Kamis, 19 Juli 2012

GALAU

  Galau. Ini istilah yang ingin menunjukkan sebuah perasaan yang
  tidak keruan, tidak tenang, atau risau, apapun penyebabnya. Ketika
  seseorang menjumpai sebuah kondisi yang membuat ia merasa tak keruan
  dan tak tenang, sepertinya ia berhak merasa galau. Namun, mungkin
  saja setelah ditelusuri, sebenarnya rasa galau bisa berasal dari hal
  yang sangat sepele dan kurang tepat dijadikan penyebab kegalauan.


  Paulus pernah galau dan itu sangat memengaruhi perasannya. Namun,
  kegalauan itu tak membuatnya duduk merenung dalam nestapa. Ia
  menindaklanjuti rasa galaunya dengan mengirim Timotius mengunjungi
  jemaat Tesalonika. Ia berharap Timotius bisa menasihati dan
  menghibur mereka (ayat 2). Rasa galaunya pun berubah menjadi
  sukacita setelah ia mendengar kabar dari mereka (ayat 6-7). Rasa
  galau itu sesungguhnya bersumber pada cintanya kepada orang-orang
  yang ia layani. Perasaannya tak keruan karena ia tidak dapat
  mengikuti perkembangan pelayanannya. Ia juga risau kalau-kalau
  orang-orang yang ia layani mengalami kesulitan bertumbuh. Saya
  menyebut ini sebagai rasa galau yang ilahi.


  Betapa berharganya rasa galau yang tidak bersumber pada diri kita
  sendiri. Galau yang ilahi terjadi ketika kita mencoba satu perasaan
  dengan Tuhan. Selama ini, seberapa dalam kita peduli dengan
  pelayanan kita? Pernahkah kita merasa hati tidak keruan ketika
  melihat orang yang kita layani tidak bertumbuh sebagaimana mestinya?
  Juga, karena pelayanan yang kita jalani tidak berjalan sebagaimana
  kita harapkan? Lalu, bagaimana selama ini kita menindaklanjuti
  kecemasan seperti itu? --PBS

       KITA BOLEH MERASA RESAH APABILA KITA YAKIN BAHWA ITU PUN
                     YANG SEDANG DIRASAKAN ALLAH.

  1 Tesalonika 3:1-13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar