Kita sering beranggapan bahwa janji Tuhan tak bersyarat, sehingga
Tuhan akan menggenapi apa pun yang Tuhan janjikan walaupun kita
tidak hidup dalam ketaatan. Ini konsep yang salah! Di satu pihak
janji Tuhan bersifat tanpa syarat, tetapi secara paradoks janji
itu juga bersyarat. Oleh sumpah-Nya dalam perjanjian dengan Abram
di pasal 15, perjanjian ini bersifat tak bersyarat. Hari ini kita
melihat sifat kebersyaratan perjanjian tersebut.
Syarat dalam perjanjian ini dapat kita lihat dari ayat-ayat di mana
Tuhan berfirman kepada Abram: "Akulah Allah yang Maha kuasa,
hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela." Jadi Abram
diwajibkan untuk hidup taat kepada Tuhan. Demikian pula kita dapat
melihat bahwa dalam setiap perjanjian ada kondisi yang harus
dipenuhi oleh masing-masing pihak. Tuhan menyatakan bahwa dari
pihak-Nya (4), Tuhan akan memberkati Abram dan menjadikan dia
sebagai bapa bangsa-bangsa. Sebab itu namanya akan diganti, dari
Abram menjadi Abraham. Di sisi lain, Abraham dan keturunannya
harus memegang perjanjian-Nya (9). Ini ditandai dengan sunat yang
harus dilakukan oleh Abraham dan keturunannya yang laki-laki.
Sunat itu menjadi tanda bahwa seseorang sudah menjadi bagian dari
umat Allah. Maka jika ada orang yang tidak disunat, ia harus
dilenyapkan dari tengah-tengah umat Allah (14). Sungguh menarik
bahwa yang disuruh disunat bukan saja keturunan Abraham, tetapi
juga mereka yang lahir di rumah Abraham maupun yang dibeli dari
orang asing. Dengan demikian kita melihat bahwa sejak permulaan
Tuhan bukan saja hendak menyelamatkan Abram dan keturunannya,
tetapi juga seluruh umat manusia (bdk. Kej. 12:3).
Setiap perjanjian pasti dilakukan oleh dua belah pihak dan kedua belak
pihak memiliki kewajiban masing-masing. Sebagai umat Allah dalam
perjanjian baru yang telah diteguhkan oleh Yesus (bdk. Luk.
22:22), kita mempunyai kewajiban untuk taat kepada
perintah-perintah Allah. Jika pihak Tuhan telah menebus dan
menyelamatkan kita, maka pihak kita harus menunjukkan syukur
dengan hidup berkenan kepada Dia.
Kejadian 17:1-14
Tuhan akan menggenapi apa pun yang Tuhan janjikan walaupun kita
tidak hidup dalam ketaatan. Ini konsep yang salah! Di satu pihak
janji Tuhan bersifat tanpa syarat, tetapi secara paradoks janji
itu juga bersyarat. Oleh sumpah-Nya dalam perjanjian dengan Abram
di pasal 15, perjanjian ini bersifat tak bersyarat. Hari ini kita
melihat sifat kebersyaratan perjanjian tersebut.
Syarat dalam perjanjian ini dapat kita lihat dari ayat-ayat di mana
Tuhan berfirman kepada Abram: "Akulah Allah yang Maha kuasa,
hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela." Jadi Abram
diwajibkan untuk hidup taat kepada Tuhan. Demikian pula kita dapat
melihat bahwa dalam setiap perjanjian ada kondisi yang harus
dipenuhi oleh masing-masing pihak. Tuhan menyatakan bahwa dari
pihak-Nya (4), Tuhan akan memberkati Abram dan menjadikan dia
sebagai bapa bangsa-bangsa. Sebab itu namanya akan diganti, dari
Abram menjadi Abraham. Di sisi lain, Abraham dan keturunannya
harus memegang perjanjian-Nya (9). Ini ditandai dengan sunat yang
harus dilakukan oleh Abraham dan keturunannya yang laki-laki.
Sunat itu menjadi tanda bahwa seseorang sudah menjadi bagian dari
umat Allah. Maka jika ada orang yang tidak disunat, ia harus
dilenyapkan dari tengah-tengah umat Allah (14). Sungguh menarik
bahwa yang disuruh disunat bukan saja keturunan Abraham, tetapi
juga mereka yang lahir di rumah Abraham maupun yang dibeli dari
orang asing. Dengan demikian kita melihat bahwa sejak permulaan
Tuhan bukan saja hendak menyelamatkan Abram dan keturunannya,
tetapi juga seluruh umat manusia (bdk. Kej. 12:3).
Setiap perjanjian pasti dilakukan oleh dua belah pihak dan kedua belak
pihak memiliki kewajiban masing-masing. Sebagai umat Allah dalam
perjanjian baru yang telah diteguhkan oleh Yesus (bdk. Luk.
22:22), kita mempunyai kewajiban untuk taat kepada
perintah-perintah Allah. Jika pihak Tuhan telah menebus dan
menyelamatkan kita, maka pihak kita harus menunjukkan syukur
dengan hidup berkenan kepada Dia.
Kejadian 17:1-14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar