Rabu, 05 Oktober 2011

MENGAPA ATAU SIAPA

Ketika sesuatu berjalan tak seperti yang diharapkan, semuanya
menjadi salah, atau terjadi kegagalan, maka kecenderungan alami
manusia adalah mencari seseorang yang bisa disalahkan. Bahkan sejak
dari Taman Eden. Ketika dosa terjadi, Adam menyalahkan Hawa. Hawa
menyalahkan ular. Apabila seseorang gagal menyelesaikan pekerjaan
sesuai batas waktu yang ditetapkan, apa yang biasanya ia lakukan?
Secara refleks ia akan menudingkan jarinya ke orang lain. Atau,
kalau tidak ada orang lain, ia akan menudingkan jarinya pada situasi
di luar kekuasaannya.

Kita akan lebih cepat berkembang apabila tak punya kebiasaan
melimpahkan kesalahan ke orang lain. Ketika Anda gagal, pikirkan
mengapa Anda gagal, bukan siapa yang salah. Pandang situasi dengan
objektif supaya lain kali kita bisa lebih baik. Bob Biehl
menganjurkan daftar pertanyaan untuk membantu menganalisis
kegagalan: 1. Pelajaran apa yang saya petik?; 2. Apakah saya
berterima kasih atas pengalaman ini?; 3. Siapa lagi yang telah gagal
seperti ini sebelumnya, dan bagaimana orang itu bisa menolong saya?;
4. Apakah saya gagal karena seseorang, karena situasi, atau karena
diri sendiri?; 5. Apa saya benar-benar gagal, atau saya mengejar
standar yang terlalu tinggi?

Orang yang menyalahkan orang lain atas kegagalan mereka takkan
pernah mengatasinya. Untuk mencapai potensi dan karakter yang
diinginkan Allah, kita harus terus memperbaiki diri. Kita tak dapat
melakukannya jika tidak mengambil tanggung jawab atas perbuatan kita
dan belajar dari kesalahan. Bukankah Allah tak pernah menolak
mengampuni saat kita bersalah? Mengapa kita tidak berani mengaku
dengan jujur? --PK

SAAT ANDA BERBUAT KESALAHAN DAN GAGAL
TANYAKAN MENGAPA, BUKAN SIAPA

Kejadian 3:9-14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar