Kamis, 18 Agustus 2011

ALLAH DI EMBUN KELAM

Setiap kali halilintar menggelegar di udara, di tengah hujan deras
dan angin yang berembus kencang, anak-anak selalu akan menjerit dan
segera lari ke pelukan saya. Ya, suara halilintar yang mengerikan
itu, selalu membuat mereka ketakutan.

Kedahsyatan guntur juga pernah membuat umat Israel ketakutan-seperti
dalam bacaan hari ini. Keluaran 20 menyaksikan kehadiran Allah
dengan sedemikian megah: "guruh mengguntur, kilat
sam-bung-menyambung, sangkakala berbunyi, gunung berasap" (ayat 18).
Bagaimana umat tidak tergetar dengan tanda-tanda itu? Mereka takut,
gemetar, dan berdiri jauh-jauh ... bahkan tak berani mende-ngar
Allah yang dahsyat itu berbicara (ayat 19). Ya, kedahsyatan alam
yang mewakili kehadiran Allah memang menggetarkan.

Namun, betapa menarik apa yang ditulis pada ayat 21: "tetapi Musa
pergi mendekati embun yang kelam di mana Allah ada". Allah yang
dahsyat ternyata juga bisa berada di tengah kekelaman embun, yang
dalam bahasa Ibrani disebut "araphel", yang bisa berarti "awan
pekat". Di sini kita mendapat kesan yang berkebalikan dari gambaran
kedahsyatan. Tiba-tiba muncul suasana temaram, dingin, dan teduh.
Demikianlah Allah menjelaskan bahwa selain dahsyat, Dia juga bisa
teduh. Kedahsyatan dan keteduhan Allah tak perlu dilawankan. Allah
bisa hadir dalam kedua suasana itu.

Firman Tuhan mengajar kita bahwa Dia dapat dijumpai dalam hal-hal
yang besar dan hebat, juga dalam keteduhan yang menenteramkan. Dia
bisa hadir dalam berbagai persoalan hidup. Dalam segala keadaan
kita. Sudahkah Anda bertemu Allah hari ini? --DKL

DI DALAM KRISTUS
BAHKAN ALLAH MENDEKATKAN DIRI-NYA KEPADA KITA

Keluaran 20:18-21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar