tidak keruan, tidak tenang, atau risau, apapun penyebabnya. Ketika
seseorang menjumpai sebuah kondisi yang membuat ia merasa tak keruan
dan tak tenang, sepertinya ia berhak merasa galau. Namun, mungkin
saja setelah ditelusuri, sebenarnya rasa galau bisa berasal dari hal
yang sangat sepele dan kurang tepat dijadikan penyebab kegalauan.
Paulus pernah galau dan itu sangat memengaruhi perasannya. Namun,
kegalauan itu tak membuatnya duduk merenung dalam nestapa. Ia
menindaklanjuti rasa galaunya dengan mengirim Timotius mengunjungi
jemaat Tesalonika. Ia berharap Timotius bisa menasihati dan
menghibur mereka (ayat 2). Rasa galaunya pun berubah menjadi
sukacita setelah ia mendengar kabar dari mereka (ayat 6-7). Rasa
galau itu sesungguhnya bersumber pada cintanya kepada orang-orang
yang ia layani. Perasaannya tak keruan karena ia tidak dapat
mengikuti perkembangan pelayanannya. Ia juga risau kalau-kalau
orang-orang yang ia layani mengalami kesulitan bertumbuh. Saya
menyebut ini sebagai rasa galau yang ilahi.
Betapa berharganya rasa galau yang tidak bersumber pada diri kita
sendiri. Galau yang ilahi terjadi ketika kita mencoba satu perasaan
dengan Tuhan. Selama ini, seberapa dalam kita peduli dengan
pelayanan kita? Pernahkah kita merasa hati tidak keruan ketika
melihat orang yang kita layani tidak bertumbuh sebagaimana mestinya?
Juga, karena pelayanan yang kita jalani tidak berjalan sebagaimana
kita harapkan? Lalu, bagaimana selama ini kita menindaklanjuti
kecemasan seperti itu? --PBS
KITA BOLEH MERASA RESAH APABILA KITA YAKIN BAHWA ITU PUN
YANG SEDANG DIRASAKAN ALLAH.
1 Tesalonika 3:1-13
seseorang menjumpai sebuah kondisi yang membuat ia merasa tak keruan
dan tak tenang, sepertinya ia berhak merasa galau. Namun, mungkin
saja setelah ditelusuri, sebenarnya rasa galau bisa berasal dari hal
yang sangat sepele dan kurang tepat dijadikan penyebab kegalauan.
Paulus pernah galau dan itu sangat memengaruhi perasannya. Namun,
kegalauan itu tak membuatnya duduk merenung dalam nestapa. Ia
menindaklanjuti rasa galaunya dengan mengirim Timotius mengunjungi
jemaat Tesalonika. Ia berharap Timotius bisa menasihati dan
menghibur mereka (ayat 2). Rasa galaunya pun berubah menjadi
sukacita setelah ia mendengar kabar dari mereka (ayat 6-7). Rasa
galau itu sesungguhnya bersumber pada cintanya kepada orang-orang
yang ia layani. Perasaannya tak keruan karena ia tidak dapat
mengikuti perkembangan pelayanannya. Ia juga risau kalau-kalau
orang-orang yang ia layani mengalami kesulitan bertumbuh. Saya
menyebut ini sebagai rasa galau yang ilahi.
Betapa berharganya rasa galau yang tidak bersumber pada diri kita
sendiri. Galau yang ilahi terjadi ketika kita mencoba satu perasaan
dengan Tuhan. Selama ini, seberapa dalam kita peduli dengan
pelayanan kita? Pernahkah kita merasa hati tidak keruan ketika
melihat orang yang kita layani tidak bertumbuh sebagaimana mestinya?
Juga, karena pelayanan yang kita jalani tidak berjalan sebagaimana
kita harapkan? Lalu, bagaimana selama ini kita menindaklanjuti
kecemasan seperti itu? --PBS
KITA BOLEH MERASA RESAH APABILA KITA YAKIN BAHWA ITU PUN
YANG SEDANG DIRASAKAN ALLAH.
1 Tesalonika 3:1-13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar