Rabu, 08 Juni 2011

Iman yang melampaui keterbatasan

Iman yang Tuhan berikan kepada Abraham agar mempunyai kekuatan untuk
meninggalkan kemapanan kaum keluarganya di Haran, tampak
meninggalkan pola yang sangat jelas dalam sikap Abraham terhadap
kemapanan dan harta benda. Pertama, Abraham adalah orang yang
sangat murah hati dalam memberi. Sikap ini terlihat jelas dalam
sikapnya terhadap Lot dan Abimelekh. Kedua, Abraham sangat
berhati-hati dalam menerima pemberian agar jangan sampai berkat
dan pemeliharaan Tuhan jadi tersamarkan (bdk. Kej. 14:22-24).
Kedua sikap ini menunjukkan kesungguhan mentalnya sebagai orang
beriman. Di tengah ketidakpastian hidup, ia tetap menggantungkan
seluruh keberadaannya kepada Tuhan.

Dalam kisah wafatnya Sara, sikap Abraham berbicara banyak tentang
siapa dia serta perjalanan imannya di hadapan Allah. Sebagai
nomaden yang masih mengharapkan Tanah Perjanjian, Abraham tidak
memiliki sebidang tanah pun untuk menguburkan istrinya. Padahal
menurut kebiasaan Timur, seorang yang meninggal akan dikuburkan di
makam keluarganya. Iman yang telah terbentuk membuat Abraham
menolak makam yang akan diberikan kepadanya secara gratis (6),
tampaknya dengan alasan yang sama dengan Kejadian 14:22-24. Malah
pada akhirnya ia dengan murah hati membeli seluruh ladang milik
Efron. Walaupun awalnya ia hanya berniat membeli gua Makhpela yang
terletak di dalam ladang itu dengan membayar harga yang sangat
tinggi.

Jumlah ayat yang digunakan untuk mengisahkan proses yang dilalui
Abraham untuk menguburkan Sarah dibandingkan dengan ayat-ayat yang
mengisahkan kematian dan penguburan menunjukkan bahwa Abraham
tidak lagi menengok ke belakang, kepada kaum keluarga yang telah
ia tinggalkan, tetapi ia menatap ke depan, kepada saat di mana
ladang ini akan menjadi petak pertama dari negeri yang kelak akan
dimiliki keturunannya. Walaupun usia semakin uzur dan kematian
jelas-jelas menghadang di depan, iman Abraham mampu melihat
melampaui keterbatasan umurnya.

Kejadian 23:1-20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar