Senin, 14 Maret 2011

MARAH

Seorang ibu bercerita bahwa suaminya tanpa sepengetahuannya telah
meminjamkan sejumlah besar uang kepada temannya. Teman suaminya itu
rupanya tidak bertanggung jawab. Ia kabur begitu saja. Ibu ini
jengkel sekali. Mengapa suaminya tidak memberi tahunya lebih du-lu?
Namun, nasi sudah menjadi bubur. Uangnya tidak bisa kembali. Lalu
ibu itu bertanya, apakah sebagai orang kristiani ia boleh marah
kepada suaminya?

Bagi sebagian orang, pertanyaan ibu itu mungkin terlalu sederhana.
Namun itu kenyataan yang kerap terjadi, dan tidak boleh disepelekan.
Sebab hal itu bisa terus mengganggu pikiran. Bolehkah seorang
kristiani marah? Marah itu wajar. Hidup memang tidak selalu berjalan
seperti yang kita harapkan. Orang-orang di sekitar kita juga tidak
selalu berlaku seperti yang kita mau.

Sebagai orang kristiani, tidak salah apabila kita marah. Asal, marah
untuk sesuatu yang tepat, dengan cara yang tepat, kepada orang yang
tepat, dan di waktu yang tepat. Kerap yang menjadi masalah bukan
marahnya, tetapi bagaimana dan untuk apa kita marah. Juga, jangan
menyimpan kemarahan hingga menjadi dendam kesumat. Kemarahan yang
disimpan justru akan merampas kebahagiaan kita-tidak ada orang yang
bisa bahagia dengan terus menyimpan kemarahan dan dendam. Lebih dari
itu, kemarahan yang terus disimpan hanya akan mendorong kita ke
dalam jurang dosa. Peristiwa pembunuhan Habel oleh Kain, kakaknya,
terjadi karena dipicu dan dipacu oleh kemarahan Kain yang terus
dipendamnya, lalu dilam-piaskan dengan membabi buta. Mari kita
belajar mengelola amarah --AYA

MARAH ITU TIDAK SALAH
KITA HANYA PERLU MENGELOLANYAgan dia.
16 Lalu Kain pergi dari hadapan TUHAN dan ia menetap di tanah Nod,
di sebelah timur Eden.

Bacaan Alkitab Setahun:
http://alkitab.sabda.org/?Hakim-hakim+10-12


e-RH(c) +++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ YLSA
Ditulis oleh penulis-penulis Indonesia
Diterbitkan dan Hak Cipta (c) oleh Yayasan Gloria

Tidak ada komentar:

Posting Komentar