sesuatu yang hidup, yang diciptakan Allah menurut gambar dan rupa Allah. Ini adalah hal yang sangat penting untuk diketahui dalam kepemimpinan Kristen karena manusia adalah pribadi yang diciptakan Allah, yang memunyai keunikan khusus yang tidak ada duanya di muka bumi ini. Saya adalah saya, di mana tidak ada orang yang bisa menyamakannya. Jadi, karakter atau kepribadian kita masing-masing adalah unik, tidak dapat terulang, tidak dapat ditiru orang lain. Inilah yang berharga yang manusia miliki.

Itu sebabnya ketika berbicara tentang pengembangan karakter pemimpin agar bisa menjadi teladan, maka bukan berarti menciptakan keseragaman, melainkan pengembangan yang mengikuti model dan teladan dari Allah di dalam pribadi Yesus Kristus. Setiap pemimpin Kristen memiliki keunikan khusus sebagai pribadi di mata Tuhan. Tulisan ini tidak bermaksud menjadikan semua orang seragam, tetapi memperkembangkan pribadi sesuai dengan apa yang Tuhan sudah beri dalam kehidupan setiap orang.

Pemimpin Adalah Kunci

Di dalam tren dunia manajemen umum, fokus keberhasilan adalah kepada pemimpin. Peter Drucker (seorang pakar manajemen) berkata, "Sesungguhnya, para eksekutif yang tidak berhasil mengefektifkan dirinya sendiri, tentu tidak dapat mengefektifkan rekan kerja atau bawahannya."

Seorang pemimpin tidak dapat berharap banyak bila hanya mengandalkan perubahan pada orang lain, karena perubahan harus terjadi dulu pada diri sang pemimpin. Itulah sebabnya, kepemimpinan sebagai agen perubahan (agent of changes) harus melihat diri dan karakter yang ada pada dirinya.

Persoalan yang sering dihadapi oleh para pemimpin dewasa ini ada beberapa hal. Pertama, godaan untuk merasa cukup (self-sufficient). Artinya, para pemimpin merasa dirinya tidak memerlukan orang lain, padahal dia perlu. Dia tidak perlu lagi belajar, tidak perlu bekerja sama dengan orang lain karena sudah merasa diri cukup dengan gelar kesarjanaan yang diperolehnya. Padahal, bagi dunia sekarang ini ketergantungan, kerja sama, jaringan kerja (networking) sangat penting untuk mencapai keberhasilan. Apalagi kita, kita sangat perlu bergantung kepada sang Pencipta, yaitu Allah. Secara jelas Yesus mengatakan bahwa tanpa Aku, kamu tidak akan dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:5).

Godaan yang kedua adalah ingin menjadi spektakuler, yang biasa disebut dengan mental selebritis (celebrity mentality). Artinya, ingin cepat terkenal, dan bukannya bergantung pada Tuhan tetapi kepada karisma, pengaruh diri, dan bakatnya. Kecenderungan untuk menjadi cepat terkenal dan berhasil, menyebabkan banyak pemimpin muda terjebak dalam frustrasi karena ketidakseimbangan antara keinginan dan karakternya yang belum matang dalam pelayanan.

Godaan yang ketiga adalah keinginan yang berpusat pada diri (self-centered desire) untuk berkuasa. Keinginan ini muncul dalam bentuk ingin menguasai orang-orang, gereja, dan keuangan. Padahal, dalam pelayanan, jemaat adalah milik Kristus.

Oleh sebab itu, pengembangan karakter bangsa harus dimulai dari diri sendiri, yang memiliki hubungan yang akrab dengan Kristus yang adalah pemimpinnya. Ada beberapa karakter pada diri yang perlu dikembangkan terlebih dahulu sebelum dapat memengaruhi orang lain:

1. Memimpin dengan contoh.

Banyak orang yang membicarakannya, tetapi hanya sedikit orang yang benar-benar mengertinya. Banyak orang ingin menjadi teladan, tetapi hanya sedikit yang mencapainya.

Seorang pemimpin Kristen berperan untuk membentuk karakter Kristen, bukan mentransfer pengetahuan teologi atau sekadar tahu Alkitab. Sebagai seorang pemimpin gereja atau pelayanan lainnya, tugas pemimpin adalah pembentukan karakter Kristen.

Bila demikian, maka pemimpin sendiri harus memiliki karakter yang bertanggung jawab dan memimpin dengan contoh (leading by example). Ketika kita mempelajari sejarah gereja, apakah kepentingannya bagi kita sehingga nama-nama dan karya mereka harus kita pelajari? Itu karena para pemimpin memiliki suatu karakter yang agung, sehingga layak untuk ditulis sebagai sejarah. Sejarah para tokoh gereja menunjukkan betapa mereka, sebagai manusia, telah menjadi teladan dalam karyanya yang semuanya bermuara dari karakternya. Nama seperti Paulus, Timotius, Agustinus, Polikarpus, Martin Luther, Calvin, Karl Barth, John Wesley (dan banyak nama lainnya tidak disebut di sini), semuanya dicatat karena karakter mereka dapat menjadi teladan bagi kita. Pertanyaannya adalah apakah sejarah akan memperlakukan kita sama seperti mereka karena teladan karakter yang kita miliki? Waktu yang akan berbicara karena "waktu adalah kesaksian yang paling terbukti bagi kepribadian Anda".

Hal lainnya adalah perintah Paulus yang meminta calon pemimpin yang dibinanya, dalam hal ini Timotius dan Titus, untuk bertumbuh dalam tiga hal yaitu kerohanian, kepribadian, dan kemahiran/keterampilan (1 Timotius 4:12; Titus 2:7-8). Paulus bersikeras bahwa mereka harus menjadi teladan dalam seluruh aspek kehidupan rohani, karakter, dan keterampilan mereka dalam mengajar dan mengembangkan karunia rohani mereka.

2. Memimpin dengan integritas.

Dalam sebuah survei di Amerika yang ditujukan kepada kurang lebih 1.300 pemimpin perusahaan dan pejabat pemerintahan, diberikan suatu pertanyaan "Kualitas apakah yang paling penting untuk dimiliki supaya sukses menjadi pemimpin?" Jawabannya menarik karena mayoritas, 71 persen, memilih integritas sebagai syarat yang terpenting.

Arti kata integritas adalah keadaan yang sempurna, di mana perkataan dan perbuatan menyatu dalam diri seseorang. Seseorang yang memiliki integritas tidak akan meniru orang lain, tidak berpura-pura, tidak ada yang disembunyikan, dan tidak ada yang perlu ditakuti. Kehidupan seorang pemimpin adalah seperti surat Kristus yang terbuka (2 Korintus 3:2).

Beberapa ciri integritas seorang pemimpin Kristen: pertama, hidup sesuai dengan apa yang diajarkan; kedua, melakukan sesuai dengan apa yang dikatakan; ketiga, jujur dengan orang lain; keempat, memberikan yang terbaik bagi kepentingan orang lain atau organisasi daripada diri sendiri; kelima, hidup secara transparan.

Integritas sebagai karakter bukan dilahirkan, melainkan dikembangkan secara satu per satu dalam kehidupan kita, melalui kehidupan yang mau belajar dan keberanian untuk dibentuk oleh Roh Kudus. Itu sebabnya, seorang pemimpin terkenal berani berkesimpulan, bahwa karakter yang baik akan jauh lebih berharga dan dipuji manusia, dibandingkan dengan bakat atau karunia yang terhebat sekalipun. Kegagalan sebagai pemimpin bukan terletak pada strategi dan kemampuannya dalam memimpin, melainkan pada tidak adanya integritas pada diri pemimpin.

3. Memimpin dengan jiwa dan roh.

Memimpin dengan jiwa dan roh adalah pelayanan kita nantinya, bukan hanya soal pekerjaan laksana seorang upahan. Sebagai contoh (ini bukan kisah nyata, tetapi bisa terjadi di kota-kota besar), seorang majelis bertanya kepada gembala dan stafnya, "Mengapa Anda sebagai gembala tidak berkunjung?" "Karena tidak ada uang transpor, apalagi gaji yang kecil ini tidak cukup untuk makan sebulan," jawab mereka. "Baiklah," pikir majelis yang kemudian memutuskan memberi uang transpor. Ternyata beberapa bulan kemudian, pelayanan kunjungan tidak jalan dan hanya sesekali, sehingga ditegur kembali. Jawab sang gembala dan staf, "Memang ada uang transpor, tetapi waktu tidak cukup. Bayangkan, untuk mengunjungi satu jemaat diperlukan waktu berjam-jam, apalagi jika naik 'pete-pete' (kendaraan atau angkutan umum, Red.)." Kemudian, majelis memutuskan untuk membelikan motor bagi mereka. Semangat pun kembali berkobar, namun itu hanya berlangsung sesaat saja. Pelayanan kunjungan kembali tidak dilakukan setelah beberapa bulan. Ketika ditegur, mereka berkata, "Wah, harus buat jadwal, Bapak majelis. Karena kalau tidak, jam kunjungan kita bisa bertabrakan. Akan ada jemaat yang satu minggu dikunjungi beberapa kali." Ketika sudah diatur jadwal kunjungan, ternyata pelayanan kunjungan tidak berjalan juga. Dengan heran majelis bertanya, "Apa lagi?" Jawab sang gembala dengan staf, "Wah, Pak. Kami sudah banyak anak sekarang, dan tidak ada lagi yang menjaga mereka. Jadi, saya harus jaga mereka."

Cerita di atas hanya fiktif, tetapi tujuannya untuk menggambarkan bahwa banyak pemimpin tidak lagi memiliki jiwa dan roh pelayanan. Jawaban para pemimpin di atas masuk akal (rasional), tidak ada yang bisa membantahnya. Tetapi, satu yang hilang adalah panggilan pelayanan (sense of calling). Cerita ini menggambarkan betapa kita tidak memiliki hati seorang hamba, yang ada adalah mental pekerja upahan yang bekerja menurut standar upah. Tidak ada kecintaan akan pekerjaan dan mau berkorban untuk-Nya.

Kisah tentang Yesus yang membasuh kaki murid-murid-Nya dalam Yohanes 13:1-20, seharusnya menjadi teladan kita untuk menjadi seorang pemimpin yang berjiwa hamba. Pemimpin yang memiliki hati hamba adalah pemimpin yang dimotivasi oleh kasih untuk melayani dan memberi teladan.

Albert Schweitzer (misionari, musisi, dan humanis agama) pernah berkata tentang arti pelayanan, "Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan Anda, tetapi saya hanya tahu satu hal: di antara kalian yang akan memiliki kebahagiaan adalah mereka yang sungguh mencari dan mendapatkan prinsip bagaimana melayani."

Pemimpin yang melayani dengan jiwa dan roh, akan membentuk karakter dari pemimpin itu menuju ke arah watak Kristus.

Diambil dan disunting dari:
Nama situs: Daniel Ronda
Alamat URL: http://www.danielronda.com/index.php/kepemimpinan/56-mengembangkan-karakter-pemimpin-kristen.html
Penulis: Daniel Ronda
Tanggal Akses: 4 Juni 2012
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 10 Desember 2012

SETAN KALAH TELAK

Apakah Anda percaya dengan keberadaan setan? Ada beberapa kalangan yang tak percaya dan menganggap orang yang disebut kerasukan sebenarnya mengalami penyakit syaraf dan kejiwaan tertentu. Namun, banyak pula yang percaya bahwa setan itu ada. Bahkan, dalam beberapa acara televisi, kerap ditampilkan tayangan mengenai "orang berilmu" yang sedang melawan roh halus alias setan. Orang ini memejamkan mata serta merapal doa dan mantra. Alkitab jelas menyatakan setan itu ada. Tuhan Yesus kerap kali "berjumpa" dengan setan. Dan, dalam setiap kesempatan itu, Dia mampu mengatasi dan menaklukkannya.

Berbagai cara pengusiran setan juga dikenal dalam praktik Yahudi. Namun, Yesus mengejutkan orang banyak karena Dia melakukannya hanya dengan kata-kata. Cukup dengan sekali hardikan saja (ayat 25). Betapa besar otoritas yang ada dalam diri Yesus! Roh jahat itu ketakutan karena mengenali siapa sesungguhnya Yesus dan tahu tujuan kedatangan-Nya (ayat 24). Ini hanya yang pertama dari sekian peristiwa Yesus mengusir setan yang dicatat dalam Injil. Di kayu salib, Yesus menuntaskan apa yang Dia mulai di rumah ibadah di Kapernaum ini, yakni menghancurkan kuasa roh jahat, setan, dan iblis untuk selama-lamanya.

Setan masih bisa meneror kita hari ini, tetapi sesungguhnya otoritasnya terbatas dan ia tidak berdaya menghadapi Kristus, Tuhan kita. Mengimani kebenaran ini adalah kunci kesaksian kita di tengah dunia yang seringkali takut dan putus asa menghadapi kuasa-kuasa jahat zaman ini. Dunia ini, walau tampaknya masih penuh teror iblis, telah ditaklukkan oleh otoritas Allah di dalam Yesus yang penuh kasih. Wartakan kabar baik ini! --ICW

MENYATAKAN KEMENANGAN MUTLAK KRISTUS ATAS KUASA SETAN
ADALAH OTORITAS DAN TUGAS GEREJA DI SETIAP GENERASI.

Markus 1:21-28
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 07 Desember 2012

KATA YESUS TENTANG DIRI-NYA

Siapakah Yesus? Jika Anda adalah seorang kristiani mungkin pertanyaan ini terdengar bodoh. Tentu saja Dia adalah Tuhan dan Juru Selamat umat manusia. Namun, faktanya, seringkali status ini terlalu sering disebutkan dengan muatan makna yang beragam. Bagi sebagian orang, kedua gelar itu menunjukkan bahwa Yesus adalah Seorang yang secara istimewa dipilih Tuhan untuk menunjukkan jalan hidup yang benar bagi umat manusia. Yang lain menganggapnya sebagai Sang Pembuat mukjizat, teladan moral teragung, guru dengan hikmat yang luar biasa, dan pendiri agama besar yang patut dihormati.

Namun, pernyataan-pernyataan Yesus tentang siapa diri-Nya jauh dari gambaran itu. Yesus menyatakan diri-Nya bukan salah satu jalan, bukan seorang penunjuk jalan tetapi Dia sendirilah jalan kepada Allah (ayat 6). Dia bahkan menyatakan bahwa diri-Nya adalah perwujudan dari Allah yang tidak bisa dilihat oleh manusia (ayat 7, 9-11). Ingin tahu seperti apa Allah itu? Lihatlah Yesus! Sebuah pernyataan yang super radikal, yang bahkan sulit diterima orang pada masa-Nya, sehingga mereka akhirnya menyeret-Nya ke kayu salib (lihat pasal 19:7).

Pikirkanlah sekali lagi ketika Anda berkata bahwa Anda memercayai Yesus. Dia menyatakan diri-Nya sebagai Allah sendiri. Bukan sekadar Tokoh Agung dalam sejarah yang patut dipelajari dan diteladani hidup-Nya, melainkan Tuhan yang memegang kendali penuh atas hidup dan mati. Semua perkataan-Nya dapat dipercaya dan harus ditaati. Di luar Dia, orang tidak mungkin diperdamaikan dengan Allah. Apakah hidup kita sungguh mencerminkan bahwa kita memercayai Yesus sesuai dengan apa yang Dia nyatakan? --HAN

YESUS BUKAN HANYA PRIBADI YANG PATUT DITELADANI,
MELAINKAN JUGA ALLAH YANG BERKUASA ATAS HIDUP DAN MATI.

Yohanes 14:1-13
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 06 Desember 2012

SAHABAT YESUS

Bagaimana perasaan Anda jika hari ini telepon berdering dan seseorang di seberang sana mengabarkan bahwa Anda terpilih untuk menghadiri jamuan makan malam di istana presiden? Untuk lebih meyakinkan Anda, ia menyebutkan identitas lengkap Anda berikut nomor-nomor dokumen kewarganegaraan Anda. Begitu telepon ditutup Anda mungkin tidak tahan untuk tidak menceritakannya kepada seisi rumah, bahkan teman-teman dekat Anda.

Bagaimana perasaan Anda mendengar Yesus berkata, bahwa Dia mengasihi Anda, dan Anda adalah sahabat-Nya? Adakah perasaan bangga, terhormat, sekaligus gentar menyelimuti, karena Tuhan Yang Mahakuasa, menganggap kita begitu berharga? Dia tidak harus melakukannya. Dia bukan Pribadi kesepian yang membutuhkan sahabat. Namun, bukankah seringkali kita menggambarkan Tuhan seperti layaknya seseorang yang memelas meminta persahabatan kita. Seolah-olah karena Tuhan sudah berkorban begitu banyak, kita harus memperhatikan dan membalas budi baik-Nya: "Tuhan sungguh ingin bersahabat dengan kita! Tidakkah kita juga mau bersahabat dengan-Nya?"

Menjadikan kita sahabat itu sepenuhnya pilihan Yesus, bukan sesuatu yang tergantung kita (ayat 16). Kita tidak sedang diajak bersimpati dengan-Nya, kita sedang menerima kehormatan yang besar dari-Nya! Dengan tegas Yesus memberitahukan syarat untuk menerima kehormatan itu: taatilah perintah-Nya, perhatikanlah semua firman-Nya (ayat 14-15). Tidak lagi dengan mental seorang pesuruh yang hanya mengikuti instruksi, tetapi sebagai sahabat yang melakukan sesuatu dengan kasih. Apakah Anda sahabat Yesus? --LIT

MENJADI SAHABAT YESUS ADALAH SEBUAH KEHORMATAN,
BUKAN AJAKAN BERSIMPATI APALAGI SEBUAH PAKSAAN.

Yohanes 15:9-17
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 05 Desember 2012

MENGASIHI SECARA TOTAL

Ada kisah nyata tentang seorang bapak tua bekas pecandu alkohol di Kalifornia bernama Rings. Sejak menerima Kristus sebagai Juru Selamat, ia tak pernah lagi memakai nafkahnya untuk membeli alkohol. Meski hanya tinggal di kabin mobil, ia pun tak berusaha menyewa tempat tinggal yang lebih baik. Ia memakai semua uangnya untuk membeli bahan makanan dan memasaknya bagi para tunawisma, sembari bercerita tentang Yesus yang telah memberi kemerdekaan dalam hidupnya. Ia mengatakan Tuhan-lah yang menyuruhnya memberi makan orang lain dengan uang yang Dia berikan, karena Tuhan mengasihi mereka.

Memberikan seluruh nafkahnya, itu juga yang dilakukan seorang janda yang datang ke Bait Allah. Persembahannya adalah dua keping mata uang Yahudi yang terkecil nilainya. Namun, Yesus tahu apa arti uang itu bagi sang janda. Seluruh nafkahnya. Orang-orang kaya bisa memberikan sebagian hartanya tanpa terganggu standar hidupnya. Namun, persembahan janda itu mungkin membuatnya tidak bisa makan seharian. Belum lama berselang murid-murid mendengar Yesus mengajar hukum yang terutama, yaitu mengasihi Tuhan dengan totalitas hidup (lihat 12:29-30). Kini, mereka diajak-Nya melihat orang yang mempraktikkan hukum itu secara nyata.

Kita bisa dengan mudah memberi waktu dan uang untuk kegiatan-kegiatan berlabel rohani selama itu tidak mengganggu kehidupan pribadi atau keluarga kita. Tanpa sadar kita membagi ruang hidup kita menjadi "yang sekuler" dan "yang rohani", yang "milik kita" dan yang "milik Tuhan". Tuhan ingin kita mengasihi-Nya dengan totalitas hidup. Bagaimana kita akan menerapkan perintah ini? --MEL

TUHAN INGIN KITA MENGASIHI-NYA SECARA TOTAL.
SEMUA ASPEK DALAM HIDUP ADALAH PERSEMBAHAN KITA BAGI-NYA.

Markus 12:41-44
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 04 Desember 2012

LUPA KASIH YANG SEMULA

Soren Kierkegaard mengarang cerita tentang seorang pria dari negeri Barat yang datang ke Tiongkok dan menjalin cinta dengan seorang wanita di sana. Ketika pulang ke negeri asalnya, ia berjanji kepada sang wanita untuk mempelajari bahasa Mandarin supaya mereka dapat saling menulis surat cinta. Ia memenuhi janjinya dengan belajar bahasa Mandarin sampai ke perguruan tinggi. Bahkan, ia menjadi guru besar bahasa itu. Namun, ia akhirnya lebih mencintai bahasa Mandarin dan profesi barunya sebagai guru besar. Ia tak lagi peduli untuk menulis surat kepada sang kekasih, apalagi kembali ke Tiongkok. Ia melupakan kasihnya yang semula kepada sang kekasih.

Hati kita miris membaca ironi cerita di atas. Namun demikian, ironi ini kerap dilakukan anak-anak Tuhan. Itu pulalah yang terjadi di tengah-tengah jemaat Efesus. Di satu sisi, mereka memiliki aneka prestasi yang mengagumkan. Mereka suka berjerih lelah, tekun melayani, rajin menguji ajaran palsu, dan sabar menderita bagi Tuhan (ayat 2-3, 6). Akan tetapi, Tuhan tetap mencela dan menegur mereka. Mengapa? Karena, jauh di dalam hati, mereka sudah kehilangan kasih yang semula kepada-Nya (ayat 4). Aktivitas mereka yang secara lahiriah sangat padat dan sibuk, tidak dibarengi dengan kedalaman kasih mereka kepada Tuhan.

Apakah kita memiliki kecenderungan seperti jemaat di Efesus? Kita suka melayani. Kita menegakkan ajaran yang benar. Kita mau menderita bagi Tuhan. Akan tetapi, kita sudah melupakan kasih yang semula kepada Tuhan. Camkanlah peringatan Tuhan Yesus ini dan bertobatlah sekarang juga. --JIM

INILAH PERMOHONANKU YANG TULUS:
LEBIH MENGASIHI ENGKAU, OH KRISTUS! - HOWARD DOANE

Wahyu 2:1-7
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 03 Desember 2012

KARUNIA YANG BERBEDA

Apa yang Anda pikirkan ketika melihat orang cacat? Kasihan? Merasa ia tak bisa apa-apa? Carilah informasi tentang Natalia Partyka, Oscar Pistorius, Ni Nengah Widianingsih, dan Agus Ngaimin, atlet-atlet cacat dengan prestasi kelas dunia. Nick Vujicic dan Judy Siegle, jutaan orang diinspirasi oleh mereka. Bacalah kisah nyata tentang Joni Eareckson Tada, yang memberdayakan jutaan orang melalui pelayanan Joni and Friends. Tepatlah jika istilah disabled person (orang yang tak punya kemampuan) diganti dengan istilah differently-abled person (orang dengan kemampuan yang berbeda) atau disingkat diffable.

Entah itu cacat bawaan maupun akibat kecelakaan, sulit memahami maksud Allah mengizinkannya. Seperti Ayub, mereka tentu bertanya-tanya mengapa Allah membiarkan hal buruk menimpa. Walaupun tak paham, Ayub mengakui bahwa Allah berhak untuk bertindak menurut pertimbangan-Nya yang mahabijak (ayat 13). Adakalanya itu berarti memberikan kemenangan (ayat 16), adakalanya itu berarti mengizinkan kegagalan (ayat 17-25) Namun, Dia layak dihormati karena Dia Allah, bukan karena situasi yang dialami manusia.

Belajar dari Ayub, Joni bertekad bahwa sesulit apa pun hari-harinya sebagai penyandang cacat, ia akan selalu mengasihi Allah dan membuat Allah dihormati tiap orang yang berinteraksi dengannya. Di Hari Difabel Internasional ini, mari mendoakan para penyandang cacat agar memiliki perspektif dan sikap serupa. Jika kita mengenal beberapa di antara mereka, pikirkanlah tindakan praktis apa yang dapat kita lakukan untuk menjadi saluran kasih Kristus bagi mereka. --ELS

DALAM HIKMAT ALLAH,
SITUASI SULIT DIIZINKAN-NYA UNTUK MENYATAKAN KEMULIAAN-NYA.

Ayub 12:1-25
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 01 Desember 2012

YESUS SAYANG ODHA

Setahun lamanya saya dan pendeta melayani komunitas orang kusta tanpa bekal wawasan medis, dan saya tertular. Itu baru saya sadari saat kuliah dan tinggal di asrama. Dokter menjamin penyakit ini bisa dikondisikan tidak menular, bahkan mudah disembuhkan. Namun, karena stigma negatif terhadap penderitanya belum banyak berubah, bapak asrama yang bijaksana setuju saya menjalani pengobatan secara rahasia.

Tindakan Yesus menyembuhkan pengidap kusta dalam bacaan hari ini sungguh di luar dugaan. Dia menyentuh orang itu (ayat 13). Mengagetkan, sebab itu melanggar hukum agama dan berisiko menularkan penyakit. Penderita kusta dalam budaya Yahudi ada dalam kondisi tidak tahir --mengidap dosa. Bukan hanya kesembuhan, Yesus juga "menularkan" kesejukan bagi jiwa yang telah lama merindukan kasih dan penerimaan melalui sentuhan-Nya. Perintah Yesus agar orang itu menghadap para imam (ayat 14) adalah supaya kesembuhannya mendapat pengesahan hukum dan haknya untuk mendapat penerimaan dalam masyarakat kembali dipulihkan.

Hari ini para ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) banyak mengalami kepahitan para penderita kusta abad pertama: sulit sembuh dan terkucilkan. Mereka perlu menerima kabar anugerah bahwa Tuhan menerima dan mengasihi mereka. Berita baiknya, sentuhan --jabat tangan dan pelukan hangat-- bukanlah media penularan dan dapat menjadi salah satu ekspresi kasih yang bisa kita berikan. Di hari AIDS sedunia ini, mari bersama berdoa agar anak-anak Tuhan dimampukan mengasihi para penderita AIDS dengan kasih Kristus, dan dengan hikmat Tuhan, usaha-usaha dunia medis dapat menemukan terapi yang efektif bagi ODHA. --ICW

ADA MUKJIZAT SEDERHANA YANG DIRINDUKAN ODHA:
SENTUHAN KASIH DAN PENERIMAAN.

Lukas 5:12-16
Powered by Telkomsel BlackBerry®