Kamis, 10 Maret 2011

Seperti Dia menerima kita

Perumpamaan ini merupakan rangkaian dengan dua kisah sebelumnya. Masa
itu, orang Farisi dan ahli Taurat heran melihat keberadaan
orang-orang berdosa di sekitar Yesus, yang ikut mendengarkan
pengajaran-Nya (15:1-2). Maka Yesus menyampaikan kisah ini.

Ada kontras antara sikap si bapak dan si anak sulung dalam menyambut
kembalinya si anak bungsu. Sang bapak begitu antusias. Gambaran
bahwa si bapak telah mengenali si bungsu walau masih jauh (20),
seolah memperlihatkan bahwa si bapak selalu menanti-nantikan si
bungsu. Ia sering menengok ke jalan, karena berharap si bungsu
suatu saat ingat pulang. Tak heran, ketika si bungsu pulang, ia
berlari, lalu memeluk dan mencium anaknya itu (20). Penantiannya
terjawab. Ia tidak peduli si bungsu datang compang-camping dan
bukan dalam gemerlap kesuksesan di perantauan. Si bapak tidak
menolak si bungsu, meski datang dalam keadaan miskin dan
memalukan.

Justru sikap si bapak yang aktif menyambut, mendorong respons
pertobatan si bungsu (21). Bapak pun menerima dan memulihkan
(22-24). Namun bagaimana sikap si sulung menyambut kepulangan
adiknya? Ia marah karena ayahnya berpesta atas kepulangan orang
yang sulit dia sebut sebagai adik.

Biasanya kita melihat diri sebagai si bungsu yang cari kesenangan,
lalu jatuh ke jurang sengsara. Namun pernahkah menyorot diri kita
sebagai anak sulung, yang merasa selalu taat dan benar? Itulah
masalah orang Farisi, yang disorot Yesus. Mereka memandang orang
lain berdosa, dan ukuran kekudusan adalah tidak berteman dengan
pendosa. Padahal Yesus sering berada bersama orang berdosa.

Konsep semacam itu dapat membuat kita tidak menjangkau yang terhilang.
Kita akan dijauhi oleh mereka karena kita sendiri telah menjauhi
mereka. Jika kita memahami anugerah Allah, kita akan menyambut
yang terhilang seperti Allah menyambut mereka. Kita juga
sebelumnya berdosa, hanya kemudian kita menerima kasih karunia
Allah. Maka marilah kita memiliki pikiran Kristus yang menerima
setiap pendosa, seperti Dia juga telah menerima kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar