Perikop hari ini mengontraskan Kejadian 20:11, ketika Abraham
meragukan integritas dan moralitas orang-orang Gerar di wilayah
Filistin. Karena Abraham mengira orang-orang Gerar tidak takut
akan Allah, maka ia bertindak sesuai prasangkanya itu, yaitu
dengan menurunkan standar moralitasnya. Namun dengan cara yang
memalukan, ia terbukti salah dan Raja Abimelekh pun menuntut
penjelasan Abraham atas moralitasnya (Kej. 20:10).
Setelah melalui proses pembentukan lebih jauh dan telah melihat
penyertaan Tuhan dalam hidupnya, Abraham memberi kesaksian yang
baik bagi orang-orang Filistin. Raja Abimelekh dan Panglima Pikhol
menghampiri Abraham dan mengakui bahwa Abraham disertai Tuhan
(22). Lebih dari sekadar perjanjian, kita bisa melihat awal
pemenuhan janji Tuhan bahwa Abraham akan menjadi bangsa yang besar
(Kej. 12:2) dengan kedatangan sebuah negara untuk mengikat
perjanjian dengan dia.
Selanjutnya di ayat 27-30 kita melihat ujian atas karakter Abraham.
Janji Tuhan bahwa ia akan memiliki tanah itu tidak membuat Abraham
bertindak semena-mena dalam pertikaian yang terjadi. Ia tetap
rendah hati dan mencari jalan damai, bahkan menyerahkan
hewan-hewan yang berharga layaknya seorang penduduk membayar upeti
kepada penguasanya (bdk. Rm. 12:18). Padahal ia punya kekuatan
untuk berkonfrontasi terhadap negara yang mulai takut padanya itu
(bdk.Kej. 14:1-16).
Dalam perikop ini kita melihat "akhir" perjalanan-iman Abraham. Ia
telah memiliki anak dan telah tiba di negeri yang dijanjikan Tuhan
akan dimiliki keturunannya (bdk. Kej.15:13-16). Pengembaraannya
telah berakhir dan ia menetap di Filistin seraya menanam pohon
tamariska yang besar dan mendirikan mezbah untuk Tuhan. Ini
ekspresi imannya bahwa ke tanah itulah Tuhan sudah memanggil dia
dan di tanah ini Tuhan akan memenuhi janji-Nya kepada
keturunannya.
Berkaca dari kelak-kelok dan naik-turun perjalanan iman Abraham,
beranikah kita mengambil langkah-iman yang Tuhan tuntut dari kita,
ketika Ia memanggil kita?
Kejadian 21:22-34
meragukan integritas dan moralitas orang-orang Gerar di wilayah
Filistin. Karena Abraham mengira orang-orang Gerar tidak takut
akan Allah, maka ia bertindak sesuai prasangkanya itu, yaitu
dengan menurunkan standar moralitasnya. Namun dengan cara yang
memalukan, ia terbukti salah dan Raja Abimelekh pun menuntut
penjelasan Abraham atas moralitasnya (Kej. 20:10).
Setelah melalui proses pembentukan lebih jauh dan telah melihat
penyertaan Tuhan dalam hidupnya, Abraham memberi kesaksian yang
baik bagi orang-orang Filistin. Raja Abimelekh dan Panglima Pikhol
menghampiri Abraham dan mengakui bahwa Abraham disertai Tuhan
(22). Lebih dari sekadar perjanjian, kita bisa melihat awal
pemenuhan janji Tuhan bahwa Abraham akan menjadi bangsa yang besar
(Kej. 12:2) dengan kedatangan sebuah negara untuk mengikat
perjanjian dengan dia.
Selanjutnya di ayat 27-30 kita melihat ujian atas karakter Abraham.
Janji Tuhan bahwa ia akan memiliki tanah itu tidak membuat Abraham
bertindak semena-mena dalam pertikaian yang terjadi. Ia tetap
rendah hati dan mencari jalan damai, bahkan menyerahkan
hewan-hewan yang berharga layaknya seorang penduduk membayar upeti
kepada penguasanya (bdk. Rm. 12:18). Padahal ia punya kekuatan
untuk berkonfrontasi terhadap negara yang mulai takut padanya itu
(bdk.Kej. 14:1-16).
Dalam perikop ini kita melihat "akhir" perjalanan-iman Abraham. Ia
telah memiliki anak dan telah tiba di negeri yang dijanjikan Tuhan
akan dimiliki keturunannya (bdk. Kej.15:13-16). Pengembaraannya
telah berakhir dan ia menetap di Filistin seraya menanam pohon
tamariska yang besar dan mendirikan mezbah untuk Tuhan. Ini
ekspresi imannya bahwa ke tanah itulah Tuhan sudah memanggil dia
dan di tanah ini Tuhan akan memenuhi janji-Nya kepada
keturunannya.
Berkaca dari kelak-kelok dan naik-turun perjalanan iman Abraham,
beranikah kita mengambil langkah-iman yang Tuhan tuntut dari kita,
ketika Ia memanggil kita?
Kejadian 21:22-34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar