Jumat, 02 Mei 2014

AWAL PEMBELAJARAN

Nats: Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan. (Amsal 1:7)

Suatu kali anak bungsu saya bertanya mengapa toko anak Tuhan tutup pada hari Minggu. Syukurlah, kakak nya sudah bisa menjelaskan, "Kita berhenti melakukan aktivitas sehari-hari, supaya bisa beribadah. Kan itu perintah Tuhan." Ha, saya tak perlu menjelaskan lagi. Lalu, sang kakak bertanya tentang mitos budaya di Jogja. "Ma, apa betul kita tidak boleh pakai baju hijau kalau pergi ke Pantai Selatan? Memangnya kenapa?" Ha, sekarang saya tak mau menghindar. Sebab, saya ingin mereka mengetahui kebenaran.

Sebagai orangtua, kita perlu me mastikan cara pandang anak kita terhadap segala sesuatu. Apakah mereka sudah memiliki cara pandang yang benar? Cara pandang siapakah yang mereka ikuti? Apakah cara pandang para ilmuwan, cendekiawan, atau cara pandang Tuhan? Mari cermati nasihat Firman hari ini: Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. Apa artinya ini? Cara pandang anak kita hendaknya selaras dengan cara pandang Allah. Bagaimana Allah memandang sesuatu, demikian pula anak kita harus melihatnya. Cara pandang Allah itu akan mengarahkan cara anak kita menanggapi segala sesuatu!

Bila anak-anak sudah memiliki dasar ini, kita tak perlu lagi khawatir bila mereka memasuki belantara informasi. Mereka boleh belajar dan menyerap apa saja. Biarlah mereka menyaringnya bersama Tuhan. Mereka akan tahu mana yang boleh dilakukan, mana yang tidak. Mana yang perlu disimpan, mana yang lebih baik dibuang. Mana yang bisa dipercaya, mana yang tidak. Inilah pembelajaran. --Agustina Wijayani/Renungan Harian

DAMPINGI ANAK-ANAK KITA MENGENAL ALLAH DARI DEKAT,
HINGGA DI HATI MEREKA CARA PANDANG ALLAH PUN MELEKAT.

Amsal 1:1-7
hosanna11.blogspot.com
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 13 April 2014

MENYELAMATKAN ORANG BRENGSEK

Nats: Karena itu, Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak mengasihi. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia mengasihi. (Lukas 7:47)

Ada orang yang tidak menyukai kata-kata dalam lagu Amazing Grace, yaitu pada bagian "that saved a wretch like me" (yang menyelamatkan orang sebrengsek saya). Kata-kata itu dianggap melemahkan semangat, memandang diri hina, dan tidak sesuai dengan ajaran Alkitab yang menghargai harkat manusia. Padahal, ketika menuliskan lagu tersebut, John Newton benar-benar menghayati betapa buruk dirinya. Ia pernah terlibat dalam perdagangan budak selama bertahun-tahun. Ketika berjumpa Kristus, penyesalan dan keharuan menyelimuti hatinya. Ia pun menuangkan perasaan hatinya melalui lagu yang termasyhur tersebut.

Keharuan besar juga meliputi hati perempuan berdosa yang meminyaki kaki Yesus sambil menangis tiada henti. Ia bahkan menyeka kaki Yesus dengan rambutnya. Pada masa itu, tidaklah sopan seorang perempuan menggerai rambutnya di muka umum. Bukan itu saja, ia juga mencium kaki Yesus. Diam-diam orang Farisi yang mengundang makan Yesus merasa risih. Sebaliknya, Yesus justru melihat kasih di balik tindakan ekstrem perempuan ini, kasih karena bersyukur atas pengampunan Yesus terhadap dosanya yang besar (ay. 47).

Entah kita memiliki dosa besar atau kecil pada masa lalu, tiap-tiap kita berhutang amat besar kepada Yesus. Yesus membayar lunas hutang dosa kita dengan harga yang tak ternilai, dengan darah-Nya sendiri yang tak bernoda dan tak bercacat (1 Pet. 1:18-19). Bila kita benar-benar menghayatinya, niscaya kita termotivasi untuk mengungkapkan kasih kepada-Nya. --Heman Elia /Renungan Harian

RENUNGKAN KASIH DAN PENGURBANAN KRISTUS YANG LUAR BIASA;
WUJUDKAN BELAS KASIH DALAM TINDAKAN NYATA SESAMA.

Lukas 7:36-50
hosanna11.blogspot.com
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 12 April 2014

RUMAH SEJATI

Nats: TUHAN, aku cinta pada rumah kediaman-Mu dan pada tempat kemuliaan-Mu bersemayam. (Mazmur 26:8)

Apa gambaran Anda tentang rumah impian? Sebagian orang mungkin berpikir tentang sebuah bangunan yang cantik lengkap dengan tamannya. Sebagian lagi berpikir tentang ruang keluarga yang nyaman. Tetapi, bagaimana kalau kita harus tinggal seorang diri di rumah impian itu sampai tua dan akhirnya mati di sana. Ironis, bukan? Kita ingin tinggal di rumah bersama orang-orang yang kita kasihi. Kalau kita disuruh memilih antara tinggal di rumah impian seorang diri atau di rumah yang kurang bagus tapi bersama orang yang kita kasihi, pasti kita memilih yang kedua. Demikanlah, rumah ideal itu bukanlah soal gedungnya, melainkan kebersamaan yang kita nikmati dengan orang yang kita kasihi.

Begitu pula rumah sejati kita, yang sering disebut dengan "hidup kekal" atau "surga", bukan terutama soal tempat, melainkan kedekatan dengan Tuhan dan pengenalan akan Dia (Yoh. 17:3). Karena itu, saat ini, dalam hidup ini, kita sudah mulai tinggal di rumah sejati kita, meski tentunya belum sempurna. Nampaknya rumah seperti ini juga yang dimaksudkan Daud dalam mazmurnya. Rumah tempat Tuhan bersemayam, bersekutu akrab dengan umat-Nya, memberikan perlindungan dan kekuatan.

Di tengah hidup yang melelahkan di dunia ini, terkadang kita rindu untuk segera "pulang". Syukurlah, kita tidak harus menunggu kematian datang untuk berada di rumah sejati kita. Kita bisa mengalaminya saat ini juga dengan membuka hati dan pikiran kepada Allah, menikmati kehadiran-Nya, dan bersekutu dengan-Nya. --Alison Subiantoro /Renungan Harian

RUMAH SEJATI KITA ADALAH BERADA DEKAT DENGAN TUHAN.

Mazmur 26:1-12
hosanna11.blogspot.com
Powered by Telkomsel BlackBerry®