Kamis, 13 Januari 2011

KHAWATIR

Jika saya adalah Abraham, saya pasti sudah khawatir karena anak
perjanjian dari Tuhan tak kunjung datang. Itu sebabnya, Abraham
sampai memperistri Hagar. Jika saya adalah Yakub, saya pasti sudah
khawatir bagaimana jika kelak akan bertemu Esau, setelah hak
kesulungannya dirampas. Itu sebabnya, ia sampai mempersiapkan
persembahan ternak untuk membujuk Esau.

Khawatir itu suatu perasaan yang manusiawi. Akan tetapi, tidaklah
baik apabila kita terus menerus tenggelam di dalamnya. Saat
kekhawatiran itu datang, setidaknya ada dua sikap yang cenderung
kita ambil. Pertama, kita menyerah. Terlalu berfokus pada masalah,
hingga masalah tersebut menjadi begitu besar dan menguasai diri,
hingga membentuk keyakinan kita. Akibatnya, kita kehilangan sukacita
dan semangat. Menjadi lumpuh dan tak berdaya. Kedua, kita memilih
menempuh jalan pintas. Terlalu percaya diri, mengandalkan kekuatan
sendiri. Nekat. Saat kehilangan akal sehat, tindakan didasarkan pada
emosi sesaat. Keduanya tidaklah membangun.

Lalu, bagaimana seharusnya kita bersikap apabila kekhawatiran itu
melanda? Redamlah kekhawatiran itu, dengan mengisi hati dan pikiran
kita dengan pengharapan. Lalu, berserah dan berharap kepada Tuhan
saja. Berserah dengan keyakinan bahwa bunga di padang pun Dia hiasi
(ayat 28-30). Sambil tetap berharap dengan keyakinan di dalam doa.

Jadi, saat Anda khawatir, janganlah putus berharap. Jalani hari ini
dengan ringan bersama Tuhan. Serahkan rencana hari esok di
tangan-Nya. Percayalah, Dia Mahakuasa menopang kita --DYA

KEKHAWATIRAN MENGINGATKAN AKAN BETAPA LEMAHNYA KITA
SEKALIGUS BETAPA BESARNYA KASIH PEMELIHARAAN TUHAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar